Olivia [Bagian 9-Tamat]

shutterstock.com

            Mama menangkupkan kedua tangannya di pundak Olivia. "Sudah siap?" Olivia tersenyum. Keningnya sedikit berkerut. Matanya memandang ke arah kamar. Di kamar tidur di rumah Eyang, Olivia bisa melihat kamarnya yang telah dibersihkan. Tidak ada satu pun barang-barangnya yang tertinggal. Seluruh pakaian termasuk seragam sekolahnya telah masuk ke dalam kper. Begitu pula buku-buku pelajaran, boneka pemberian Mas Wahyu, bahkan foto-fotonya bersama Nanda. Kamar itu bukan miliknya lagi, bukan tempatnya lagi. Ia akan punya kamar baru, di rumah baru mama.
            Kata orang, kebahagiaan itu pilihan. Kamu bisa merasa bahagia kalau kamu memilih demikian. Tapi kadang, kedua pilihan itu membahagiakan sekaligus menyesakkan. Kamu tidak bisa mengukurnya atau memutuskan mana yang lebih membuatmu senang. Tinggal dengan mama, atau tetap disini bersama Mas Wahyu. Kamu pasti memilih mama.
            Tapi kamu tahu, kamu akan terlihat sangat jahat bila membiarkan pacarmu ditinggal tanpa penjelasan.

            "Jelas mas tidak mungkin menyuruh kamu memilih tinggal di sini atau ikut dengan mamamu."
            "Aku jahat karena membuat mas harus mengalah."
            "Bukan mengalah. Ini demi kebaikan bersama."
            "Mas sudah sarapan?"
            "Ayo kita ke kelasmu. Kamu harus pamit dengan semua teman. Mas akan antar kamu pulang."
            "Mama belum tahu aku punya pacar!"
            "Antar sampai gang depan. Oke?"
            Nanda tidak mau melepaskan pelukannya dari Olivia. Beberapa anak mulai menitikkan air mata. Rasanya terlalu cepat. Ketika semua anak di kelas sudah bisa menerima kehadiran Olivia, si anak baru dari kota, anak baru itu harus pergi. Mungkin tak banyak yang mengenal Olivia dengan baik di sekolah. Namun mereka, teman-teman sekelas Olivia, adalah kenangan berharga. Betapa Olivia bersyukur mereka membuatnya belajar banyak hal.
shutterstock.com
            Mas Bima melambai dari kejauhan. Juga teman-teman Mas Wahyu. Ini memberati langkah-langkah Olivia. Rasanya ingin mundur. Namun Mas Wahyu meremas tangannya, mengalirkan kekuatan dan keyakinan. Dengan senyum yang terkembang dan tatapan yang tak lekang, Mas Wahyu mengantarnya pulang.
            Olivia melihat Mas Wahyu menjauh dengan sepeda onthelnya hingga tak terlihat lagi di ujung jalan. Itu akan menjadi salah satu pemadangan paling abadi dalam memori. Olivia berbalik. Mama sudah menunggu. Mereka akan segera berlalu.
Sebelumnya klik di sini
***

Akhirnya cerbung ini selesai juga. Walaupun membutuhkan waktu lama. Iya, saya masih kesulitan menulis cerbung. Iya juga, endingnya terasa kurang. Tapi terima kasih sudah membaca, silakan kritik dan sarannya ^_^
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama