Ramadhan Bukan Agenda Makan-makan

giveaway ramadhan
Selamat datang, Ramadhan! Alhamdulillah tahun ini saya masih diberi kesempatan untuk menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Meski dengan formasi keluarga yang tidak lengkap J Namun saya tidak memperkarakan hal itu. Bagi saya, di manapun anggota keluarga yang lain berada, kami tetap dapat berkomunikasi karena pesatnya teknologi. Meski saya tahu rasanya betelepon atau beskype tentu beda ya dibanding bertemu langsung.


Saya ingin berbagi cerita. Sejak kecil, saya ini suka puasa. Entah kenapa saya tidak terdorong untuk membatalkan puasa walau teman-teman bermain saya terlanjur menyerah. Orang tua mereka sendiri menganggap hal itu tidak masalah. Namanya juga anak-anak. Tapi saya tidak. Karena saya melihat orang tua dan mbah saya yang tak pernah batal puasanya karena sekadar lapar atau haus. Jadi saya merasa saya yang masih kecil juga harus bisa puasa sampai maghrib sebulan penuh. Tapi beda ya ketika saya telah menginjak usia remaja dan mengalami haid. Biasanya tak lama setelah Ramadhan berakhir, saya cepat-cepat mengganti puasa yang bolong.

Mungkin karena mama bangga dengan gadis kecilnya yang rajin puasa, mama senang sekali memanjakan anaknya waktu berbuka. Semacam reward and punishment. Saya dapat reward terus deh. Misal, saya ditanya mau buka pakai apa. Saya boleh minta apa saja selama ada rezekinya atau mudah didapatkannya. Ini menjadi kebiasaan sampai saya besar. Keluarga saya selalu menyediakan makanan beraneka ragam baik itu camilan saat berbuka maupun untuk makan berat. Hal ini berlaku pula pada adik saya. Apalagi dia orang yang mudah bosan dan sulit cocok dengan makanan yang disediakan. Kalau ternyata masakan di rumah tidak dia sukai, mama saya pasti membelikan makanan di luar.

Lama-lama saya berpikir juga, ini mirip ajang balas dendam ya? Tapii dasar saya, walaupun makan nasinya sedikit dan lebih banyak sayurnya karena ada masalah percernaan, yang namanya takjil hampir segala macam saya lahap. Saya memang tidak seperti anak kecil lagi yang berharap atau merengek mau makan ini itu. Apa saja yang di rumah, seadanya, saya cocok-cocok saja. Beda dengan si adik yang masih suka rewel makannya.

Saya pun mendapat pelajaran berharga. Beberapa minggu sebelum Ramadhan, sekitar dua bulan sebelumnya, saya sakit. Sakit pencernaan yang menyiksa. Dulu pernah kambuh dan saya sempat cuma terbaring di ranjang hampir seminggu. Kali ini beda. Bukan cuma terbaring. Saya sampai tidak bisa membuka mata. Tidur hampir dua puluh empat jam saking sakitnya. Dalam seminggu saya tiga kali berobat ke tempat berbeda.

Sampai waktu itu dokter bilang saya bukan cuma tidak boleh makan yang pedas-pedas dan asam-asam. Saya juga dilarang makan yang manis-manis! Padahal saya keturunan orang Jawa yang suka teh nasgithel. Bayangan teh poci dengan gula batu menari-nari di kepala langsung hilang. Karena saya tidak bisa makan maupun minum (setiap yang masuk mulut selalu keluar) mama menyarankan saya untuk makan tanpa bumbu. Sebetulnya saya sudah beberapa bulan ini latihan mengurangi bumbu demi kesehatan tapi karena semakin drop, pola makan saya berubah secara ekstrim. Saya diminta belajar food combining. Sayuran dimasak setengah matang. Saya hampir-hampir takut sama daging karena susah dicerna perut. Kacau.

Dari situ, saya belajar menahan diri. Hari kedua puasa saya sempat salah makan dan kesakitan sampai sulit tidur. Jadi Ramadhan kali ini juga upaya penyembuhan bagi saya. Kalau anggota keluarga lain berbuka dengan teh manis, saya cuma minum air putih. Biasanya habis makan camilan langsung makan nasi, sekarang saya beri jeda dulu perutnya untuk bekerja perlahan. Saya yang memang dari sananya kurang suka daging, semakin meminimalkan porsi daging dalam makanan. Saya juga sering menyiapkan makanan yang berbeda dari keluarga. Jadi saya mengukus atau merebus sendiri sayur yang akan saya konsumsi.

Ramadhan kali ini benar-benar menahan diri. Meski saya masih suka camilan khas Ramadhan yang enak bin nikmat, saya tetap berhati-hati. Misal kalau habis makan atau minum segelas air, saya baru tidur minimal satu jam setelahnya. Semoga saya terus terbiasa dengan pola makan yang lebih sehat dari sebelumnya dan bisa tetap bugar J Oh ya, saya kurang setuju dengan iklan suplemen yang mengatakan supaya kuat puasa harus konsumsi ini itu. Padahal puasa itu tidak perlu kita anggap berat. Kalau niatnya ibadah, tentu segalanya menjadi lebih mudah. Lebih baik kita mengatur pola makan dan berpikir positif dibanding makan sepuasnya meski diimbangi berbagai macam suplemen yang tentu menguras kantong.



6 Komentar

  1. memang sakitnya sakit apa? semoga bisa kembali sehat ya..

    BalasHapus
  2. Semoga lekas sembuh sakitnya ya Linda...
    Duh, kebayang deh saat pengin makan sesuatu yg sangat kita suka tapi tak bisa memakannya. Nelangsa ya. Linda pasti kuat deh, pasti bisa mengatasinya. Ganbatte

    BalasHapus
  3. wah bener-bener hasrus tahan nafsu makan ya. semoga cepat sembuh terimakasih partisipasinya :)

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama