Postingan

Menampilkan postingan dengan label #15haringeblogFF

Senyum Untukmu Yang Lucu

"Wah, burungnya terbang, mbak cantik! Burungnya terbang!" Aku ―yang dia panggil mbak cantik ―ikut tersenyum sambil melihat burung kecil yang terbang di langit. Burung itu, burung merpati peliharaannya. Ia memutuskan melepas burung merpati itu di hari ulang tahunnya. "Ini kado ulang tahunku buat dia, mbak, biar dia bebas!" ucapnya penuh semangat. Aku mengangguk-ngangguk sambil terus mempertahankan senyum yang di wajah. "Mbak cantik suka pelihara burung juga?" Aku menggeleng. Ia terus berceloteh. "Padahal burung itu teman yang baik lho, mbak. Aku suka curhat sama burung merpatiku. Oh ya mbak cantik, ayah janji mau belikan aku burung perkutut."

Aku Benci Kamu Hari Ini

Aku benci kamu hari ini! Seruku dalam hati. Karena kamu memaksaku tersenyum dan teringat terus tingkah lakumu. Sungguh, ini betul-betul benci yang teramat besar. Kenapa kamu begini? Kamu tak perlu melakukannya. Cukup. Apa motifmu, membuatku senang setengah mati dan memikirkanmu sepanjang hari? Apa niatmu hingga kau buat aku menelaah kembali bahwa bersamamu itu pasti, nyata, dan harus. Jika ditelisik lebih jauh, kamu jarang bersikap baik. Kamu tak suka bermanis-manis. Kamu menggambarkan ke-akukamu-anmu dengan jelas sehingga aku sadar, denganmu hanya menjadi aku-kamu. Bukan kita. Sehingga aku lupa, kamu juga manusia. Kamu bisa mencinta. Maka, sewaktu-waktu hati kamu luluh tanpa kutahu dan kamu mulai menelusupi benakmu dengan gambarku. Pasti. Seperti sekarang. Kenapa aku membencimu? Karena setelah sekian lama aku mencinta, tiba-tiba kamu membalasnya membabi buta. Kamu ungkapkan semua, kamu tunjukkan yang ada. Bahwa kamu mau, ada ke-kita-an di antara aku dan kamu. Inilah kita.

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku

Kuselipkan dengan hati-hati, tak lupa kubiarkan polesan lipstikku menempel di sana, di sudut kirinya.Surat pendek, berisi pesan agar kau jaga diri dan sampi di tujuan dengan selamat. Kupanjatkan setumpuk doa sepanjang hari semoga Tuhan menjagamu nanti. Kupintakan beragam hal pula. Supaya kau sukses di rantau dan segera pulang. Tapi, surat itu bukan dariku. Itu surat perempuan yang tengah duduk semeja denganku. Ia bilang kau akan meninggalkan kampung ini dan mencari kerja nun jauh di ibukota. Katanya lagi dengan bangga, kau berjanji melamarnya segera, setelah kalian bisa membangun rumah sederhana dan membeli mobil tua. ah, iri aku dibuatnya. Kerling matanya, senyum cerianya, penantian panjangnya. Kenapa dia yang menantimu pulang? Aku juga bisa! Kuputuskan tanpa basa-basi. Kulihat menyelipkan surat untukmu, di saku bajumu yang tergantung rapi. Tapi pasti kuganti dengan namaku tertera di sana, dengan sepenuh cinta, dan kecup manis menggigit yang centil. Ya, ketika kau pulang, kau h...

Ada Dia di Matamu

Ada dia di matamu. Selalu bergumam lucu. Bergelung nyaman. Meraih dan melingkupi dunia kecil, dunia miliknya sendiri. Ada dia di matamu. Dia yang teguh berdiri. Dia yang punya pendapat sendiri. Bukan seperti aku atau kamu atau mereka. Karena dia adalah dia. Seorang yang takkan runtuh apalagi limbung. Meski seribu bencana mencoba melumpuhkan. Coba lihat! Caranya melempar pandang yang agak sendu tapi kuat nan teduh. Tak henti-henti memancarkan senyum dan ketenangan walau bibirnya tetap diam. Pernahkah kau mendengar keluh kesahnya? Percayalah, hal itu bukanlah bagian dari kepribadiannya! "Kenapa kau tidak mengerti aku, bu? Bukankah kau bilang tiap orang itu unik karena berbeda? Mengapa kau  tidak membiarkan aku menjadi diriku, bu? Sementara kau bisa memahami orang lain dengan karakteristik mereka. Tidakkah kau pahami lukaku, bu?" Itulah sepotong percakapan yang kudengar antara kau dan ibumu. Kau mengiba, mencari celah meloloskan kebekukan hatinya. Agar ia mau melirik barang s...

Jadilah Milikku! Mau?

"Niki!" teriak Shoji. Namun Niki tidak mau menoleh. Ia justru mempercepat langkahnya. Shoji tidak kurang akal. Ia berhenti mengejar Niki lalu masuk ke dalam sebuah toko. Sementara Niki sadar bahwa Shoji tidak lagi mengejarnya. Ia berbalik. "Kok aku sendirian?" bisiknya malu. Niki seegra mencari Shoji. Keterlaluan! Kenapa dia meninggalkanku? Dia tidak mengerti ya kalau aku hanya merajuk? Ah, ini tidak lucu! Niki memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Namun ia tidak menemukan Shoji. Sementara Shoji sibuk memilih sesuatu di dalam sebuah toko. "Ini saja mbak," ujarnya. Niki terduduk lemas di sebuah resto. Pandangannya bergulir pada wajah setiap lelaki yang lewat. Ah, kemana Shoji, apa ia betul-betul marah padaku, gumamnya. Ia takut Shoji menganggapnya kekanakan karena sering ngambek . Akhirnya ia memesan makan siang. Coba saja kutelpon Shoji dan minta maaf, pasti dia kembali kemari dan menjemputku pulang, ujarnya dalam hati. Sementara itu, Shoji telah meli...

Aku Maunya Kamu, Titik!

"Mau yang mana sayang?" tanya ibu padaku. Aku memiringkan kepala sedikit. Yang mana ya? Harus yang belum pernah kupunya. Sesuatu yang memenuhi kriteria yang telah kutetapkan. Tapi aku menggeleng. Tidak, yang kuinginkan tidak ada di sini. Aku memberi isyarat penolakan pada ibu. "Loh, kenapa?" tanya ibu lembut sembari mengecup ubun-ubunku dan mengelus pundakku. Aku menarik tangannya. Entah mengapa, di sana tadi tidak menarik hatiku. Aku lelah telah berkeliling seharian. Namun ibuku tetap penuh semangat menemani. Ia memang perempuan tangguh! Tak peduli hari berhujan seperti ini yang dinginnya menembus kulit dan menyakiti tulang belulang. Walau lebih baik baginya bergelung dala selimut dan menanti ayah pulang. Kalaupun ia mau, ia bisa meminta Mbok Nur atau Kang Dadi mengantarku pergi. Begitulah seorang ibu. Ia ingin langsung turut campur pada perkara buah hatinya.

"Kamu Manis," kataku

"Lihat!" seruku girang. Kutunjukkan gelembung-gelembung sabun yang menari-nari di atas permukaan air. Air bercampur sabun dapat menghasilkan sesuatu yang menakjubkan berupa gelembung-gelembung cantik yang ketika ditiup akan melayang-layang. Kau memperhatikannya dengan wajah merona. Entah mengapa, tiap kutunjukkan sesuatu padamu, ekspresi wajahmu selalu indah. Kau tampak tersenyum dalam kedamaian. Anak rambutmu dipermainkan angin yang membelai-belai, merayuku untuk menyentuhnya. "Suka? Ayo ikut main!" paksaku. Kutarik tangannya. Ia tersenyum semakin lebar--dan bagiku semakin manis. Kami bergantian meniup gelembung sabun dari sebatang kawat yang ujungnya kubengkokkan agar melingkar. Ia sama bersemangatnya denganku. Tiap kutiup sebuah gelembung, ia akan mengejarnya dan berusaha memecahkannya. aku tertawa-tawa. Ia terduduk lemas di atas rumput. Mungkin lelah. Matanya yang cekung dan kulitnya yang pucat nampak kontras dengan keadaan di sekeliling kami yang segar mer...

Dag Dig Dug!

Siapa di sana? Siapa dia? Wajahnya tertutup topi jerami lebar. Aku hanya dapat melihat seulas senyum tipis yang bernaung pada bibir coklatnya. Tangannya yang nampak kasar dan berkapal--khas lelaki--sibuk mengetik di notebook yang sama dengan milikku. Tangannya begitu cekatan dan terampil. Sembari mendengarkan musik dan sesekali menyesap minuman dalam botol plastik, ia begitu larut dalam kesibukan. Tangannya terus mengetik dan mengetik hingga mebuatku penasaran. Apa sih yang sedang ia kerjakan? Kenapa begitu asyik? Ia tidak mempedulikan lalu lalang orang atau keributan-keributan di sekitarnya. Ia tetap menatap layar notebook dan tak menghiraukanku yang masih menatapnya.