Pertama kali tulisanku diplagiat itu tahun lalu. Aku nulis buat Cultura dan ternyata ide tulisanku plek ketiplek dipake oleh media yang jauh lebih besar. Seingatku, infografis dari media itu bahkan menggunakan elemen yang sama yang dipake dalam tulisanku. Maksudnya elemen gambar ya. Media tersebut plagiat karyaku dua kali. Aku udah bilang sama bosku (yang punya Cultura). Seingatku dia biasa aja. Mungkin menurut dia ya mau gimana lagi.
Aku juga cerita sama Faisal bahwa aku geram banget. Kok sampe dua kali sih. Tapi ya aku bisa apa?
Terus beberapa minggu lalu, salah satu influencer yang juga punya brand skincare indie, cerita bahwa ide dia dicuri oleh salah satu major brand di industri kecantikan Indonesia. Major brand ini ga tanggung-tanggung jiplaknya. Mulai dari bahan utama, kegunaan produk, jenis produk, warna packaging, sampai layout waktu post foto produk di media sosial juga sama. Bedanya cuma di model aja, influencer ini mengemas produknya dalam bentuk jar sementara si major brand pake botol.
Terus hari ini, akun yang satu niche sama akunku plagiat ide kontenku. Jarak tayang cuma 1 hari! Apa ga keterlaluan banget? Aku ss terus aku langsung kirim ke teman-teman dan Faisal. Aku tanya sama mereka kok mirip banget? Yang bikin aku sakit hati, dia kan akunnya lebih besar dari aku. Dalam hitungan menit setelah posting, akunnya rame betul. Banyak yang komentar dan memuji pandangan dia dalam post itu.
Padahal, itu kan pandangan aku. Buah pikiranku. Ideku yang aku buat sendiri berdasarkan pengalaman aku seumur hidup nulis. Aku belajar otodidak, coba cari formula sendiri, latihan tiap malam nulis di kertas, akhirnya punya komputer bekas, terus kenal sama internet....
Aku marah banget karena ini bukan sesuatu yang aku pelajari dari orang lain atau aku searching di internet. Bukan dari guru. 100% dari otak aku.
Rasa marahku lebih besar daripada waktu tulisanku diplagiat sama media lain.
Kadang aku berpikir, apa aku kayak orang-orang aja ya. Bikin konten receh. Copas sana-sini. Gausah pake mikir pokoknya yang penting tenar sama dapat duit. Tapi aku ga bisa.
Bahkan aku aja ga bisa ikutin tren akun-akun yang seniche sama aku. Aku tau tulisanku, kontenku, segala hal yang aku bikin lah, rata-rata terlalu idealis. Ga semua orang suka.
Tapi aku suka diriku. Aku ga bisa jadi orang lain. Aku cuma tau cara hidup yang kayak gini.
Jokes inside, Aku tau di PUEBI kita ga perlu pake underline lagi.