Prompt #45 Kami Masih Bertahan

hands of pregnant woman and her husband in heart shape on her belly - stock photo
shutterstock.com

Mila menengadahkan kepala dan menyambutku dengan senyuman. Wajahnya terlihat sedikit lelah meski sinar matanya tetap cerah. Perutnya yang kian membesar tak bisa tak mencuri perhatianku tiap mendekat. Refleks aku meletakkan kedua tangan di atas perutnya, mengecupnya, sambil menutup mata rapat-rapat. Dalam hening jemari kami akan bertautan.  Melalui sentuhan, kami saling bertukar kasih sayang.

“Sebentar lagi, ya?”

“Iya. Kontraksinya makin sering.”

“Kamu berani kan?”


Mila tertawa geli. “Katamu, dinikahi saja sudah sangat berani. Berani menikah tanpa mencintai, berani melahirkan didampingi suami, dan berani melepas mimpi. Aku berani. Karena kamu yang mengajari. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku tidak pernah senekat ini.”

Kurengkuh wajah bulat Mila. Kutatap kedua matanya lekat-lekat, mencari celah atas hal-hal yang tersembunyi. Namun sepenuhnya aku yakin Mila telah berkata jujur. Seperti ketika ia berkata bagaimana orang tuanya tidak merestui kami. Waktu itu aku cuma tertegun karena terlalu sulit bagiku membayangkan hari-hari tua tanpa Mila. Gadis ini terlalu luar biasa untuk kubiarkan tidak menjadi bagian dari perjalanku sebelum pulang pada Tuhan. Kali itu, kami tetap bertahan.

Kemudian Mila yang tak pernah mengkhianatiku bercerita tentang seorang lelaki yang menodainya. Tak terbayang bagaimana rasa sakitku melihatnya terluka dan rasa tak berdayaku lengah melindunginya. Tak dapat kubayangkan Mila yang bisa menangis melihat anjingnya mati atau cemberut karena ketinggalan film kartun kesayangannya harus menjadi ibu di usia begitu belia. Sekali lagi, kami masih bertahan.

“Kata papa, aku harus memilih. Melepaskan janin ini atau membiarkannya hidup dengan syarat telah bersuami.”

Aku hanya mengangguk saat Mila meminta izinku sembari menangis tersedu. Cinta kami tetap satu. Cinta kami tak akan bisa dihalangi. Aku bersyukur Tuhan membiarkanku jatuh cinta pada gadis yang kuat dan tabah seperti Mila. Gadis yang tiap hari kutemui sembunyi-sembunyi. Seorang yang tak pernah memberikan hatinya untuk orang lain kecuali untukku dan bayinya nanti.


“Suamimu akan segera datang. Biar dia yang menemanimu bersalin. Nanti aku akan menjenguk lagi,” ujarku sebelum pergi.

2 Komentar

  1. hmm, jadi usia si Mila masih belia, dihamili, ayahnya malah bikin ultimatum : aborsi atau nikah dini. Dengan siapa? Si Pemerkosa? Kok bisa? Kenapa nggak sama 'aku' yang mencintainya? Ah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena bapaknya ga merestui si Mila sama si aku ini mas.. gitu jadi yg dimintai tanggung jawab ya yg berbuat

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama