Sebuah Tempat yang Berkesan


surabayatravel.co.id
Tempat inspiratif? Banyak! Saking banyaknya saya bingung kalau tempat yang paling paling paling berkesan selama saya hidup 21 tahun ini apa. Saya pilih salah satu saja ya untuk diceritakan. Bagaimana kalau Kediri? :D
Waktu tinggal di Kediri, saya kelas 1 SMA. Sumpah cerita selanjutnya di postingan ini ga boleh dibaca orang tua saya HAHAHAHAHA. Saya yang biasanya kayak anak pingit, kemana-mana diantar dan ditunggui, merasa bebas. Astaga, enak juga ya sekali-sekali jauh dari orang tua! Lalu saya nekat ikut OSIS dan Teater. Saya yang pemalu (atau malu-maluin, terkadang) malah ingin belajar akting di atas panggung. Jadilah saya harus ikut kegiatan pelantikan kedua organisasi tersebut.

Waktu pelantikan OSIS, semua anggota OSIS yang baru dibawa ke sebuah desa (yang saya lupa namanya) naik truk. Ini perbatasan Kediri dan Malang. Itu pertama kalinya saya naik truk. Seru. Lalu kami tidur di tenda. Malam-malam, gelap gulita, ada kegiatan. Suruh jalan dengan mama tertutup melewati sawah. Mandi cuma diberi waktu beberapa menit dan satu kamar mandi pun dipakai tiga orang sekaligus. Alhasil saya dan teman-teman tidak ada yang benar-benar mandi. Paling banter kami sikat gigi. Kami juga makan di suatu tempat yang sangat kotor lantainya, yang kata kakak kelas adalah bekas kandang kambing. Kami disuruh makan nasi yang ditaruh di kresek. Minum satu gelas akua beramai-ramai.

Jijik sih. Sedikit.

Kok malah berkesan buat saya? Karena itulah pertama kalinya saya terlibat dalam sebuah organisasi. Pertama kalinya saya menginap untuk dilantik menjadi bagian dari sebuah keluarga bernama OSIS. Saya juga mengenal banyak teman-teman baru. Meski pemalu, lama-lama saya juga harus beradaptasi kan? Lagi pula saya jadi punya kegiatan di waktu senggang. Apalagi sekolah saya itu termasuk aktif. Banyak kegiatan yang diadakan. OSIS benar-benar berkarya.

Bagaimana dengan teater? Ini salah satu hal yang paling saya rindukan. Di ekstrakulikuler inilah saya bertemu pacar. Eh, mantan sih ya HAHA. Bukan cuma pacarannya yang bikin saya senang. Saya beneran suka teater. Awalnya sih ya tetap saya malu luar biasa. Waktu diminta tutup mata dan berperan jadi orang gila, saya kaku sekali. Namun beberapa tahun kemudian ketika saya kuliah di Bogor, saya sudah berani pentas monolog J

Sebetulnya lucu juga kalau menatap diri dan menilik ke beberapa tahun lampau. Lewat teater itu, saya belajar berakting meski sampai sekarang masih amatir. Tapi toh saya memberanikan diri pentas monolog di depan kelas dan ternyata orang-orang menyukainya. Mungkin bukan suka ya, atau disebut tertarik? Bagaimanapun menonton monolog bukan sesuatu yang umum di kalangan anak muda kecuali yang pecinta seni. Kalau dibandingkan yang nonton pertunjukan musik, banyakan yang datang ke konser kan?

Waktu di Kediri, saya merasakan sekali banyak perbedaan. Sekolah-sekolah di Bogor atau mungkin Jabodetabek biasanya kurang suka bila anak muridnya berkeliaran dengan seragam sekolah di tempat umum apalagi sudah sore atau malam. Apalagi waktu masih zamannya tawuran. Terlihat nama sekolahnya di seragam saja bisa jadi masalah. Di Kediri beda. Tidak ada tuh guru yang menghimbau agar kami cepat pulang atau ganti pakaian. Sekolah justru selalu ramai dengan beragam aktivitas siswa-siswinya. Sesuatu yang membuat saya kagum.

Selain keleluasan dan pengalaman yang saya dapatkan, saya pun belajar menempatkan diri. Waktu SMP, saya bertemu dengan teman-teman yang seperti saya. Orang-orangnya heboh. Tampil dengan karakternya masing-masing. Bogor sudah seperti Jakarta, penampilan anak abege ataupun remajanya tidak beda jauh lah. Namun saat saya di Kediri, penampilan saya justru mengundang perhatian orang.

Apa yang saya pakai dianggap tidak lazim. Saya pernah pakai blus renda hitam putih. Teman-teman saya tertawa. Mereka bilang, baju itu terlalu “bagus” dipakai berlatih teater. Aneh, katanya. Saya heran. Kalau saya pakai baju ini di Bogor, biasa saja tuh. Kali lain saya main ke rumah teman dengan pump shoes. Kembali teman-teman saya menertawakan. Main kok rapi amat? Begitu kata mereka. Sekali lagi, saya heran. Apa yang salah? Modelnya pun sederhana.

Penampilan-penampilan saya yang tidak lazim bagi mereka membuat saya mengerti. Kebiasaan-kebiasaan sederhana bahkan sekedar alas kaki apa yang dipakai untuk main ke rumah teman haruslah saya pelajari. Saya bisa dianggap sombong kalau tidak mengerti. Saya berusaha berbaur. Bukan karena berubah dan tidak menjadi diri sendiri. Saya hanya berusaha saling menghargai. Kalau mereka tidak nyaman dengan pakaian saya kan, repot sendiri.

Mungkin di Kediri yang sekarang sudah beda ya, karena yang saya ceritakan ini pengalaman sekitar tahun 2008. Saya ingin suatu saat nanti dapat berkumpul lagi bersama teman-teman di Kediri. Sekedar reuni. Cerita saya sederhana ya? Iya. Karena hal-hal yang sederhana itu indah. 
***
Tulisan ini dibuat untuk #couplegiveaway yang diadakan Nulis Buku Club IPB dan @altamind

3 Komentar

  1. Klo tmpat yg pengen aku datengin jatim park nih...mampir jg ke www.gembulnita.blogspot.com yaaa

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. hai nita salam kenal ya hehe kita sama nih kampusnya

      Hapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama