Prompt #36 Menjemput Kila

sumber
“Ma, jemput ya.”

“Aduh Kilaaa! Mama kan sibuk. Satu jam lagi mama meeting lho. Bisa ya, pulang sendiri aja?”

“Yah, ma. Satu kaliii aja mama jemput Kila. Kan Kila juga jarang-jarang ketemu mama. Temenin Kila makan ya? Kila mau tunjukin sesuatu ke mama.”


Dear, kamu kan udah gede. Udah kuliah. Apa bedanya sih makan sendiri atau sama mama? Tetap kenyang kok. Uang kamu abis? Mau mama transfer berapa sih? Nikmati aja dulu liburan kamu di sini. Minggu depan kamu masuk kuliah lho. Kalo udah puas nanti mama temenin deh.”

“Paling mama temenin ke bandara doang, pas Kila pulang!”

“Mama sayang Kila. Kita teleponan lagi ya nanti. Dadah sayang.”

Telpon diputus. Kila melipat tangan. Wajahnya gusar. Padahal ia hanya ingin mencuri, misal, lima belas menit saja waktu untuk bersama mamanya. Ia hanya butuh teman bicara. Memang sih, ia puas bermain dengan teman-temannya yang juga sedang berlibur di sini. Tapi kan tujannya utamanya kemari agar bertemu mama. Seorang perempuan usia empat puluhan yang super sibuk sejak ditinggal suaminya pergi. Karena kebutuhan sesuap nasi pula, mamanya sampai harus bekerja di Bali. Sementara Kila seorang diri selama dua puluh empat jam ditemani hiruk pikuk ibu kota.

Hal inilah yang sering membuat Kila sedih. Kenapa papa harus cepat pergi? Kenapa mama harus bekerja di Bali? Kenapa Kila belum juga mandiri? Lalu kenapa Kila cengeng begini? Berbagai pertanyaan kenapa-mengapa-bagaimana-seandainya menghinggapi kepala Kila bagai virus yang bermutasi dan terus beregenerasi. Sangat mengganggu!

Kila mengusap air matanya yang jatuh. Seandainya tadi ia jadi makan siang dengan mama, ia ingin menunjukkan email bahwa film buatannya masuk nominasi di sebuah festival film indie bergengsi. Akan menjadi piala tersendiri jika ia bisa melihat senyum terbit di wajah lelah mamanya.

Lalu, seminggu berlalu, hingga tiba waktunya Kila kembali ke Jakarta.

“Ma, jemput aku ya. Mama bisa kan antar aku ke bandara?”

“Aduh, maaf sayang. Mama lupa. Ada rapat penting. Kalo ke bandara dulu, mama takut ga keburu. Tempat rapat sama bandaranya ga searah, sayang.”

“Terus Kila gimana, ma?”

“Mama carikan taksi ya.”

“Aku maunya diantar mama. Aku kan anak mama, bukan anak sopir taksi.”

“Kila! Umur berapa sih kamu? Mama kerja juga demi kamu.”

“Aku ke Bali juga demi mama.”

Sunyi. Air mata Kila menitik lagi. Ah, sudahlah. Berangkat sendiri saja. Toh tak ada ruginya. Buat apa ia memaksakan egonya bila itu hanya membuat pusing mamanya. Mama juga pasti tak berniat mengecewakannya, kok. Karena cuma Kila yang mama punya.

Kila menutup telpon lalu mencari taksi. Setelah semua siap, ia berangkat. Sebetulnya ia mulai hafal jalan-jalan di Bali, tapi kekeraskepalaannya membuatnya sedikit-sedikit minta ditemani. Sering Kila mengutuk sifat manjanya, tapi isi kepalanya membela diri. Ia kan, si semata wayang.

Kantuk datang setiap ia dalam kendaraan. Kila mencoba memutar musik, tapi ia tidak dapat menikmatinya. Kepalanya terantuk satu dua kali sebelum benar-benar lelap.

“Hei, Kil. Kamu mau kemana?”

“Aku mau pulang. Papa kemana aja? Kok baru datang sekarang?”

“Papa mau jemput kamu, sayang. Ayo kita sama-sama pulang.”

Roda taksi berdecit akibat direm mendadak. Sebuah cahaya menyilaukan datang. Kila tidur dengan tenang.


Karya lain bisa di lihat di sini.

16 Komentar

  1. Kila pergi dengan papa? hiks...
    sedih mba. gimana perasaan mamanya abis ini ya.

    BalasHapus
  2. dan mama masih saja sibuk dengan urusannya .... :(

    BalasHapus
  3. keren.. ada hikmah yg bisa diambil dr cerita ini..

    BalasHapus
  4. Sedih banget klo jadi si Kila, meski mama sibuk bekerja utk kepentingan keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. semua anak jg sedih mbak kalo ibunya sibuk bangeeet hehe

      Hapus
  5. Semoga gak seperti mamanya Kila, walaupun aku bekerja. Hiks :'(

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama