Prompt #55 Sekali Tebas

devianart.com

Agar tidak menimbulkan suara, benda-tajam-yang-tak-kutahu-namanya itu kuikat di punggung. Berjalan di kegelapan malam dengan tubuh tinggi menjulang tentu mudah jadi perhatian. Aku memutuskan merangkak perlahan mendekati paviliun tempat Pieter bermalam.

Benda tadi kutemukan di gudang. Akan menjadi alat sempurna untukku meregang nyawa. Sekali tebas, kepalaku bakal lepas.

“Pieter! Sst..... bangun Pieter!”

“Anna? Kau mau apa?”


“Kau ingat kemarin aku akan memberikan seluruh tabunganku padamu jika kau mau mengabulkan permintaanku?”

“Tapi tabunganmu tidak seberapa. Aku butuh uang lebih banyak.”

“Terserah kau sajalah, Pieter. Dengar. Ingat pepatah ‘sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit’?” Terima saja uang dariku berapapun jumlahnya. Kumohon.”

Pieter mengeryit. Pada keremangan malam dan sinar bulan yang mengintip dari tirai jendela, matanya menusukku tajam, membuatku sulit bernapas.

“Apa sih yang kau minta dariku? Apa itu yang kau ikat di punggungmu?”

Aku berlutut di samping ranjang, melepaskan ikatan, dan menyerahkan benda itu. Pieter melonjak.

“Kau mau apa?!”

“Tebas kepalaku, Pieter, agar aku tak mampu lagi memikirkanmu. Tebas kepalaku agar kepalaku berhenti memutar mencari suaramu. Lakukan apa saja yang kau mau asal kau membebaskanku.”

“Kenapa kau meminta ini?”

“Aku tahu mau kau apakan uangmu. Menikahi putri saudagar kaya itu kan? Perempuan yang kau lihat di ladang musim panas lalu.”

“Lantas apa hubungannya dengamu?”

“Tidak sadarkah kau aku mencintaimu? Aku tidak sanggup melihatmu mencintai orang lain.”

Hening merayapi malam yang semakin kelam dan dingin. Hari menjelang pagi. Pieter menatapku tak percaya seakan ia tak yakin di depannya manusia atau hantu. Yah, sebagai teman sejak masa sekolah wajar ia tak menyadari seberapa dalam perasaanku padanya. Mungkin membawakannya sarapan, membantunya mengerjakan tugas matematika, membantunya membetulkan sepeda, menemaninya ke ladang tiap panen, atau merawatnya tiap sakit tidak menunjukkan perasaanku yang sebenarnya. Mungkin baginya tiap orang akan melakukan hal semacam itu pada temannya. Entah bagaimana caranya menunjukkan cinta kalau bertahun-tahun kau di sisinya justru membuatnya ingin menikahi orang lain.

Kau tidak akan pernah tahu bagaimana cara terbaik membaca hati manusia.

“Jangan memintaku melakukan sesuatu yang mustahil. Jangan bermain-main dengan benda tajam,” Pieter menarik benda itu dan meletakkannya perlahan di kolong ranjang. “Kau bukan perempuan bodoh. Kalau memang benar kau begitu frustasi hingga ingin bunuh diri, coba pikir ulang. Kau cantik dan baik. Banyak lelaki yang akan menyukaimu nanti. Aku mungkin terlalu bodoh untuk menyukaimu. Tapi aku cukup pintar untuk tidak mengiyakan permintaanmu untuk mati.”

Aku ingin berteriak padanya bahwa aku sudah memilih takdir menjadi bodoh sejak mencintainya. Cinta membuat semua orang bodoh dan gila. Cinta itu siksa. Cinta itu....


Sekali tebas, kepala Pieter lepas. Tubuhnya masih meronta, semakin lemah, sebanding dengan hilangnya darah. Dengan begini, aku bisa berhenti berpikir Pieter akan menikahi perempuan lain. Namun aku tak bisa membiarkannya pergi seorang diri. Sekali tebas, kepalaku sendiri lepas. Sekarang kami bisa bersama.

***
Karya lain bisa dilihat di sini.

9 Komentar

  1. aaaah.... tewas semua

    BalasHapus
  2. Aaww..diksi dan alurnya oke. Enak ngebacanya..keren. :)

    BalasHapus
  3. Reaksi awal Pieter saat mendengar permintaan aku rasanya terlalu datar. Seolah yang diminta 'aku' adalah hanya sebuah barang.

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama