Prompt #60 Kejutan Lewat Jam Sembilan

shutterstock.com
Gawat! Sudah jam sembilan lewat! Sulit sekali memprediksi kemacetan di ibu kota dewasa ini. Apalagi jika kau benar-benar terlambat. Harusnya aku sudah di kafe tempat Ryuki menunggu. Katanya dia ingin memberiku sebuah kejutan ulang tahun─yang seharusnya tidak dia katakan padaku karena itu bukan lagi bernama kejutan.


“Kau harus tahu, ini luar biasa! Aku telah mencari-cari hadiah ini ke sepenjuru negeri. Aku tahu kau akan menyukainya. Kupikir kau gila, memiliki standar terlalu tinggi, dan berusaha menyulitkan dirimu sendiri. Tapi sebentar lagi kau akan melepas masa lajangmu. Aku yakin, hadiah yang kuberikan padamu adalah hadiah terbaik yang akan pernah kau terima dariku.”

Dari caranya menjelaskan, aku sudah tahu yang dia maksud hadiah adalah perempuan. Aku pernah menjelaskan padanya, jangan berusaha mencarikanku pasangan. Usia tiga puluh tahun bukanlah waktu yang terlampau tua bagi seorang lajang. Aku hanya terlalu menikmati hidupku. Atau, pekerjaanku.

“Dia tinggi? Kulit kuning langsat? Mata besar? Tulang pipi tajam? Alis tebal? Hidung runcing? Bibir merah sempurna?”

“Ya! Sebutkan lagi seperti yang pernah kau katakan padaku mengenai kesempurnaan. Cerdas? Memiliki selera humor? Kompetitif? Mampu menangani urusan domestik? Bukan pengekang? Berkelas?”

“Rambut legam, bicaranya sopan, masakannya enak, bisa menari?”

“Hadiahku untukmu punya semua itu! Bagaimana menurutmu?”

“Aku harus melihatnya sendiri.”

“Baiklah, kita bertemu di kafe. Jam sembilan. Jangan terlambat. Hadiahku akan datang tepat waktu.”

“Begitu pula denganku.”

Dan disinilah aku, di tengah kemacetan, merasa frustari melihat antrian. Kepalaku mulai membayangkan perempuan itu. Sudahlah, jangan menyebutnya hadiah. Dia perempuan. Jodohku. Sebentar lagi, aku menjadi seorang suami. Gambaran mengenai kesempurnaan itu sudah terpatri dalam benakku. Membuatku makin tidak sabar.

Antrian mulai bergerak. Aku membanting setir ke bahu jalan. Melawan peraturan, mungkin. Oh, mereka akan mengerti bahwa aku terburu-buru. Dunia beserta isinya akan memahami mengapa aku tak dapat bersabar lebih lama lagi.

Ketika jalanan mulai lengang, aku mengendarai mobil di luar batas kecepatan. Cepat sekali. Mobilku seperti melayang. Mataku tidak melihat jalan. Mataku menatap masa depan. Tentang hidupku beserta seorang perempuan.

Brak!

Sesuatu seperti lewat. Kurem mobil mendadak. Bannya berdecit. Bunyi brak tadi sepertinya menandakan mobilku menabrak sesuatu. Apa? Kucing? Anjing?

Aku turun. Di depan mobilku tidak ada apapun. Di bawah? Kolongnya kosong. Di belakang?

Nafasku tercekat. Sesosok tubuh dengan rambut panjang, tergeletak di jalan. Ya Tuhan! Tidak, ini hari ulang tahunku! Tangan kanannya menekuk aneh. Tangan kirinya terlihat. Ada tato berbentuk salib. Beberapa detik aku hanya mematung. Lalu aku kembali ke dalam mobil, meninggalkannya. Sendirian. Terbaring. Mungkin hidup. Lebih mungkin mati.

Ryuki menatapku heran. Keringatku bercucuran.

“Kau baik-baik saja?”

“Iya. Mana hadiahnya?”

“Apa yang terjadi?” Ryuki balik bertanya.

“Sudah, jangan tanya.”

“Dia terlambat. Aku minta maaf. Tidak biasanya dia begini. Mungkin kemacetan yang makin gila ini membuatnya sulit menempati janji. Aku baru saja menelponnya tapi tidak diangkat. Mungkin ia tidak memegang ponselnya.”

“Dari mana kau mengenalnya?”


“Dia staf baru di departemenku. Oh ya, aku lupa. Satu lagi standar sempurna bagimu. Wanita pecinta seni, kan? Dia suka tato. Sepertimu. Salib, di tangan kiri.”

8 Komentar

  1. Kunjungan DIni hari. MEmbaca di sana sini, akhirna terdampar dalam headline blog ini. Saya tertarik dengan slogan blog ini ada disebut "selera" hati. Saya sepakat. Yang namanya SELERA tidak dapat di perdebatkan. Salam dari Bumi Khatulistiwa, Pontianak. Kalimantan Barat

    BalasHapus
  2. Ceritanya menarik Linda. Tapi sepertinya ada lubang yang harus ditambal. Jadi, di mana posisi tertabraknya calon 'jodoh' tokoh aku? Menurut cerita Ryuki, perempuan ini sangat tepat waktu. Apakah dia sedang berjalan kaki ke tempat pertemuan? Di awal cerita malah disebutkan kalau 'aku' sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan. Mestinya 'hadiah' untuk aku sudah sampai duluan, kan?

    Si perempuan juga terjebak macet? Hmm, rasanya tidak. Bukankah tokoh aku menabrak si perempuan itu justru setelah jalanan mulai lengang. Dan itu pun setelah tokoh aku menjalankan mobilnya di trotoar lalu mengebut. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Si perempuan juga melawan peraturan lalu mengebut? Kok dia lalu tertabrak saat berjalan kaki? :)

    Salam.

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama