Saya sering mendapat pertanyaan mengenai apa pekerjaan saya. Kalau saya jawab freelance, mereka tanya lagi, "Nulis di mana aja? Cuma di Cultura aja ya?" BTW saya memang suka share tulisan-tulisan saya di Cultura. Kalau saya jawab di tempat lain juga, pasti muncul pertanyaan berikutnya. Terutama soal pendapatan. Mungkin di pikiran orang, enak sekali pekerjaan saya. Makan dibayar, nonton dibayar, duduk-duduk di rumah di bayar. Kalau gitu, saya jelaskan dalam satu tulisan ini. Biar ga ada yang tanya lagi.
Sebetulnya saya tahu situs-situs penyedia jasa dan lowongan kerja untuk freelancer itu bertahun-tahun yang lalu. Tetapi saya tidak berpikir buat cari uang di sana. Waktu itu saya sibuk dengan proyek-proyek nulis pribadi yang tidak menghasilkan uang tapi saya sukai. Berbagai macam lomba saya ikuti. Semuanya bergenre fiksi. Saya belum fokus menulis nonfiksi. Kalaupun membuat tulisan nonfiksi, semuanya berbasis review.
Hingga akhirnya ketika mendekati kelulusan di S2, saya bingung mau bekerja apa. Saya tentunya sudah melamar ke mana-mana. Tetapi semua mensyaratkan saya untuk memiliki pengalaman lebih dulu. Padahal 2011-2018 cuma saya habiskan untuk kuliah. Saya belum pernah mencari uang. Hingga akhirnya saya terpikir, kenapa tidak mencari peluang di situs freelance itu saja? Singkat kata, saya mendaftar.
Dari situlah saya menemukan klien jangka panjang saya yaitu Cultura. Lalu di luar itu, saya juga mendapatkan pekerjaan freelance lainnya. Saya menyebutnya proyek. Mereka bukan memakai jangka waktu tetapi jumlah pekerjaan. Misalnya, klien A memesan 10 buah tulisan tentang industri rumah tangga. Lalu klien B meminta saya membuatkan ide caption media sosial untuk 30 postingan. Saya juga mengerjakan proyek translate. Pokoknya apa saja saya terima selama saya mampu.
Contohnya saat ini saya sedang mengerjakan proyek tulisan untuk biota laut. Ya ampun saya bukan anak Biologi. Tetapi ini seru lho! Saya jadi mendapat banyak pengetahuan baru tentang alam. Sebetulnya saya suka topik mengenai alam. Hanya saja butuh waktu ekstra untuk memelajarinya. Sejauh ini memang tulisan yang saya hasilkan agak serius. Saya belum pernah dapat proyek menulis yang santai.
Masalahnya adalah, saya tidak bisa menampilkan tulisan-tulisan itu sebagai milik saya. Beberapa klien menuntut kalau tulisan yang dihasilkan menjadi milik mereka. Tidak ditulis sebagai tulisan saya. Anggap saja saya ini ghost writer. Ada pula klien yang tidak memberi tahu nama situs tempat tulisan saya diposting. Saya juga tidak bertanya kalau klien tidak memberi tahu. Hal yang terpenting adalah dibayar. Oh ya ada juga pekerjaan seperti mengelola media sosial atau menulis press release. Bisa dibilang saya tidak kenal dengan semua klien saya. Tidak pernah bertemu dan hanya dihubungkan via email, media sosial, atau aplikasi chatting.
Apa bayaran lancar? Tentu. Saya belum pernah tidak dibayar kok. Toh kalau menggunakan situs freelance, klien harus membayar di muka. Ada juga klien yang menghubungi saya secara pribadi untuk memesan tulisan, tidak semua via situs. Salah satu hal terpenting dari pekerjaan semacam ini adalah tahu sopan santun. Jika klien tidak suka hasil kerja saya dan tidak menggunakan jasa saya, tidak boleh ada hard feeling. Saya santai saja. Saya di posisi mereka pun pasti akan bertindak sama. Hanya mau menggunakan orang yang bisa memberikan jasa terbaik.
Suka dengan pekerjaan ini? Iya, suka sekali. Apalagi kalo klien saya baik. Seperti di Cultura, saya merasakan kebebasan untuk menulis topik yang saya sukai. Kadang-kadang saja saya diminta menulis topik tertentu. Kebanyakan saya yang mengajukan. Ini membuat saya bisa melakukan eksplorasi lebih dalam. Saya juga senang mengangkat topik yang sensitif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Contohnya tentang incel, pride month, tren kulit putih, hingga gender bender. Meski saya menulis untuk mendapatkan uang, saya juga punya idealisme. Saya sengaja mengangkat topik-topik ini untuk membuka mata kita semua. Saya ingin mengedukasi publik dengan cara saya sendiri.
Jenis tulisan menarik lainnya adalah menulis untuk perusahaan. Misalnya dia perusahaan fashion. Saya harus menulis konten soft selling. Misalnya bagaimana? Tulisan saya tidak boleh mencerminkan bahwa saya mengiklankan atau menawarkan produk perusahaan tersebut. Saya justru menulis hal lain. Contohnya tips fashion anak muda, tips memilih pakaian untuk tipe tubuh tertentu, tips mix and match.... Setiap perusahaan memiliki identitas berbeda jadi tinggal bagaimana saya mampu memahami style-nya.
Sebenarnya tidak hanya menulis atau menerjemahkan saja lho pekerjaan yang tersedia. Ada pula pekerjaan untuk membuat broadcast, menulis review produk, dan lain-lain. Review produk itu tidak perlu kita pakai. Kita hanya berpura-pura memakai produk tersebut lalu menuliskan testimoninya. Saya tidak mau mengambil pekerjaan ini. Itu sama saja dengan menipu. Apalagi sampai diharuskan membuat banyak akun baru hanya agar terlihat memiliki banyak testimoni. Tidak semua pekerjaan itu "halal". Saya berusaha sekuat tenaga hanya mengerjakan yang halal saja.
Saya berusaha untuk tidak idealis memang. Tapi ternyata susah juga. Apa yang saya lakukan saat ini sudah terpatri dalam otak saya sejak kecil. Semua awalnya terjadi karena saya pembaca setia Majalah Bobo. Tahu kan di dalamnya banyak pengetahuan yang bermanfaat? Saya senang menjadi banyak tahu. Dan saya ingin membagikan sensasi itu kepada pembaca. Saya ingin mereka merasa puas membaca hal tersebut dan berpikir, "Akhirnya saya menemukan hal baru!" Sesederhana itu.
Saya juga suka membaca Kompas atau Gatra dulu. Itu juga membuat saya ngiler untuk menulis indepth report. Saya suka menulis sesuatu yang dalam sehingga orang dapat memahami suatu fenomena secara menyeluruh. Meskipun katanya orang Indonesia malas membaca, toh pasti ada sesuatu yang mereka butuhkan. Informasi yang mereka ketik di Google. Saya berharap saya mampu menyajikan hal-hal itu kepada mereka.
Begitu pula ketika saya menulis review makanan. Saya tidak serta merta hanya mengatakan bahwa makanan itu enak. Saya juga senang menjelaskan baik dari sisi teknik memasak maupun sejarah dan budaya yang terkait pada makanan tersebut. Tujuannya agar pembaca mengetahui keunikan dari sebuah makanan dan dapat memberikan apresiasi lebih baik terhadap para tukang masak yang hebat itu. Menurut saya, apresiasi sangat dibutuhkan agar orang-orang merasa hidup mereka lebih bermakna. Lagi pula saya suka mengapreasi produksi lokal. Agar ekonomi berjalan.
Bagus banget. Nnti kalau bisa menulis kehidupan baru yang indah, tentu kolaborasi bersama saya 😁
BalasHapus