Prompt #51 Bintang Minggu Depan

bintang jatuh

Meteor itu semakin dekat, dekat, dan dekat. Membuatku rasanya ingin menutup mata rapat-rapat. Atau seperti yang kulihat di sekelilingku ketika orang-orang saling berdekapan erat. Para ibu memeluk buah hatinya. Para suami merangkul istrinya. Para guru melingkarkan tangan seakan hal itu mampu membuat murid-muridnya terlindungi. Tapi tak ada yang bisa lari dari kehadiran bencana ini. Akhir hidup manusia telah pasti. Seperti alkisah yang dikatakan sejarah ketika para dinosaurus musnah.

Saking terangnya, seluruh dunia berubah menjadi serba putih. Mataku memicing. Hampir terpejam. Mungkin aku akan pergi dengan tenang. Aku tak perlu khawatir sendirian bila seluruh dunia mati bersamaan.


“Oh, jadi kamu pikir aku konyol? Aku kekanakan? Bukan! Aku punya harapan! Harapan dan sifat kekanakan itu beda. Kamu kira cuma anak-anak yang boleh berharap? Kalau kamu tidak mau terikat selamanya sampai maut memisahkan sama aku, terserah. Kamu bisa pergi sekarang. Aku memang berdoa pada Tuhan, tapi aku juga memanjatkan harapan pada bintang. Kamu tahu kenapa? Karena bintang itu di langit. Langit itu tinggi. Kelihatannya saja langit itu tidak tergapai, padahal apapun bisa kita capai. Simple kan alasannya? Ngerti kan sekarang apa filosofinya?”

Mataku terbuka tepat ketika Naya sedang mengoceh panjang lebar soal harapan dan bintang. Lho, mana meteornya? Dunia masih berputar? Kiamat telah lewat? Sepertinya ada yag aneh. Naya marah begini padaku di Bukit Pelangi, seminggu yang lalu, tepat sebelum aku ingin melamarnya dan seluruh stasiun televisi menayangkan berita hujan meteor yang menghujani bumi.

Apa waktu berhenti? Apa tadi cuma mimpi?

“Raka!”

“Apa Nay?”

“Dengar tidak, sih?”

“Jangan marah-marah terus. Aku pusing, Nay. Aku merasa de javu.”

“Apanya? Sama siapa? Oh jadi kamu pernah ke sini sebelumnya? Perempuan lain, kan?” Volume suara Naya naik beberapa oktaf. Matanya yang bulat semakin membuatnya terlihat galak.

“Nay, apa sih? Seumur hidup aku baru pacarana satu kali, itu juga sama kamu. Tahu kenapa aku paksa kamu ke sini? Aku bawa ini.”

Kukeluarkan sebuah kotak beludru hitam mungil berisi cincin platina dengan batu rubi yang cantik. Belum sempat kata-kata pamungkas keluar dari mulutku, Naya malah mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia berteriak girang.


“Raka! Celine sms, katanya tujuh hari dari sekarang ada hujan meteor! Kamu sekarang paham kan apa filosofinya harapan dengan berdoa pada bintang? Tadi dengar penjelasan aku kan? Semakin banyak bintang jatuh, maka semakin baik. Kamu mau kan memanjatkan harapan untuk kita minggu depan?”

***

Karya lain bisa di lihat di sini

10 Komentar

  1. wah....jadi kejadiannya baru seminggu lagi.... punya kemampuan membaca masa depan ceritanya yah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa sih disimpulkan begitu hehehehe

      maunya ngegambarin kejadian yang berulang-ulang. minggu depan, hujan bintang, balik lagi ke satu minggu sebelumnya

      Hapus
  2. semoga bintang minggu depan membawa berita baik tentang hubungan Raka dan Naya.....

    BalasHapus
  3. eh..maaf, aq kok agak bingung yaa.. hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga apa apa hehe mungkin terlalu mbulet ya mbak?

      Hapus
  4. Final destination! Ya udah, kita tunggu aja minggu depan. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. maunya kayak edge of tomorrow mas hahahaha

      Hapus
  5. hihihi.. aku blm mudeng mak *dikeplaksamamakLinda* :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. mosok berani ngeplak saya haha paling kitik kitik :p

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama