Postingan

Menampilkan postingan dengan label tulisanmini

Pergi untuk Kembali

Gambar
shutterstock.com             “Saya mungkin belum bisa meluluhkan hati ibumu. Tapi saya yakin kamu juga tidak akan berhenti berjuang atas turunnya sebuah restu.”             Di bawah langit malam-hitam-pekat kota yang basah diguyur hujan seharian, saya menelan tiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Saya hanya bisa diam dengan ekspresi kosong dan sekuat tenaga menunjukkan wajah yang ditegar-tegarkan. Betapa tubuh dan kepala saya sudah sangat berat, hampir limbung dibuatnya. Hati saya seperti baru dirontokkan. Kalau bukan karena angin dingin yang bertiup dan menimbulkan gigil ini, dia pasti sudah curiga mengapa tubuh saya gemetar hebat. Sekarang saya bisa berpura-pura menggigil karena kedinginan. Mungkin kalau sudah pulang, bisa banjir air mata saya.             “Saya pikir ini rencana terbaik bagi kita berdua. Tidak hanya baik untuk...

Bukan Orang Pertama

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-116034259/             Ini selalu menjadi rutinitas tiap pagi. Bangun tidur, membereskan kasur, lalu beranjak menuju kalender di tembok kost-kostan yang telah menguning. Kucek tanggal berapa sekarang dan adakah catatan untuk hari ini. Jangan heran dengan kebiasaanku. Maklum, seorang pelupa sepertiku harus rajin-rajin mencatat rencana yang akan kulakukan di kalender.             Ini tanggal delapan. Bertepatan dengan hari ulang tahun adikku satu-satunya. Adik lelaki kesayanganku. Ia tinggal jauh di desa, bersama nenek kami. Orang tua kami sudah lama pergi. Tinggal aku yang ia miliki. Sehingga ia begitu menggantungkan harapannya tinggi-tinggi padaku. Seperti misalnya beberapa waktu lalu.

Sempurna

Gambar
/ http://www.shutterstock.com/pic-58627348/             Ini hari jadi kami.             Hujan turun rintik-rintik bersama angin dingin menusuk kulit. Kurapatkan jaket dan kuselipkan tangan di bawah ketiak. Sebentar-sebentar aku menengok ke arah jam dingin atau memeriksa kehangatan teh dalam cangkir. Kepulan uap hangat dari tehku mulai menghilang. Dudukku mulai tak diam, gelisah menunggu datangnya seseorang.             Kunyalakan televisi. Suara dari layar kaca membuatku sedikit melupakan kegelisahan. Namun aku terus mengganti saluran. Hingga petir mulai menyambar di kejauhan. Aku terpaksa mematikan televisi dan kembali terdiam.             Hampir satu jam.             Lalu lonceng sapi dari kuningan yang kupasang sebagai...

(puisi)

Maka bangkitlah realita Buka mata Walau dengan suara patah-patah Dan langkah berdarah-darah Butir demi butir debu yang menganggu pandanganmu Atau butir-butir kerikil yang menyakiti kakimu Adalah penghalang dari ujung jalan Atau membuatmu terpaku di persimpangan

Inheritance

Gambar
ladygeekgirl.wordpress.com Keren ya? Akhirnya saya sukses mengoleksi keempat novel karya Christopher Paolini. Lelaki berkaca mata asal Amerika ini mulai menulis novelnya pada usia belasan tahun dan langsung membuat banyak orang jatuh hati! Saya termasuk salah satu yang menggilai karya-karya Christopher Paolini. Dan inilah novel pamungkas penutup tetraloginya, INHERITANCE.

Beda Itu Luar Biasa

Gambar
Sampai kapan kamu mau memedulikan apa kata orang? Kapan kamu mau peduli dengan kata hatimu? http://www.shutterstock.com/pic-69238441/             Sekelompok anak-anak keluar dari ruang ganti dengan ribut. Beberapa saling sikut, beberapa tertawa. Seperti kebanyakan anak perempuan di manapun mereka berada, anak perempuan adalah makhluk yang suka bergerombol. mereka menyukai keintiman dan kehangatan. Coba lihat, sudah biasa bukan melihat anak perempuan berangkulan atau bergandengan tangan dengan temannya? Bandingkan dengan anak laki-laki. Saling tempel sedikit saja bisa disoraki atau dilabeli homo.             Salah satu perempuan yang baru keluar dari ruang ganti adalah Ranti. Perempuan berkulit kuning langsat dengan tubuh kurus dan tinggi 150cm itu nampak mungil dibanding teman-teman sebayanya. Maklum, ia kelas tiga SMA. Tak heran ia sering digoda, dijuluki si mung...

Cermin Masa Lalu

Miskin! Penyakitan! Menjijikkan! Aku hanya bersidekap dan melihat-lihat. Wajah-wajah menyedihkan dan kelaparan di depanku tidak mampu melembutkan hatiku untuk sedikit berbelas kasihan. Jelas bukan salahku mereka jatuh sengsara. Salah mereka sendiri. Lihat saja, seorang tukang sapu dengan gaji tidak seberapa malah punya anak lima. Uang darimana ia beri makan kelima anaknya? Mataku tertumbuk pada seorang anak yang terdiam di sudut. Dari jarak dua meter aku bisa mencium bau busuk dari telinganya yang meneteskan cairan. Aku hampir memuntahkan sarapanku yang sudah merangkak naik ke tenggorokan. Tentu ini bukan hal yang pantas dilakukan. Namun perutku benar-benar mual.

Tangkap Maling

            “Gus, sudah ketangkap malingnya?”             Ramu yang baru saja datang langsung duduk di bangku panjang di sampingku. Seperti biasa, bila banyak hal yang sedang menumpuki pikiran, ia akan mulai menyulut rokok kretek dan mengangkat sebelah kaki ke atas bangku. Dengan pandangan menerawang ke langit-langit, ia nampak berpikir keras.             “Heran aku! Tiap malam ada ronda keliling kampung, masih saja kecolongan. Hebat betul malingnya! Bukan main, sudah 3 ekor sapi dan 2 motor bebek dia bawa lari. Gus, bagaimana ini? Bisa melarat nanti Pak Haji.”

Rocky dan Ramona

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-92832922 Aku menunggumu, di depan pintu . Jam tua besar di tengah ruangan berdentang dua belas kali. Ramona belum pulang. Sial sekali. Aku sangat mengantuk. Tapi ini sudah menjadi tradisi. Sesuatu yang selalu kulakoni. Menunggu Ramona pulang, lalu berbaring di sampingnya. Bergelung dalam selimut yang sama dengan yang menghangatkan tubuhnya. Ramona, gadis tercantik yang pernah kutemui, gadis yang telah kutemani selama sewindu.

Undangan untuk Ibu

Gambar
http://gocengblog.blogspot.com/2011/09/kumpulan-contoh-undangan-pernikahan.html             Kudengan Leni akan segera menikah. "Benarkah itu Leni?" Yang ditanya hanya mengangguk tanpa mengangkat muka yang tenggelam dalam kesibukan membaca buku. "Dengan siapa, Leni?" Ia menjawab acuh tak acuh, "Dengan seseorang pilihan ibuku." Bahagiakah kamu, gumamku dalam hati. "Jangan khawatirkan aku," tiba-tiba ia bersuara lagi setelah lama kami dicekam hening. "Aku tidak peduli. Menikah ya, menikah saja. Tidak rugi kan? Toh aku cukup umur. Calon suamiku juga dari keluarga baik-baik."             Bukan begitu, Leni. Masalahnya, aku berharap bisa menikahimu.             "Kau datang kan kalau aku menikah?" Aku tidah butuh diundang. Aku butuh menyiapkan mental. "Tentu, Leni." "Ya sudah, pergi sana. Jangan ganggu. Buku ini seru," ia mengacungkan buk...

Masuk TV

Gambar
techpp.com             "Saya masuk TV!" kata Pak Budi dengan girang. Pak Budi adalah salah satu tetangga saya di kampung halaman. Waktu perayaan lebaran besar-besaran tempo hari, salah satu stasiun televisi meliput langusng di kampung kami. Dan Pak Budi kebagian jatah masuk tv. Ia diwawancara atas perannya sebagai ketua panitia pelaksanaan perayaan lebaran.             Lebaran di kampung kami dirayakan dengan festival. Bukan cuma ketupat atau opor yang disediakan. Pokoknya sudah menjadi kebiasaan turun temurun yang tak pernah terlewat satu tahun pun. Kebetulan beberapa generasi keluarga Pak Budi selalu menjadi panitia. Dari buyutnya, kakeknya, bapaknya, sampai Pak Budi sendiri.             Pak Budi itu senang masuk tv.

Lebaran Di Mana?

Gambar
kayuagungradio.com             "Sama mama ya?" Mama terlihat penuh harap. Kedua tangan mama menopang dagu. Bisa kulihat dari senyum di bibir dan binar di mata, mama tengah merayu. Namun aku tidak dapat menjawab selain dengan tundukan kepala. Mama mendesah panjang. Ah, mama.             "Hari kedua?" Mama menggenggam kedua tanganku. "Kalau papamu keberatan mengantarmu kemari, mama yang akan menjemputmu. Sekalian mama silaturahmi dengan keluarga papa. Mama sudah lama tidak main ke sana. Setelah itu, kita ke rumah oma. Terus ke rumah Om Farhan, Om Ridwan, Om Anwar, Tante Monika…" Dengan semangat mama menyebutkan siapa saja yang mungkin akan kami kunjungi. Untuk menentramkan hati mama, aku mengangguk-angguk, seakan rencana kami telah pasti.

Simpanan Bapak

Gambar
shutterstock.com             "Eh, kamu sudah tahu, belum?"             Aku menggelengkan kepala. "Tahu apa, Bu Yusti?" Dengan cepat, Bu Yusti menarikku mendekat. Lalu ia berbisik, "Bapak punya simpanan!"             "Waaah," itu responku. "Kok cuma wah? Kamu ini bagaimana sih?" Bu Yusti berkacak pinggang. Kugaruk-garuk kepalaku yang tak gatal. "Memangnya harus bagaimana tanggapan saya, bu? Namanya juga tuan tanah, bapak pasti punya banyak simpanan. Katanya bapak terlalu kolot, makanya tidak pernah menyimpan uang di bank…."             Pletak! Tangan Bu Yusti melayang. "Aduh! Bu, kok saya dipukul?"             "Kamu ini jadi orang polosnya kebangetan! Masak tidak paham? Itu lhoo…" Bu Yusti menggerakkan-gerakkan kedua alisn...

Habis, Cinta

Gambar
http://www.shutterstock.com/pic-70098184             "Maaf. Tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi." Aku menelan ludah. Beberapa detik terasa lambat sebelum aku memalingkan wajah.             "Apa maksudmu?" Pertanyaan bodoh. Mungkin aku salah memahami kata-kata yang baru saja meluncur dari bibirnya.             "Aku tidak mencintaimu. Aku tidak punya perasaan apa-apa lagi padamu. Maaf. Tapi aku tidak mau membohongi diriku sendiri. Aku juga kasihan padamu bila kita menjalani hubungan palsu. Hubungan yang dilandasi rasa kasihan. Karena aku tak mau mengasihanimu. Aku yakin kau kuat tanpaku."             Butuh beberapa detik lagi sebelum aku mengucap, "Oh," pelan dan mengerti.             "Lihat kan? Ka...

Bulan Tanpa Ampunan

Gambar
muhammadamirullah14.wordpress.com             "Hei, tetangga jauh!" Bahrun melambaikan tangan pada Kamidi. Yang disapa hanya melempar senyum. Ini merupakan cara yang biasa dipakai Bahrun dalam menyapa tetangga-tetangga di sekitarnya. Dengan menyebut mereka tetangga jauh. Padahal rumah Kamidi sendiri berhimpitan dengan tembok rumahnya.             "Sampean mau tarawih?" tanya Kamidi. "Iya mas. Mau tarawih juga? Saya naik motor," jawab Bahrun sembari melirik motor bebek tuanya. "Aduh, aku harus kerja," sahut Kamidi. Bahrun mengangguk-angguk tanda paham. "Oh, begitu mas. Bulan puasa banyak rezeki ya? Ya sudah mas, saya pamit dulu. Semoga bisa cepat beli baju lebaran buat anak istri." Kamidi mengacungkan jempol tanpa melepas senyum lebar yang menghiasi wajahnya. 

Lari Menuju Cahaya

Gambar
            "San, aku akan menikah." Ciara berbisik di sampingku. "Dengan siapa?" suaraku terdengar sangat kecil. Bagai bicara di ujung lorong yang panjangnya berkilo-kilometer jauhnya dari tempat Ciara duduk. "Dengan Farid. Papa yang menerima lamaran dari keluarga Farid. Dua bulan lalu. Sebelum aku pulang ke sini." Seperti orang bodoh, aku bertanya, "Aku bagaimana, Ciara? Siapa yang akan menjadi istriku?" Ciara bergumam tak jelas. Mungkin aku yang tak bisa mendengar. Sama saja.             Aku selalu tahu itu. Aku tak akan pernah bisa menikahinya. Bahkan tidak dalam mimpi. Seakan takdir dan pertanda memusuhiku. Jodoh melarikan diri dariku. Ketika pertama dan kukira terakhir kalinya aku benar-benar jatuh hati, Ciara diambilnya juga. Diambil oleh keberuntungan yang enggan kuhampiri.

Absen! Absen!

Gambar
            Hai semua! Lama saya tidak menulis di blog ini *uhuk* dan baru dini hari tadi saya membuat tulisan baru. Ya, ya, saya kurang produktif kan? Oke, saya tidak berusaha membela diri. Sekedar info, saya tengah menjalani liburan yang tenang dan damai bersama keluarga di rumah. Perkuliahan akan dimulai bulan September mendatang. Masih banyak waktu bersantai kah?             Oh, ternyata tidak! Saya mungkin jarang menulis fiksi dan memublikasikannya di blog. Tapi, jangan salah. Saya tetap menulis kok. Justru saya sedang mengumpulkan tulisan. Bukan cuma saya tapi juga beberapa teman saya yang lain. Kami ingin membuat kumcer ^_^ Tenang, tenang. Saya tengah berlatih memperlancar motorik untuk menulis yang manis-manis. Nantinya, dalam kumcer ini, kami akan menyajikan fiksi seputar cinta. Bukan cinta biasa. Tapi cinta yang beragam rupa. Cinta muda. Cinta yang segar. Cinta yang memiliki putara...

Bahtera

Gambar
nasyidterpilih.blogspot.com Aku tak mencoba menjadi penyelamat atau pahwalan bagi sesiapa Termasuk engkau Aku bukan mercusuar bagi orangorang yang kehilangan arah atau bimbang mencapai tempat tujuan Mungkin sebagian menganggapku sebagai pemecah gelombang yang menghantarkan mereka ke daratan (aman) Sebagian lainnya beranggapan bahwa aku pelampung yang mengizinkan mereka mengambang tanpa takut tenggelam Aku adalah aku Separuh lemah, separuh kalah Separuh tangguh, separuh teguh Tugasku menjadi bahtera Tidak mengemudi atau mendaki Cukup menunjukkan pilihan Ke tempat yang kupilih sendiri Dan memasukkan mereka ke dalam dekapan menuju kedamaian dan kehangatan Meski aku tak berjanji Kemana sampai Kemana berpulang

Libur Telah Tibaaaaaaa :D

Gambar
pakaliaja.blogspot.com              Akhirnya libur datang juga! Setelah menjalani satu semester yang menyenangkan bersama teman-teman yang juga menyenangkan, saya harus melambaikan tangan untuk dua bulan ke depan. Masing-masing dari kami akan berpencar dan menikmati masa rehat yang panjang sebelum kembali disibukkan dengan segudang tugas kuliah . Apalagi domisili kami berbeda-beda membuat kami tak punya kesempatan liburan bersama. Oh ya, mereka yang saya maksud adalah Amel , Riri , Fitri , Nidia , dan Dini .

Perempuan Bernama Annisa

Gambar
            Annisa cuma perempuan biasa. Perempuan yang diajari hidup untuk mematuhi. Bahwa hidup sudah ditakdirkan dan selayaknya takdir itu dijalani sebaik-baiknya. Takdir sebagai perempuan yang harus lembut dan anggun. Perempuan itu secanggih apapun sosoknya tetaplah menjadi ibu maupun istri. Dapur adalah tempat kembali. Perempuan diciptakan untuk peka dan perasa. Perempuan yang dipimpin kaum lelaki. Begitulah kira-kira kumpulan opini yang disematkan dalam pikiran Annisa sejak belia. Atau, cuma itulah yang ia pahami benar tentang identitas keperempuanannya.