Kisah-Kisah Mencekam Ala Edgar Allan Poe


Judul               :           Kisah-Kisah Tengah Malam
Penulis             :           Edgar Allan Poe
Alih Bahasa     :           Maggie Tiojakin
Penerbit           :           PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal               :           245 halaman
Cetakan           :           kedua, Juli 2011

            Siapa tak kenal Edgar Allan Poe? Minimal, mendengar namanya. Sebagai pecinta puisi atau cerita pendek, mungkin anda salah satu penggemar berat Edgar Allan Poe. Saya sendiri beberapa kali mendengar namanya disebut; entah di koran, di dalam sebuah cerita, bahkan dalam dialog film. Saya sering bertanya-tanya, siapa Edgar Allan Poe? Tentu karya-karyanya begitu membekas di hati para pembaca hingga namanya begitu masyhur.
            Suatu hari, saya melihat nama Edgar Allan Poe di sebuah sampul buku di sebuah toko. Tertarik, saya memutuskan membelinya. Saya baru tahu, ternyata ini bukan sebuah novel. Buku ini adalah kumpulan 13 cerpen karya Edgar Allan Poe yang diterjemahkan oleh Maggie Tiojakin. Dan, saya langsung terpesona―bahkan membaca berulang kali―cerpen berjudul Gema Jantung yang Tersiksa yang ditulis pada 1843. Oh, begini rupanya sensasi yang didapatkan para penggemar tulisan Edgar Allan Poe, begitu ucap saya dalam hati.
            Dikisahkan, seseorang yang merasa terintimidasi oleh pandangan mata tua kakeknya. Maka, suatu malam, setelah berlaku baik dan berusaha tidak bersikap mencurigakan selama tujuh malam berturut-turut, ia memutuskan membunuh sang kakek pada malam kedelapan. Di sini sudah terlihat jelas karakter cerpen seorang Edgar Allan Poe. Tidak hanya kalimat-kalimat dalam cerpennya berupa kalimat panjang. Ia juga sukses besar memacu jantung dan menaikkan adrenalin pembaca! Seakan saya ikut terseret arus pusaran imajinasi Edgar Allan Poe.
            Oh ya, cerpen Gema Jantung yang Tersiksa memiliki tempat tersendiri di hati saya. Sebab, pada penyelenggaraan La Sastra di SMA Negeri 5 Bogor beberapa tahun lalu, saya menonoton monolog seorang gadis―saya lupa namanya maupun asal sekolahnya―yang menyadur cerpen ini sebagai naskah monolognya. Selain karena kisah monolognya yang menurut saya paling bagus walau ia tidak meraih juara satu, saya dapat merasakan terror dari aktingnya sebagai seorang pembunuh. Sampai detik ini, saya masih kagum baik pada cerpen Edgar Allan Poe maupun monolog seorang gadis dalam La Sastra itu.
            Cerpen yang tak kalah menarik berjudul Mengobrol dengan Mummy yang ditulis tahun 1845. Selain ide cerita yang menggelitik, saya kagum dengan pengetahuan Edgar Allan Poe dalam menjabarkan sesuatu melalui dialog-dialog antartokoh bikinannya. Cerpen-cerpen lainnya pun tak kalah seru dan seluruhnya sangat khas Edgar Allan Poe, di antaranya Hop-Frog, Setan Merah, dan Misteri Rumah Keluarga Usher. Bagi anda penggemar cerita misteri, mencekam, sadis atau tak terduga, silakan membaca buku ini. Dijamin, anda akan terbengong-bengong mengikuti imajinasi seorang Edgar Allan Poe!
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama