Biar Nekat Asal Selamat!

Ceritanya, gue adalah seorang mahasiswa biasa yang jatuh cinta pada rutinitasnya. Ga usah gue jelasin kenapa. Naaah tapi ada kalanya kan rutinitas itu bikin bosen? Tentu kita merasa harus melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan. Dalam melakukannya pun kita butuh waktu luang. Nah, itulah gunanya libur panjang!

Sebetulnya gue ga pernah mimpi buat traveling jauh-jauh. Pertama, gue ga bakal dapat izin traveling sendirian. Jalan-jalan rombongan sama teman aja paling di seputar bogor. Kedua, gue ga bisa mengharapkan orang tua punya waktu buat traveling. Kan mereka kerja dan waktu cuti mereka terbatas. Ketiga, soal finansial yang bikin mimpi gue semakin suram. Gue pikir, ada ga sih jalan-jalan yang gratis?


Eeeh tanpa gue duga, hal ini menjadi nyata. Dream come true! Padahal gue bukan siapa-siapa, gue cuma seorang Linda yang masih jadi mahasiswa. Tapi liburan gue ada sponsornya. Mm ga sih, bukan gue juga. Tapi keluarga gue. Juara ga tuh? Hehe, alhamdulillah. Sponsor ini datang karena pekerjaan bokap. Bokap yang ditugaskan di Papua mendapat kesempatan mengajak keluarganya datang. Pas lebaran kemarin.

Lalu gue dan nyokap dan adek pun sampai di Papua. Kesan pertama, bandaranya sederhana ya. Beda banget sama Soerkarno-Hatta. Kesan kedua langsung hinggap di kepala yaitu cuaca. Panaaaas! Pantas nama lain Papua itu Irian. Alias tanah panas dalam Bahasa Biak. Singkat cerita, gue menghabiskan waktu enam hari di Jayapura. Belum ada kejadian nekat-nekat sih selain jatuh cinta, muehehehe.

Hari ketujuh gue sekeluarga berangkat ke Timika. Bisa ditempuh lewat jalur udara. Gue baru tahu tempat ini dingin dan indah. Gue maksud dingin karena gue pergi ke pegununganya! Ini impian gue buat merasakan gimana enaknya berada di gunung. Keluarga gue bukan tipe yang suka menjelajah alam, memang. Kali ini beda. kami pergi ke pegunungan yang puncaknya bersalju sekaligus mengandung emas. Kami ke tempat pertambangannya Freeport.

Di sinilah kenekatan gue dimulai. Bokap pengen bawa gue naik ke salah satu puncak gunung itu. Namanya Grasberg Mine. Dengan ketinggian 4285 meter, nyokap langsung ga setuju. Wajar sih. Nyokap khawatir sinus dan alergi dingin gue kambuh. Nyokap pikir, mana mungkin anaknya kuat? Sebaliknya, bokap berpikir, kasihan juga udah jauh-jauh ke sini ga dapat pengalaman naik gunung. So gue iyakan saja ajakan naik ke puncak gunung.

Hari pertama di Timika, gue sekeluarga menginap di guest house milik Freeport. Kalian ga akan menemukan pendingin ruangan di sini. Tapi pemanas ruangan. Tiap ruangan dilengkapi alat pemanas yang bisa diatur tingkat kehangatannya. Saran dari tetangga sebelah kamar, jangan diatur sampai volume maks. Bisa bikin mimisan. Okeee, dicatet.

Waktunya makan malam, gue disuruh pakai baju rangkap dua. Gue pikir, duh ini idung mulai kerasa sakit yak. Alhasil sebelum keluar dari kamar gue jalan mondar-mandir biar badan panas. Semakin gue cepat jalannya semakin gue merasa kok sia-sia. Akhirnya gue ngeluh ke orang tua dan bilang ga kuat sama dinginnya. Terus gue dikasih pinjam jaket teknisi tambang. Ada lambang kendaraan beratnya. Weees keren juga J

dokumentasi pribadi
Jadi kenekatan gue berani berada di sana sudah diselamatkan oleh satu hal yaitu jaket super tebal. Fotonya kayak gini. Adek gue ga bisa nahan ketawa liat gue dalam balutan jaket yang gedeeee banget. Ya tapi mau gimana, cuma ini satu-satunya cara gue ga hipotermia, huehehehe.

Sayangnya di sini orang-orang ga menyediakan air minum hangat. Di Bogor aja sehari-hari gue minum air hangat malah cenderung panas. Lah ini udah di daerah gunung, air biasa di taro di dalam kamar suhu ruangnya rendah banget, begitu diminum airnya kayak baru keluar dari kulkas. Gue tersiksa dan gue khawatir pada tenggorokan. Pas makan malam gue lebih milih minuman berwarna dan berasa seperti teh karena tersedia dalam kondisi panas. Padahal minum teh sambil makan itu kurang baik, lho.

Malamnya gue tidur dengan baju tiga lapis tapi bercelana pendek. Baju tidur gue yang celana panjang belum dicuci soalnya. Gue menyesal kenapa ga bawa celana olahraga atau celana apalah yang panjang, tebal, dan bisa dipake tidur. Ternyata gue bisa tidur nyenyak tanpa masalah.

Keesokan harinya pun gue melakukan hal nekat yang selama ini dilarang orang tua gue terutama nyokap. Naik ke gunung. Dengan mobil, gue sekeluarga berangkat ke puncak Grasberg. Jalanannya berbatu dan ga bisa dibilang nyaman. Apalagi gue pake helm tambang dan sepatu bot pula. Bikin ruang gerak gue terbatas. Sekaligus bikin hangat.

Naik beberapa kilometer, gue merasa dada kayak diremas. Bayangkan dada lo itu sebuah selang karet dan selang itu kegencet pintu. Persis. Gue pikir ini cuma perasaan gue aja. Orang yang masuk rombongan keluarga gue termasuk orang tua gue udah wanti-wanti supaya bergerak hati-hati. Ga usah jalan terlalu cepat karena nanti sesak nafas. Di atas kadar oksigennya tipis. Terus ga usah sarapan terlalu banyak. Gue ikutin sarannya tapi gue tetap merasa tercekik.

Gue ga berani bilang karena gue ga mau dibawa turun. Gue kan penasaran huehehehe. Ini nekat, fisik gue ga setuju, tapi hati gue bilang iya. Gue berusaha meyakinkan diri bahwa ga akan ada apa-apa. Masak baju setebal ini, baju kayak orang kutub, gue ga mampu?

Ternyata enggak.

Dan gue diselamatkan oleh hujan. Sampai di puncak, keluarga gue asyik foto-foto. Sementara gue bergerak sangat pelan. Dengan dada yang bukan diremas lagi tapi ditonjok. Bahkan ekspresi gue di foto kurang bagus. Ada foto yang menampilkan wajah gue seperti merasa sakit. Iyalah, lagi ga di puncak gunung aja ini sinus sama alergi kalo kambuh sakit banget apalagi di tempat sedingin ini.

Terus bokap bilang karena hujan jadi turun aja. Hehe, ngerasain puncak gunung sekitar lima menit aja udah lebih dari cukup. Gue turun dengan perasaan puas sekaligus tenang. Nyokap juga bersyukur karena dia pikir gue bakal mimisan atau hal-hal menyeramkan lainnya. Tuhan mengizinkan gue menikmati liburan J

Selain mengalahkan diri sendiri dengan berani ke puncak Grasberg, gue pun berani jatuh hati. Ternyata gue suka di Papua dan suka kisah liburan gue. Gue pengen ke sini lagi, traveling, bersama orang yang spesial, dan menjelajahi lebih banyak tempat. Gue pengen hunting foto yang banyak sekaligus berinteraksi dengan masyarakatnya lebih sering lagi.


By the way, sinyal Simpati lumayan oke lho di pedalaman sana. Mau liat video Nekat Traveler? Ini dia.

10 Komentar

  1. Saya baru tahu kalo disana dingin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. jayapura sih panas mbak tp kalo di puncak gunung yg di timika ya dingin, wong lebih dari 4000 mdpl :)

      Hapus
  2. heummm,kurang satu..foto2nya mbk lindaaaaa......soalnya penasaran banget sama gunungnya :D

    BalasHapus
  3. waah kereenn sudah menjejakkan kaki di tanah papua! iya mbaa tambahn foto2nya dunks pasti keren2 abis, ga mampir ke rajaampat sekalian?
    hihi salam kenal ya, kunjungan perdana

    BalasHapus
    Balasan
    1. raja ampat jauh mbak dari tempat yg saya kunjungi, hehe terima kasih sudah berkunjung :D

      Hapus
  4. Wah keren naik gunung sekeluarga :D

    BalasHapus
  5. linda semangat PKL nya, pulang ke bogor bawa cerita dan setumpuk PKL yang mencengangkan yah :D semangat sayang

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama