Prompt Quiz #5 Di Balik Riasan Seorang Perempuan

Burning giraffes and telephone (Salvador Dali)
Seperti biasa, tidak ada kabar dalam waktu yang lama. Aku sudah hafal dengan alasannya. Kalimat pamungkas seperti “Aku sibuk sayang,” atau “Jadwalku terlalu padat,” sudah menjadi makanan pokok buatku. Aku seperti perempuan gila yang terus memeriksa layar ponseln, sekedar berharap sebuah pesan masuk hanya untuk menanyakan apa aku baik-baik saja. Pertanyaan basa-basi semacam apa aku sudah makan atau apa yang sedang kulakukan pun tak kunjung mampir. Layar ponselku tetap mati. Mungkin lama-lama hatiku yang mati.


Ah, apanya yang jauh di mata tapi dekat di hati. Ia jauh tak hanya dalam jangkauan, tapi juga perasaan. Ia tak pernah tahu, di sini aku menangis dalam bisu. Membosankan. Menyedihkan. Seakan tak punya pasangan. Seakan hidup tak berjalan. Tak ada yang mampu kulakukan kecuali menunggu, menunggu, dan menunggu sampai karatan.

“Masih ada aku,” begitu kata sahabatku suatu ketika. Sayangnya yang kurindukan bukan dia, tapi yang di seberang sana.

“Jangan pikirkan dia,” begitu kata adikku seringkali. Bagaimana mungkin tidak memikirkannya, sementara dalam mimpi pun ia acapkali berkunjung.

“Kenapa tidak cari lelaki lain saja?” tanya beberapa orang yang terlalu sering mendengar keluh kesahku. Mereka pikir semudah itu? Seperti kabel telepon, hatiku hanya tersambung padanya. Cuma dia yang mampu menimbulkan getar-getar cinta. Setiap kucoba mengenal lelaki lain, setiap kali itu pula aku merasa buntu. Seakan sudah jelas, lelaki-lelaki itu tidak tercipta untukku.

Mengapa cinta sebegitu menyusahkan? Ia memabukkan seperti minuman beralkohol yang pahit tapi tetap ditenggak. Seperti ganja, ia membuatku melayang, meski akhirnya aku jatuh.

Sekarang genap satu bulan sejak terakhir kali kami berkencan.

Kupeluk boneka jerapah yang ia beri untuk hadiah ulang tahunku. Kalau saja benda ini dia, tuntas sudah rinduku.

Kuhubungi dia. Setelah panggilan kelima, ia mengirimiku sebuah pesan. “Sayang, aku sibuk. Aku di flat. Malam minggu nanti kita kencan. Aku janji. Sudah dulu, ya.” 


Mungkin akan baik bagi kami berdua kalau sesekali aku memberinya kejutan. Bagaimana kalau aku tiba-tiba datang? Lalu kuberi ia sebuah pelukan dan senyuman. Tanpa berpikir panjang aku datang ke flat. Kuketuk pintu flat itu beberapa kali. Agak lama. Pintunya dibuka. Seorang perempuan muncul. Brengsek! Jadi ini yang membuatnya sibuk?

“Mana Zidan? Oh, jadi kau alasan dia jarang menemuiku ya? Dasar jalang! Kau kesepian? Tidak bisa menemukan lelaki lain selain mencuri pasangan orang?”

“Dan, apa yang kau lakukan di sini?”

“Kau tahu namaku? Zidan yang memberitahumu? Aku sungguh tidak tahan!”

Aku berteriak-teriak kesetanan mencari kekasihku. Perempuan bodoh itu menarik-narik tanganku.

Kubuka lemari pakaian Zidan. Di mana sih lelaki pengecut itu sembunyi?

Kini, seluruh isi lemarinya adalah pakaian perempuan. Kutatap wajah penuh riasan perempuan itu. Sekarang aku tahu kemana perginya kekasihku. 

***
Karya lain bisa dilihat di sini. Semoga tulisan ini menang biar dapat Bumi-nya Tere Liye :D Lukisan Salvador Dali memang sangat surel, tapi kali ini gagal bikin prompt yang sureal. 

16 Komentar

  1. suka sama endingnya... ternyata oh ternyata ya...

    BalasHapus
  2. ahahaha.. serius. entah kenapa aku tak pernah bisa menebak akhir dari ceritamu, Lin! :D terus berkarya ya, semoga kamu segera punya buku.

    BalasHapus
  3. Aw.....Zidaaaaannnn *tutup muka*

    BalasHapus
    Balasan
    1. kenapa ditutupin mbak? mau dirias juga? sini sini :D

      Hapus
  4. jadi namanya zidan sekarang siapa? :D

    BalasHapus
  5. kurang soft di ending Mbak. agk terburu2. mungkin kalau dibuang beberapa bagian monologny, dan ditajamkan bagian ending, efeknya lebih dapet :)

    BalasHapus
  6. klise! gak nyangka deh kamu ,.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. klise berarti udah biasa dan kesangka dong mase?

      Hapus
  7. Auww..ide ceritaku mirip cerita Mbak Linda. Aku gak tahu kalau Mbak Linda udah duluan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe nothing new under the sun mbak, rapopo

      Hapus
  8. Perempuan adalah mahluk yang sangat teliti. Dengan sekilas pandang, benaknya mampu menilai dan mengalkulasi seseorang/keadaan. Jadi, seberapa miripkah Zidan dengan sosok perempuan? ;) | dan aku penasaran, apa kira-kira penyebab Zidan berdandan seperti perempuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya beberapa kali ga bisa bedain perempuan yg ternyata lelaki karena terlalu cantik. misal model transgender dena rachman itu. udah mana cantik, anggun lg gerak gerik tubuhnya.

      nah kalo sebabnya memang tidak dijelaskan. karena tidak dijelaskan pun tidak merusak jalan cerita. karena fokus saya dari awal pengen ngangetin si "aku" ini

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama