Regressive Behavior

regressive behavior

Kalau boleh jujur, saya sudah dua-tiga tahun ini curiga. What the hell is this? Why do I behave like this?

Saya akan coba ceritakan secara runut ya. Saat ini, secara kronologis, usia saya adalah 31 tahun. Saya anak 90-an.

Sebagian orang mengira bahwa saya lebih muda dari umur yang sebenarnya. Keluarga dan pasangan saya maklum kalau orang salah paham.

Karena suara saya cempreng. Baby voice. High pitch. Terserah Anda mendefinisikannya sebagai apa.

Ada juga yang bilang karena muka saya awet muda. Oke, ini mungkin efek retinol.

Nah, sebagian lagi berpikiran demikian karena gestur saya. INILAH TITIK MASALAHNYA.

Kadang, gestur saya 11 12 dengan Woo Young Woo. Iya, yang suka paus itu! 


Sumber: Kompas

Enggak, saya ga takut masuk pintur putar. Enggak, saya ga terobsesi dengan paus. Masalahnya, saya stimming.

Sejujurnya, saya sadar tentang stimming ini sejak playgroup. Saya senang mengulang-ulang berbagai gerakan.

Misalnya membuka tutup pintu karena saya merasa tangan ini belum pas memegang kenop.

Saya juga jalan jinjit. Bukan dengan jari, tapi punggung kaki. 

Saya melakukan semua jenis stimming. Durasi dan frekuensinya tergantung dengan siapa saya bersama saat itu.

  • Motor stimming: misalnya gerak maju mundur atau kanan kiri. Woo Young Woo melakukan hand flapping. Saya juga ðŸ˜’ Mantan saya bilang, dia yakin saya lagi senang kalo lagi begitu. 
  • Verbal stimming: mengulang-ulang perkataan. Saya sering melakukannya sendirian.
  • Tactile stimming: mengulang-ulang menyentuh suatu objek, misalnya kenop pintu.
  • Visual stimming: lihatin lampu, lihatin orang-orang lewat
  • Auditory stimming: ini yang setiap hari saya lakukan. SETIAP HARI. Saya hanya bisa dengar musik kalau musiknya cuma 1 dan diputar ulang. Bahkan bisa berjam-jam.
Mungkin Anda berpikir bukankah itu lebih cenderung ke arah autisme atau ADHD?

Kenapa saya malah membicarakan regressive behavior?

Karena ketika saya melakukan hal-hal di atas itu, saya tidak terlihat sesuai dengan umur kronologis.

Saya melakukannya seperti anak kecil. Out of character. 

Bahkan, jika Anda di depan saya, Anda pasti akan paham 100% yang saya maksud.

Karena kadang konteks pembicaraan saya pun berubah. Saya berpikir seperti bocah. Saya mengatakan hal-hal tidak selayaknya dikatakan perempuan usia 31 tahun.

Ini makin parah ketika bersama dengan orang yang saya sangat sukai.

Hal ini terjadi minggu lalu. Setting-nya di public area. Jadi, ketika sadar, saya malu banget.

Saya takut dia malu karena merasa sedang bersama anak kecil. Saya juga takut orang lain menganggap saya aneh.

Btw, ini bukan diagnosis pribadi ya. Psikiater saya juga tahu kok.

Akar masalahnya tentu saja trauma masa kecil.

Saya tahu bahwa regressive behavior ini terutama muncul ketika saya sangat merasa nyaman dan aman bersama orang tersebut.

Sehingga saya merasa lepas dan bebas. Lalu bersikap seperti anak-anak yang butuh perlindungan...

Saya masih akan terapi kok supaya bisa bertingkah laku sesuai umur kronologis.

Oke, segitu dulu ceritanya.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama