http://www.gramediapustakautama.com/buku-detail/82746/The-Hunger-Games
Judul : The
Hunger Games
Penulis : Suzanne
Collins
Alih Bahasa : Hetih
Rusli
Tebal : 408
halaman
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
Pasti seru kalau sebuah negara membuat permainan yang
melibatkan remaja-remaja dari seluruh pelosok tanah air yang menjanjikan hadiah berupa kemakmuran hidup sekeluarga. Namun, bagaimana kalau yang dipertaruhkan dalam
permainan tersebut adalah nyawa? Sebab pilihannya cuma dua. Membunuh atau
dibunuh. Apa kau rela membunuh laki-laki yang menyelamatkanmu dari kelaparan
demi sebuah gelar kemenangan?
Pertanyaan itulah yang menghantui pikiran tokoh utama
novel Hunger Games, Katniss Everdeen.
Berdasarkan pengocokan tahunan yang dilakukan di alun-alun distrik di kedua belas
distrik negara Panem (dulunya Amerika Utara) adiknya―Primrose Everdeen―dan
seorang anak lelaki yang pernah memberinya roti, Peeta Mellark, harus terjun ke
arena pertarungan. Katniss yang sangat mencintai sang adik mengajukan diri
menggantikan adiknya mengikuti permainan Hunger Games. Kegamangan muncul karena
ia tak punya pilihan selain membunuh Peeta. Tidak ada kawan, semua adalah
lawan.
Suzanne Collins menciptakan sebuah negara dengan
pemerintah yang buruk dan keji. Tak hanya menciptakan permainan
membunuh-atau-dibunuh ini, Negara Panem juga menciptakan kepahitan demi
kepahitan yang harus diterima rakyatnya. Para peserta Hunger Games didandani
layaknya raja dan ratu yang akan pergi ke pesta mewakili distriknya. Mereka
disanjung sebagai pahlawan dan mengikuti wawancara televisi. Persiapan mereka
sebelum masuk arena selalu disorot kamera. Kedua belas distrik disuruh ikut
merayakannya bagai kenduri akbar yang menyambut kematian satu demi satu pemain.
Apa yang menarik selain cerita yang unik? Dengan mudah,
tokoh utamanya mengundang senyum. Katniss yang menjalani kehidupan yang keras
tidak menjadi cengeng atau lemah. Meski perempuan, dengan gagah ia menyandang
busur dan anak panah. Hubungan yang rumit dengan ibunya yang depresi, sikapnya
yang sangat melindungi pada sang adik, hinga kerekatan persahabatannya dengan
Gale mewarnai kisahnya dalam novel ini. Kekuatan hati Katniss diuji ketika ia
tahu ia tak hanya berhutang sepotong roti pada Peeta. Anak lelaki yang tulus
itu menjadikannya cinta pertama dan meletakkan kepercayaan padanya.
Walau apa yang dijalani Katniss sekilas terasa mudah dan
narasi yang panjang awalnya membuat saya bosan. Cerita mulai menarik ketika
Katniss dan Peeta berusaha memberontak dan keluar dari aturan main Hunger
Games. Bukan berarti kisahnya tidak mudah ditebak. Tapi sosok Peeta yang
terlalu sempurna kadang membuat saya berpikir Katniss sebagai gadis yang
dicintainya terlalu beruntung.
Petualangan tidak berhenti ketika pemenang telah
diumumkan. Sekali lolos dari lubang jarum dan Katniss tidak tahu petualangan
baru yang lebih mencengangkan menunggunya di buku kedua trilogi ini, The Catching Fire. Sebagai penyuka
fiksi, buku ini layak dinikmati. Selain inspirasi dari setting cerita dan tokoh
Katniss yang tak paham cinta dan benci, novel ini tidak membutuhkan kening yang
berkerut untuk dinikmati.
|