Prompt #41 Dua Macam Tatapan Perempuan

Beautiful perfect woman standing in a trendy shoes - stock photo
shutterstock.com

Ibu bilang hanya ada dua macam perempuan yang hidup zaman sekarang. Perempuan yang mencintaimu dengan perasaan atau mencintaimu dengan uang. Celakalah kau yang dicintai karena alasan nomor dua. Namun tahukah kau alasan nomor dua lebih bisa diterima? Sebab lelaki yang menyodorkanmu cinta belum tentu bisa memberi makan. Tapi cinta akan datang pada lelaki yang setia membayar tagihanmu tiap bulan. 

Sederhanya, cinta belum tentu datang bersama uang tapi uang akan diikuti dengan cinta.

“Sayang, minggu depan aku harus datang ke acara pernikahan teman lama. Aku ingin beli sepatu baru.”

“Tapi honey, bulan lalu kamu punya tiga pasang sepatu baru.”


“Sayang, kamu tega melihat aku malu? Ketiga sepatu itu sudah aku pakai untuk bekerja lima hari dalam seminggu dan satu kali waktu datang ke acara lamarannya. Semua orang sudah melihat sepatu-sepatuku. Seakan aku tidak punya sepatu lain walau memang demikian faktanya. Aku ingin terlihat beda. Penampilanku nanti tidak boleh seperti sehari-hari.”

Ibu mengajariku agar para lelaki memahami kebutuhanku. Mereka boleh memamerkan kecantikanmu pada teman-temannya. Namun mereka tak boleh melarangmu membanggakan isi dompetnya. Kalau lelaki boleh bersenang-senang dengan tampilan fisikmu yang masuk kategori luar biasa, begitu pula kau boleh berbangga memiliki pasangan yang dapat mengerti hasratmu dalam berbelanja. Cukup adil, bukan?

Lelaki yang saat ini berkencan denganku, Toby, hanyalah lelaki sederhana yang berjuang memacariku sambil menyicil motor baru. Ia tampan dan sikapnya manis tapi astaga, ia terlalu nekat untuk berani mendampingiku! Ia pernah membelikanku barang dari garasi tetangga. Kubilang aku tidak suka Hermes KW 2 tapi ia memaksaku dengan kata-kata manis seperti, “Kau terlihat cantik memakainya.” Aku luluh dalam satu detik lalu menyesal di kemudian hari. Barang tanpa sertifikat itu tidak bisa dijual lagi.

Kini aku memintanya kembali. Sepatu yang bagus untuk pesta. Tidak, bukan sepatu yang kau lihat di department store dengan tulisan diskon 70%. Mereka menjualnya lebih murah karena itu barang sisa, tidak laku lagi, dan sudah tidak zaman. Bahkan mungkin barangnya rusak. Aku juga tidak mau bila barang itu pernah terlihat dipakai orang lain yang kukenal. Minimal pemakainya tidak berada di kota yang sama.

“Sepatu itu bagus. Bagaimana?” tanyaku. Jangan kau tanya harganya. Kau bisa lihat ekspresi Toby kala memeriksa labelnya.

Honey, bagaimana kalau kita lihat-lihat lagi? Mungkin toko yang letaknya enam blok dari sini?”

Pasti tempat itu menyajikan barang-barang murahan. Kalau sudah begini, biasanya aku tidak suka memaksa tapi langsung mengakhiri hubungan. Hanya saja ia terlalu manis dan aku tidak tega jadi antagonis. Namun sudahlah kali ini aku ingin ia lebih berusaha.

“Tidak. Aku hanya mau yang itu.”

Ia nampak terluka. Ia tentu tahu bahwa aku hafal berapa pendapatannya. “Cintamu terlalu tinggi. Aku tidak sanggup lagi.”

Ketika ia berbalik badan menahan kecewa, kulepas label murni dari dalam hati. Kuganti dengan label oplosan. Lalu kukatakan padanya bahwa aku minta maaf sudah keterlaluan. “Aku tidak butuh sepatu, tapi dirimu.”

Ia membalas tatapanku penuh cinta. Sayang ia tak bisa membedakan tatapanku asli atau imitasi.

***
Berdasarkan fiksimi Ari Ta
CINTA PALSU. KW 2 lebih diminati.

Karya lain dapat di lihat di sini

8 Komentar

  1. astaga, aku selalu suka kalau tokoh cerita adalah perempuan 'culas' yang mendominasi lelaki. cerita ini keren!

    BalasHapus
  2. bergidik membayangkan jadi cowoknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. asli atau imitasi, yg penting kan dicintai? :p

      Hapus
  3. banyak kalimat rancu.

    "mencintaimu dengan perasaan atau mencintaimu dengan uang"
    mungkin maksudnya bikin perbandingan yang setara, karenanya keduanya memakai kata 'dengan'. tapi 'dengan' tentu bukan 'karena'. dan dalam hal uang, lebih tepat menggunakan 'karena'.

    mencintai dengan uang artinya memberikan uang, bukan menuntut uang.

    yah misalnya itu. makin ke bawah masih ada lagi. hehe...

    tapi ceritanya bagus :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. tengkyu masukannya ehehehhe saya juga ngerasa ada yg rancu cuma kemarin ga nemu tepatnya. okeee jadi pembelajaran :)

      Hapus
  4. satir..lucu tp miris..apalagi kalimat "ibu mengajariku agar lelaki memahami kebutuhanku" bnr2 bikin aq nyengir :D

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama