Kamu Harus Tahu Itu Cara Tuhanmu

Seharusnya saya tidak berada di rumah sekarang. Mungkin di kamar kostan. Dan saya tidak sedang mengikuti berbagai macam giveaway, tidak pula menulis di word, apalagi memposting di blog. Seperti anak-anak lain, seharusnya saya tengah berjibaku dengan tugas-tugas di tempat PKL. Menjalani Ramadhan sendirian. Jauh dari keluarga.

Tapi saya melepaskan kesempatan PKL itu. Setelah pada kesempatan pertama saya ditolak oleh sebuah perusahaan, saya meninggalkan kesempatan kedua. Hati saya tidak berminat untuk mencoba. Bukan, bukan kecewa. Biasa saja. Saya malah tidak bersedih ketika tahu ditolak oleh perusahaan itu. Justru teman saya yang bersedih. Sahabat dekat saya ada yang memeluk, merangkul, berusaha menguatkan, dan ikut mendoakan. Namun saya katakan pada mereka bahwa saya tahu risikonya. Hidup tidak selalu mulus.

Tuhan telah memberikan saya kemudahan. Saya diterima di salah satu universitas unggulan tanpa tes. Saya "cuma" mengikuti seleksi rapot. Konyolnya, saya bukan siswa yang pintar atau teladan. Kemampuan otak pas-pasan. Saya punya hubungan cinta dan benci terhadap ilmu pasti. Tuhan ternyata berbaik hati memberikan saya kesempatan. Maka saya sekarang menjadi mahasiswi di sebuah jurusan favorit di mana banyak orang berusaha masuk dengan tes yang tidak bisa dibilang mudah dan dengan biaya yang tidak bisa dibilang murah. Saya? Cuma ongkang-ongkang kaki menunggu waktunya masuk kuliah.

Orang bilang menulis untuk media itu susah. Saya, dengan perkembangan menulis yang merambat bagai siput, bisa-bisanya mengirim reportase dengan bahasa pas-pasan ke media ternama. Dimuat. Padahal kalau saya bandingkan dengan tulisan yang berada tepat di atas kolom tulisan saya jauh lebih baik. Tuhan lagi-lagi menunjukkan bahwa ia Maha Baik. Kemudian saya tahu ada dua alasan mengapa sebuah tulisan bisa dimuat di koran. Pertama, tulisanmu bagus. Kedua, tulisanmu cukup untuk mengisi kolom yang tersisa. Meski saya yakini tulisan saya dimuat karena alasan yang kedua, saya tetap bahagia.

Saya mengikuti mata kuliah desain dan bertahan dengan nilai enam lima. Desain saya buruk, pemahaman saya juga tak kalah buruk. Mengoperasikan softwarenya saja seperti orang buta. Lebih banyak tidak tahu dan tidak pahamnya. Mendadak, desain saya menjadi salah satu yang terpilih di kelas dan direalisasikan menjadi sebuah majalah oleh tim kecil yang saya kepalai sendiri. Lucu bukan? Tuhan memang suka bercanda.

Terlalu banyak yang Tuhan berikan pada saya. Terlalu banyak kemurahan Tuhan dalam memudahkan hidup saya. Orangtua yang harmonis, hidup yang cukup, semangat yang terus tumbuh, dan keinginan saya untuk menjadi lebih baik. Bahkan saya bersyukur karena Tuhan mengajarkan dan membuat saya tahu caranya bersyukur. Saya paham apa itu risiko dan konsekuensi sehingga saya belajar untuk tidak lemah dan membuat susah.

Lalu, kenapa saya harus sedih kalau saya tidak bisa PKL?

Belum lagi beberapa orang yang mencela, menganggap saya tak bermental baja, belum apa-apa sudah menyerah saja. Namun saya balik tertawa ketika mereka yang mendapat kesempatan PKL tahap pertama justru menumpahkan keluh kesahnya di sosial media. Entah mereka lelah atau marah. Padahal saya pun sesama tukang sampah.

Saya tidak bersedih karena saya memanfaatkan waktu luang dengan baik. Saya menuliskan postingan ini, saya melatih hobi, dan saya mendekatkan diri padaNya. Saya tidak peduli apa saya terkurung di rumah dua bulan lamanya atau seperti orang lain yang bertugas di luar sana. Apalagi dengan mereka-mereka yang berlibur bersama keluarga. Entah apakah bagi mereka kehidupan saya monoton atau saya tidak mendapatkan apa-apa. Tapi mereka tidak tahu. Saya bersyukur. Sangat bersyukur. Di saat mereka berpuasa tanpa keluarga, saya justru bersama orangtua menyiapkan makanan untuk buka puasa. Di saat mereka kehujanan atau kepanasan atau kelelahan, saya punya waktu cukup untuk istirahat. Harap mafhum, saya juga terus menerus sakit sehingga butuh waktu memperbaiki kondisi tubuh sehingga kualitas istirahat benar-benar dibutuhkan. Di saat mereka mengatakan tidak punya waktu untuk diri sendiri, saya punya cukup waktu untuk memanjakan diri dengan hobi.

Maka saya bersyukur. Ini jalan Tuhan. Bahkan saya merasa lebih dekat dengan adik. Saya bisa khatam Quran. Saya bisa tidur nyenyak. Saya bisa makan enak (karena dimakan bersama keluarga). Mereka punya yang tidak saya punya, begitu pula sebaliknya. Bukankah Tuhan Maha Adil?

***



5 Komentar

  1. di Hari Lebaran ini, saya mengucapkan, selamat Hari Raya Idul Fitri 1434H, mohon maaf lahir dan bathin.

    BalasHapus
  2. Rencana tuhan gak pernah bisa ditebak, dan ternyata rencana tuhan yg ini sebuah barakah bisa kumpul sama keluarga selama ramadhan. Stay strong, dan ternyata tulisan lo emg bagus, pantas kok kalo emg bisa dipublikasiin ke media. Miss you!!!

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama