"Awas!
Di sebelah sana!" Bunyi berdecit ban motor dan raungan knalpot memekakkan
telinga. Terhuyung, Ella mengangkat rok panjangnya hingga sebatas lutus. Ia
berusaha melewati celah pada sebuah dinding. Keringat menitik, lengket dan
berbekas merah di kulit. Si pucat itu terlihat sangat mencolok bila nafasnya
mulai tersengal. Garam dan minyak keluar dari setiap porinya. Ya Tuhan, Ya
Tuhan, gumamnya dengan rasa takut amat sangat. Tidak, jangan sampai dia
menyadari keberadaanku, rintihnya dalam hati. Ella merunduk di balik tumpukan
besi-besi tua dengan aroma karat yang menguar kental. Di sekitarnya, lantai
licin penuh oli. Udara benar-benar terperangkap di sini.
"Geledah
gudang ini!" teriak seseorang dengan suara berat dan serak. Ella
membelalakkan mata. Ia menoleh ke kanan. Terlihat berkas cahaya menyelinap dari
celah tempat ia masuk. Bayangan-bayangan samar terlihat lewat. Ia mengerjap
beberapa kali sebelum akhirnya merasa makin putus asa. Giginya gemeletuk tak
karuan. Kedua lengannya melingkar kaki, membungkus diri. Sial, ucapnya berulang
kali dengan pelan, menyumpah-nyumpah. "Sudah cari kemari?" seseorang
terdengar sangat dekat jaraknya. Ella merasakan hawa dingin menyelimutinya.
Kekhawatiran yang hebat membuat perutnya seperti ditonjok. Tangan kirinya
mengelus perut. Argh!
"Ini
dia!" seseorang nampak sangat gembira. "Ini pencuri kecil itu!"
ia menarik tangan seorang bocah di balik tumpukan besi tua. Orang-orang
berdatangan melalui celah di dinding. Semua menarik nafas lega. "Ayo kita
bawa!" Mereka semua tertawa keras. Ella mengusap peluh, tersenyum lega. Ia
merayap turun dari langit-langit. Cakar-cakarnya terhisap masuk ke jari-jari
mungilnya. Sayapnya mengkeret di punggung. Setelah orang-orang itu pergi
membawa bocah yang tadi ia sembunyikan di langit-langit gudang, ia keluar
melalui jendela gudang yang tinggi. Isi perut bocah itu berada dalam
kantungnya.