Mencuri Raden Saleh Review: Film Indonesia Pertama Bergenre Heist



Mencuri Raden Saleh mungkin salah satu film terbaik Angga Dwimas Sasongko. Film berdurasi dua jam 34 menit ini berhasil membangun twist dan ketegangan berlapis. Sebanyak lapisan wafer. Tenang, Anda takkan merasa bosan dengan durasi yang begitu panjang. Sebab, plotnya sungguh cerdas nan menghibur. Apalagi, jajaran pemain yang lolos kasting film ini bukan aktor kaleng-kaleng!

Angga adalah salah satu sutradara brilian tanah air dengan beberapa karya menggelitik. Di antaranya adalah Surat dari Praha, Love for Sale, dan Bukaan 8. Pasti Anda juga familiar dengan karya Angga lainnya seperti Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini atau Filosofi Kopi. Setelah 16 tahun berkarir, Angga menggebrak dengan genre yang terhitung baru di Indonesia: heist.

Heist adalah subgenre kriminal. Heist, sesuai namanya, adalah film yang berpusat pada kasus perampokan. Pakemnya kurang lebih seperti ini: merencanakan, melakukan, hingga menerima akibat dari perampokan yang dilakukan. Jika umumnya genre kriminal fokus pada proses investigasinya, heist fokus pada detail perampokannya. Ya, maksudnya, detail si perampok merencanakan aksinya.

Mencuri Raden Saleh merupakan pertunjukan kepiawaian lainnya dari Angga. Saya tak membahas mengenai seberapa detail perencanaan perampokan dalam film ini. Saya juga tak membahas seberapa bagus perencanaan perampokannya karena saya kekurangan referensi. Namun, saya membahas mengenai kecerdasan Angga dalam meramu plot Mencuri Raden Saleh. Dua jam 34 menit saya yang berharga menjadi tak sia-sia.

Alkisah, Piko (Iqbaal Ramadhan) dan Ucup (Angga Yunanda) adalah dua sekawan yang mencari nafkah dengan memalsukan barang. Nantinya, Anda akan melihat chemistry kuat dari dua sekawan ini. Bromance mereka terasa rekat sampai titik terakhir. Piko dan Ucup begitu dekat karena kesamaan nasib. Hidup yang berat membuat mereka nekat. 

Piko memiliki kekasih, Sarah (Aghniny Haque), seorang calon atlet PON. Sarah yang seksi, berotot, dan super kuat ini menjadi salah satu tokoh favorit saya. Alasannya sederhana, representasi. Saya senang melihat film-film Indonesia sudah mengakomodasi ruang untuk perempuan-perempuan hebat di layar lebar. Aghni jelas memerenkan perannya dengan sepenuh hati.

Piko dan Ucup memiliki teman dua orang montir yang senang melakukan judi balap liar. Mereka adalah Gofar (Umay Shahab) dan Tuktuk (Ari Irham). Oh, saya juga mengapresiasi dua tokoh ini. Ari nampaknya berhasil lepas dari image pretty boy lewat perannya dalam Mencuri Raden Saleh. Inilah pertama kalinya saya benar-benar memperhitungkan akting Ari. Lebih karena saya kurang suka film-film Ari yang lain.

Terakhir, kawanan pencuri ini memiliki anggota tambahan yaitu Fella (Rachel Amanda Aurora). Saya juga terkejut dengan kemampuan akting Amanda. Anda dapat melihat kemampuannya flirting, menjadi bandar judi, hingga menipu polisi saat macet. Tokoh Fella adalah tokoh yang sangat keren dan mampu mencuri perhatian.

Eh, sebenarnya sih, SEMUA AKTOR dalam Mencuri Raden Saleh mampu mencuri perhatian. Bayangkan, ada deretan aktor kawakan seperti Tyo Pakusadewo, Atiqah Hasiholan, hingga Dwi Sasono. Bahkan, Angga menggandeng Muhammad Khan, aktor pemeran utama pria terbaik dalam Piala Citra 2019. Padahal, itu adalah karya debutnya. Luar biasa, kan?

Oke-oke, saya terlalu banyak membahas aktornya. Mari fokus ke jalan ceritanya. Nah, Piko dan Ucup berusaha mendapatkan uang sebesar dua miliar untuk Budiman Sugiarto (Dwi Sasono). Budiman dijebak oleh teman-temannya sehingga mendekam di penjara. Sebagai anak yang berbakti, Piko ingin mengupayakan kebebasan sang ayah.

Ia pun berusaha tawar menawar dengan Dini (Atiqah Hasiholan) untuk menjual lukisan palsu dengan harga lebih tinggi. Namun, Dini yang merupakan tangan kanan Permadi (Tyo Pakusadewo) malah menjebak Piko. Piko dipaksa untuk mencuri lukisan Raden Saleh yang berada di Istana Negara. Bila tidak, Budiman mungkin akan lenyap. Piko dan kawanannya pun merencanakan pencurian terbesar abad ini.

Rangkuman jalan cerita di atas mungkin terdengar biasa. Sayangnya, saya tak menyangka, plot twistnya berlapis-lapis seperti wafer. Biasanya, ketika sebuah film menyuguhkan banyak plot twist, saya tak merasa cukup terkhianati. Namun, plot twist terakhir, alias puncaknya, membuat ekspresi muka saya jadi jelek. Saya ikut merasa marah dan sakit hati. Saya pun kaget, kok bisa saya merasakan emosi itu?!

Duh, saya ingin sekali membocorkan plot twistnya karena terlalu keren. Namun Anda pasti marah jika mendapat bocoran film dari blogpost yang tak sengaja Anda baca. Jadi, saya berupaya menahan diri,

Saya akan bahas mengenai kekuatan film ini. Pertama adalah kemampuan Angga menulis dialog-dialog yang relatable. Oh, saya lupa menyebutkan nama penulis naskah satunya yaitu Husein M. Atmodjo. Ada banyak sekali dialog berkesan dalam film ini yang dikemas begitu natural. Penyampaian dialog-dialog ini oleh para aktor juga sempurna, tak terkesan cringey. Kalau iya pun minimal sekali.

Contohnya adalah sentimen orang miskin terhadap orang kaya. Orang miskin yang selalu berpikir bahwa orang kaya tak punya perasaan dan sombong. Dialog lain adalah ketika Sarah begitu marah terhadap Piko. Kalau Anda pernah jatuh cinta dan berada dalam hubungan, ada kemungkinan 50% Anda di posisi itu. 

Selama ini saya kagum dengan Iqbaal Ramadhan yang mampu membuat dialog menggelikan terdengar alami. Anda bisa lihat sendiri dalam Dilan. Namun, pencapaian Iqbaal dan kawan-kawannya dalam Mencuri Raden Saleh terbilang pada tingkatan lebih tinggi. Saya jadi penasaran, bagaimana proses reading mereka berjalan.

Kekuatan kedua adalah chemistry antartokoh yang aduh-kok-bisa-sebegitu-bagusnya. Saya jadi geregetan sendiri karena tak menemukan celah mengkritisi HAHAHA. Kalau Tyo Pakusadewo, Atiqah Hasiholan, dan Dwi Sasono bermain begitu apik kan sudah biasa. Mereka sudah selayaknya selalu menunjukkan akting yang memicu applause.

Nah, para pemain muda ini? Waduh.... saya kaget bahwa saya bisa jatuh cinta dengan semua kawanan pencuri. Baik itu Iqbaal, Aghni, Angga, Umay, Ari, dan Amanda. Kok ya mereka bisa klop banget? Saya senang banget banget lihat para aktor dan aktris muda ini menunjukkan potensi yang luar biasa. Saya jadi optimis, loh, dengan masa depan perfilman Indonesia!

Ketiga, filmnya niat. Ya bujetnya gede, sih. Selain akting dan naskah yang mumpuni, tata suaranya itu epik banget. Tata suaranya sukses membangun ketegangan, sampai saya dan pacar pegangan tangan erat banget. Saya duduknya ga nyender. Rasanya tuh seperti nonton film perang atau film horor saking deg deg plesnya jantung saya. Pengambilan gambarnya dan perpindahan dari satu scene ke scene lain juga manis.

Keempat, saya senang banget karena film ini tak menjadikan karya seni dan lukisan di film ini hanya sekadar lewat. Risetnya niat. Beneran mengangkat tentang seni. Saya yang kurang paham seni aja jadi takjub. Saya belum pernah nonton pameran, tak mengerti keindahan lukisan, dan tak punya jiwa seni. Namun, saya inginnnnn sekali melihat karya-karya pelukis Indonesia karena film ini. Tentunya, terutama lukisan Raden Saleh.

Mari kita bahas kekurangannya deh. Oke hmm ada beberapa dialog yang artikulasinya kurang jelas. Saya agak jengkel karena kurang nangkap beberapa bagian dalam film ini. Saya juga penasaran sama plot twist terakhir. Otak saya masih penasaran, itu maksudnya gimana sih? Saya sejujurnya kurang terkesan dengan Andrea Dian dan Ganindra Bimo. Entah karena scene sedikit, karakter yang masih bisa dikuatkan lagi, atau memang saya yang kuras puas.

Terakhir, saya senang sekali karena kemungkinan Mencuri Raden Saleh akan menjadi film pembuka. Maksudnya, akan menjadi saga. Soalnya kan, open ending tuh. Saya sih, mau banget nonton lagi kalau sampai jadi trilogi atau lainnya. Bahkan, jadi universe pun saya dukung! Saya juga angkat jempol dengan product placement dalam film ini. Lembut, tak mengganggu plot!


Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama