Prompt #38 Beberapa Langkah Lagi

Foot stepping - stock photo
shutterstock.com

“Lo punya kaki yang bagus, melangkahlah.”

Dengan jari jemari gemetar, kurentangkan kedua tangan ke tembok. Pelan-pelan kulangkahkan kaki satu demi satu. Tiga langkah berlalu tanpa ragu. Aku semakin mantap menjejak. Kuangkat wajah. Adri tersenyum.

“Tinggal beberapa langkah lagi, lo bisa pegang tangan gue. Nanti gue bantu lo jalan keluar. Bosen kan di kamar terus?”


Rasanya aku seperti kembali pada tahun-tahun yang telah berlalu. Ketika aku berjuang membuatmu memberiku peran dalam kisahmu. Ketika aku berharap kau memberi ruang dan sedikit saja waktumu untukku. Saat itu, tiada jeda dalam setiap langkahku. Aku terus berusaha keras sampai menyamai kaki-kakimu yang kokoh dan kuat. Kaki-kaki yang melangkah dengan kepercayaan diri.

Sedikit lagi... aku sampai.. Dri..

Kedua tungkaiku seperti kehilangan daya. Seakan aku tak berusaha sekuat tenaga. Aku lelah... Aku ingin menyerah saja. Kedua tanganku tidak mampu membantu keseimbangan tubuhku. Tembok-tembok yang kujadikan pegangan seperti menjauh dan membiarkanku sendirian.

“Hei, hei. Lo kenapa?”

“Gue capek.”

“Lo nyerah?”

“Lo ga liat gue jatoh? Lo pikir ga capek punya kaki yang susah dipake jalan? Gue bosen latian kayak gini terus! Ga ada perubahan! Emang lo juga ga bosen apa bantuin gue biar bisa jalan lagi? Gue tuh kayak anak bayi yang baru bisa berdiri. Bedanya, bayi yang lo ajarin jalan seminggu mungkin udah bisa lari. Lha gue? Tiga bulan kayak gini, nyusahin semua orang, cuma bikin orang-orang ngeliat gue dengan tatapan kasian!”

Adri berlutut di depanku. Sesaat kita hanya berpandangan. Sekarang kau tahu, aku putus asa dan kelelahan.

“Lo ga perlu lagi berusaha jalan ke arah gue. Gue yang bakal datengin lo. Terus kita jalan sama-sama.”

Amarahku meledak. Memang bukan untuk hal yang tepat atau pada orang yang tepat. Tapi aku tak bisa lagi menahannya. Aku hanya ingin meluapkan rasa frustasi.

“Apa bedanya?! Mau jalan ke arah lo kek, mau jalan sama lo kek, kaki gue ini tetap ga kepake. LUM-PUH!”

“Kalo gitu lo ga perlu jalan. Biar gue yang jadi kaki lo. Gue cuma pengen ajak lo keluar kamar hari ini. Biar lo liat matahari. Biar lo tau, dunia ga segelap dan sesuram di kamar. Matahari aja masih bersinar, masak idup lo ga?”

Aku hampir memekik saat Adri mengangkat tubuhku ke atas kursi roda. Kau lalu mendorong kursi rodaku keluar. Mataku menyipit ketika cahaya matahari terik membanjir seketika.

Adri lantas berlutut di depan kursi rodaku.

“Lo punya kaki yang bagus. Suatu saat nanti, kaki itu bakal melangkah lagi. Gue percaya, kok. Dan kalo saat itu tiba, gue bakal melangkah di samping lo. Kita bakal jalan ribuan mil. Lo ga perlu berusaha meraih tangan gue. Karena tangan kita nantinya gandengan.”

Kalau hanya itu syaratnya untuk mendapat tempat dalam hidupmu, takkan menyerah aku. Kedua kaki ini bukan pajangan apalagi hambatan. Sebab melalui kedua kaki ini aku berjalan menuju duniamu.

Kakiku menjejak. Mimpiku mendekat. Aku meraih tanganmu dan menggenggamnya erat.

***


Karya lainnya bisa dilihat di sini. Prompt ini ditulis atas bantuan seorang teman yang menyumbangkan kalimat pertamanya. Terima kasih, ya J A Thousand Miles yang saya dengar merupakan versi dari Boyce Avenue. Lumayan juga lagunya. 

2 Komentar

Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama