Review Gyomo Fish House: Cara Baru Menikmati Ikan Lokal


Pernah menikmati dry aged fish? Atau, kamu pernah nonton live cutting fish dan menikmati sashimi yang dipotong langsung di depanmu? 

Kalau belum, mungkin ini saatnya kamu keluar dari zona nyaman dan makan di Gyomo Fish House. 

Buat kamu yang memang suka ikan, tempat ini bakal bikin ngidammu terpuaskan! 

Aku dan Ikan

Aku punya pandangan unik soal ikan. Sebagai orang yang suka memasak, ikan bukan protein favoritku. 

Pada dasarnya, aku kurang suka makan ikan dan jarang masak ikan. 

Menurutku makan ikan itu merepotkan. Ada sisiknya, ada durinya... 

Kecuali sushi dan sashimi. Aku SUKA sekali.

Bahkan, ada satu restoran sushi di Bogor yang beberapa karyawannya hapal wajahku. Karena aku sering makan di sana. 

Namun, sushi yang enak umumnya mahal. Mereka menggunakan bahan baku yang segar dan berkualitas tinggi. 

Misalnya Sushi Hiro. Aku belum pernah menemukan menunya yang gagal. 

Aku pernah coba makan uni (landak laut) di salah satu cabang Sushi T*i. Rasanya... Tidak enak. Amis dan asin sekali. 

Kalau soal makanan, harga memang sepadan dengan kualitas. Ini tidak bisa kompromi. 

Oke, membahas tentang makanan dan sushi memang bukan keahlianku. Aku cuma tukang makan, bukan orang yang memahami dunia kuliner. 

Intinya begini sih... Aku cuma mau bilang bahwa ada opsi makan ikan yang enak, sesuai selera, dan terjangkau harganya. 

Kamu tak perlu pergi ke restoran sushi ternama dan mahal untuk memanjakan lidahmu yang suka ikan itu. 

Gyomo Fish House di Negara Blok M

Aku merasa geli ketika melihat banyak orang membuat jokes mengenai Negara Blok M. 

Harus kuakui, Blok M keren sekali. Kulinernya sangat beragam. Kamu bisa ke sana seminggu sekali dan akan tetap menemukan makanan baru. 

Rasanya enak dan beragam. Harganya pun ramah di kantong milenial bergaji UMR. 



Namun, tidak ada yang membuat aku benar-benar merasa harus datang kecuali Gyomo Fish House. 

Pertama, karena mereka mengampanyekan makan ikan tangkapan lokal. Ikan-ikan segar yang mereka olah, semua dari tangan nelayan kita! 

Mereka tidak merasa pakai gimmick ikan impor hanya agar bahan bakunya terlihat keren. Ini sesuatu yang sangat aku apresiasi. 



Kedua, karena mereka rajin bikin event live cutting fish sebulan sekali. Artinya, kamu akan melihat ikan berukuran besaaaar dipotong langsung di depanmu. 

Ikan dipotong-potong, disajikan dalam 10 menu berbeda, lalu bagian terbaiknya dilelang. Seru, kan? 

Oh ya, konsep dapur mereka adalah dapur terbuka. Jadi kamu bisa lihat sendiri proses setiap makanan hingga tersaji di depanmu. 

Ketiga, menu dan ikannya beragam. Pernah kepikiran makan Kembung Katsu Don, alias Katsu dari ikan kembung? 

Atau, pernahkah kamu terbayang makan rice bowl ikan cakalang dengan kuning telur mentah ala-ala restoran Jepang? 



Aku harus mengakui, menu restoran ini sangat kreatif. Bahkan, untuk aku yang jarang makan ikan, aku rela meluangkan waktu hanya untuk makan ini! 

Jadi, apa saja yang masuk mulutku hari ini? 

Butter Maguro Don


Sesuai namanya, ini adalah nasi sushi dengan ikan tuna (maguro). Daging ikan tuna yang diambil adalah bagian punggung dan perut. 

Bagian punggung adalah yang berwarna merah (akami). Rasanya otentik rasa daging ikan karena kandungan lemaknya rendah. 

Sementara yang warna coklat adalah daging bagian perut (toro). Rasanya lebih berlemak, karena kandungan lemaknya lebih tinggi. 

Keduanya dicincang halus sehingga lembut ketika masuk ke mulut. Beneran lumer! Rasanya wah.... Bikin kepala pecah karena terkesima. 

Perpaduan kuning telur mentah ternyata cocok sekali dan justru bikin rasa si tuna lebih keluar. 

Oh ya, sebenarnya menu ini dimakan bersama kuah butter keruh. Kuah butter ini membuat rasa menunya makin berlemak. 

Enak, tapi menurutku bikin lidah jadi agak berat. Aku minum Peach Malt. Ternyata ini pairing yang cocok, rasa berat lemak di lidah tersingkir habis oleh segarnya peach. 

Uni Sashimi



Sekarang aku paham kenapa orang-orang suka makan uni. Memang enak kok. 

Rasanya kayak mentega tapi dari laut 😂

Aku mau bilang amis, tapi nanti konotasinya negatif. Ini bukan amis busuk atau basi ya. Segar, khas makanan dari laut. 

Dan tidak asin! Kalau asin dan baunya kuat, berarti tidak segar. 

Akami Tataki Dry Age

Ini pertama kalinya aku makan sesuatu yang diproses dengan teknik dry age. Artinya, ikan ini "dimatangkan" dengan cara dihilangkan kelembapannya. 

Ikannya jadi lebih kering, lebih padat, dan rasanya lebih kuat. Lebih umami! 

Namun ini bukan diasap ya. Ikannya tetap mentah (walau bisa langsung dimakan). Dry age ini membuat ikan awet disimpan dalam waktu lebih lama. 

Ya seperti dikeringkan, tapi bukan ikan asin dan tidak asin garam. 

Ikan tuna yang sudah melalui proses dry age lalu di-grill setengah matang. Bagian luarnya jadi crispy. Bagian dalamnya empuk. 

Teksturnya jadi berbeda dan rasanya jauh lebih kaya. Walau makin ke pinggir rasanya jadi makin asin. Itu rasa alami loh, yang keluar karena teknik dry age. 

Maguro Negi Kushi 

Ini sate-satean ala orang Jepang. Di antara daging tunanya, diberi daun bawang. Rasanya segar, gurih, dan sedikit asam dari bumbunya. 

Aku suka sekali, tapi ini cuma camilan aja. Karena jelas makan 1–2 biji kurang kenyang. 

Untuk semua menu yang aku makan hari ini, totalnya adalah Rp227.000 sudah termasuk pajak. 

Untuk hari kerja sih kepadatan normal ya. Kamu tidak perlu booking dan bisa walk in. Namun, kalau weekend, sepertinya lain cerita. 

Nah, soal live cutting fish, itu program tersendiri ya. Bayarnya beda dan harus booking dulu. Cek aja Instagram-nya Gyomo Fish House. 

Kesan Lain tentang Gyomo Fish House

Pelayanannya bagus kok. Kalau kita tanya, mereka responsif. Contohnya, aku tanya apa itu dry age tuna. 

Karena makanan baru dibuat ketika dipesan, kamu perlu sabar menunggu. Untuk semua menu sampai di mejaku kira-kira perlu 15 menit. 

Oh ya, tempatnya juga akan mudah kamu temukan kok. Karena mencolok warna biru gelap, berbeda dengan kedai-kedai di sekitarnya. 

Kamu suka tulisanku? Coba kasi tahu aku, aku harus review apa lain waktu? 

Komentar