Yang Berubah dan Menetap


            Banyak hal yang telah gue lalui sepanjang Bulan Februari sampe Maret. Dan sebentar lagi gue bakal memasuki Bulan April. Gimana ya ceritanya tanpa gue harus merasa keselek? Dari tadi pagi mendadak gue punya keinginan kuat buat curhat dan mempostingnya di blog. Bukan, bukan buat dibaca orang. Bukan maksud kode atau apalah. Gue cuma merasa harus melepaskan apa yang menghimpit pikiran.
            Dari Sabtu minggu lalu gue sakit. Teman-teman gue menasehati supaya gue jaga pola makan dan jangan makan sembarangan. Padahal biasanya makan apa pun juga gue ga sakit. Itu nasi padang seperti yang biasa gue makan. Itu juga rujak yang udah biasa gue ganyang. Ternyata gue sampe sesakit itu. Sampe ga bisa bangun. Sampe ga masuk kuliah. Dan menghabiskan sepanjang waktu gue selama dua hari di atas kasur.
            Mereka ga salah. Tapi mereka juga ga sepenuhnya benar.

            Siapa bilang sakit cuma karena salah makan? Sakit juga bisa karena banyak pikiran. Makan perasaan. Capek yang ditahan. Engap yang ga kebuang. Rasanya kemarin-kemarin gue melepaskan kepasrahan atas segala hal yang berada di luar kendali. Gue bersyukur atas rasa sakit ini. Gue juga bersyukur atas akhir cerita ini.
            At least gue punya kehidupan yang menyenangkan. Mendadak ambrol di Selasa kemarin. Gue ga menjelaskan secara eksplisit kepada teman-teman tentang apa yang gue rasakan. Tapi gue menjelaskan secara tersirat apa yang gue lalui selama dua bulan belakangan.
            Gue merasa jatuh bangun melawan diri sendiri. Gue belajar ga peduli karena setiap gue mencoba berpikir dan introspeksi, gue merasa ngilu. Bukan berarti ego gue terlalu besar atau gue ga merenungi kesalahan-kesalahan yang gue perbuat. Bukan. Gue sadar sesadar-sadarnya orang sadar bahwa yang gue lakukan mungkin keterlaluan. Kelewatan. Sampe melewati batas yang bisa diterima seseorang dalam kesabarannya mengenal gue selama beberapa waktu belakangan.
            Kemudian semua pecah dalam satu hari.
            Sejak itu gue berubah. Gue yang tukang curhat parah dan tiap hari ada aja hal sederhana tapi membahagiakan yang gue ceritakan pada orang-orang, sekarang lenyap ga berbekas. Boro-boro cerita. Mungkin cuma perasaan gue kalo hari-hari lewat terlalu cepat. Tanpa sadar udah mau UTS. Tapi bagusan gini sih daripada gue merasakan tiap fase, tiap detik, dalam keluhan. Kan semua itu salah gue, ya ga mungkin gue keluhkan. Itu risiko dari perbuatan gue.
            Banyak hal yang gue ubah dalam waktu singkat. Bisa dibilang revolusi dalam sekejap.
Gue yang biasanya tidur sampe larut malam bahkan pagi, sekarang habis maghrib atau isya langsung tidur pun gue jabani.
Gue yang biasanya kesulitan tanpa pulsa modem, menunda-nunda keinginan isi pulsa setengah mati.
Gue berhenti nulis fiksi untuk sementara karena gue khawatir setiap puisi, cerpen, atau apapun yang gue hasilkan isinya cuma curhat colongan.
Di atas jam sembilan, sekarang hape gue bisa dipastikan udah ga aktif.
Biasanya gue mengaktifkan tiga nomer hape, sekarang cuma dua.
Gue juga menghindari film-film drama meski cuma buat hiburan.
Gue ganti wallpaper hape dan menghapus bersih inbox email.
Gue berusaha keras mengganti seluruh rutinitas.


Sayangnya ada yang tetap tidak bisa gue ubah dan gue pasrah akan hal itu.
Mimpi-mimpi yang sama dengan yang gue terima sejak semester satu karena mengubah isi mimpi itu di luar kuasa gue.
Isi doa gue tetap sama walau gue berusaha mengubahnya karena kadang isi doa gue bagai latah.
Ingatan-ingatan yang mungkin akan tetap nempel di kepala sampai akhir hayat pun tetap gue biarkan keluar dengan sendirinya karena gue percaya itu bukan hal yang perlu gue lawan.
Bebera minggu awal di Februari gue sampe takut sama musik hahahha, gue sampe matiin radio atau hape kalo tanpsa senegaja playlistnya mellow.
Gue pokoknya menghindari segala bentuk hal yang menyangkut memori.

            Sekarang gue paham bahwa kehidupan terus berjalan. Ini ga sekacau yang gue kira. Gue mampu dan nyatanya gue bisa. Walau awalnya gue pikir mustahil bisa bernafas dengan cara yang sama. Bukan lebay tapi gue beneran udah ngebayangin betapa jauhnya nanti gue mengalami kemunduran. Ternyata gue maju dengan cepat. Dan gue baik-baik saja.
            Gue mungkin belum bisa melihat subjeknya. Masih berusaha untuk terbiasa dengan hal-hal yang ada dan tiada berhubungan dengan si subjek. Tapi gue yakin gue udah bangkit. Nanti kalo saatnya tiba gue bakal mengucapkan maaf dan terima kasih langsung ke subjeknya. Sekarang belum. Gue ga mau menyayangkan yang udah terjadi. Berhenti maka berhentilah. Masa lalu maka biarkanlah. Hidup gue akan terus berjalan. Dengan atau tanpa impian yang sudah gue simpan sejak hari kedua di 2011 ketika gue mengenal subjek.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama