Postingan

Menampilkan postingan dengan label esw

Toko Permen

Gambar
shutterstock.com Toko permen! Mata bulat Katya berbinar-binar. Mulut mungilnya membentuk senyuman. Katya suka sekali permen. Kata ibu, permen itu membawa kebahagiaan. Rasa permen yang manis diciptakan untuk orang-orang yang ceria. Permen berwarna-warni buatan kurcaci-kurcaci pencari gula. Kalian tahu tidak? Gula berada di dalam gua, berupa gumpalan-gumpalan putih yang empuk dan lebut. Mirip kapas! Gula itu dikumpulkan dalam karung-karung lalu dibawa ke dapur-dapur di benteng para kurcaci. Kemudian perempuan kurcaci, yang mengenakan celemek dari kulit, yang rambutnya dikepang dan diselipkan rumput-rumput, akan memotong gula-gula. Tiap potongan akan diolah menjadi permen. Warna-warna permen diciptakan melalui sulingan bunga-bunga dan daun-daun dan celupan batu-batu koral ke dalam rebusan gula. Setelah dingin, rebusannya menggumpal menjadi permen. Hmm, lezat!

Sarang Kosong

Gambar
shutterstock.com Lenggang Rumah lelaki berpeci dan perempuan bersarung itu lenggang. Debu terkumpul di sudut-sudut ruang. Tiga hari ditinggal pergi. Orang-orang sibuk mengurus ini itu demi pernikahan si bungsu. Lelaki berpeci dan perempuan bersarung harus menginap sejenak di hotel. “Bu, acara akad nikah dan resepsinya di hotel saja. Biar bisa menampung lebih banyak tamu. Kalau di rumah sempit. Lagi pula keluarga Ranti sudah memesan tempat.” Calon besan mereka, orang terpandang. Dan anak gadisnya, Ranti, akan bersanding dengan Rio. Lelaki berpeci kurang suka. “Dia perokok. Bapak saja berhenti merokok, bagaimana mungkin perempuan itu tak segan merokok di depan bapak?” Tapi Rio tak peduli. “Dia perempuan modern, bapak jangan heran.” Bapak kalah debat.

Janji Mereka Terputus

Gambar
shutterstock.com Kata mereka. Ibu segera datang. Ibu segera tiba. Semburat putih memancar dari kaki langit, di ujung sana, ditopang Atlas. Langit tak akan runtuh. Bergelora, udara pagi meliuk-liuk, menghimpun bau memasuki indera penciuman. Dingin. Embun. Bunga-bunga mekar. Menunggu mentari datang. Seperti Enita menunggu ibu. Berdiri. Di tepi jendela. Membuka tirai. Menatap jalan. “Ibumu akan datang di akhir bulan November,” kata nenek. “Ibumu tiba setelah kontrak kerjanya habis,” hibur bibi. “Ibumu pasti merindukanmu. Jadi, tenang sajalah. Ibumu akan sampai di sini,” ujar beberapa orang lagi. Tapi mereka salah. Ibu belum juga datang. Jadi, ibu tidak datang dengan cepat seakan rencana pulang bukan berada di skala prioritasnya.

Calon Besan

Gambar
shutterstock.com “Ibu, kenalkan, ini Andika, yang sering aku ceritakan pada ibu.” Ia mengangguk sopan. Aku tersenyum sedikit. Kuperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Biasa saja. Tidak bagus, tidak pula buruk. Tidak spesial. Kenapa putriku menggilainya? Memang sehebat apa ia sampai putriku berani membawanya ke rumah kami? “Ibu kok diam saja, sih,” Ika merajuk.  “Silakan masuk, Andika. Tante senang Ika mau mengenalkan pacarnya pada tante. Jadi tante bisa melihat seperti apa pilihan anak tante.” Dia tertawa renyah, “Iya tante, saya sudah lama minta Ika mengenalkan saya pada tante. Namun Ika menunggu waktu yang tepat.” Tepat? Pernahkah waktu membuat apa yang kita lakukan menjadi tepat? Kalau tidak dimulai, tak akan ada yang tepat! “Sekarang Andika bekerja dimana? Ika, kamu ambilkan minum dulu buat Andika, ya,” ujarku.  Setelah Ika pergi, Andika mulai buka suara. “Saya kerja di bidang advertising , tante. Saya dan Ika saling kenal sejak ku...