Toko Permen

shutterstock.com

Toko permen! Mata bulat Katya berbinar-binar. Mulut mungilnya membentuk senyuman. Katya suka sekali permen. Kata ibu, permen itu membawa kebahagiaan. Rasa permen yang manis diciptakan untuk orang-orang yang ceria. Permen berwarna-warni buatan kurcaci-kurcaci pencari gula.
Kalian tahu tidak? Gula berada di dalam gua, berupa gumpalan-gumpalan putih yang empuk dan lebut. Mirip kapas! Gula itu dikumpulkan dalam karung-karung lalu dibawa ke dapur-dapur di benteng para kurcaci. Kemudian perempuan kurcaci, yang mengenakan celemek dari kulit, yang rambutnya dikepang dan diselipkan rumput-rumput, akan memotong gula-gula. Tiap potongan akan diolah menjadi permen.
Warna-warna permen diciptakan melalui sulingan bunga-bunga dan daun-daun dan celupan batu-batu koral ke dalam rebusan gula. Setelah dingin, rebusannya menggumpal menjadi permen. Hmm, lezat!

Katya ingin makan permen. Tapi Katya tidak membawa uang. Tadi, di jalan sepulang sekolah, Katya meminjamkan uangnya kepada Melotri untuk membeli obat. Adik Melotri sakit dan keluarganya tidak mampu membawanya pada tabib karena mereka miskin.
 “Adik manis, mau beli permen?” sapa kurcaci pemilik toko permen sambil tersenyum lebar. Gigi-giginya berkilat terawat. Janggutnya dipilin rapi. Kemejanya licin seperti baru disetrika. Baunya harum. Sabuknya berhias batuan, terselip kapak kecil.
 “Mau lihat-lihat ke dalam?” bujuk si kurcaci.
 “Mau!” seru Katya cepat.
Tokonya juga warna-warni, ada toples-toples berisi permen berderet-deret pada rak kayu tinggi. Lalu di pojokan toko ada meja-meja dan kursi-kursi besi yang ditata melingkar. Di jendela, ada tirai warna pastel dan kerai kayu juga. Lalu di langit-langit tergantung lentera besar, rantai yang menggantungnya bergoyang ditiup angin.
Katya nyaman di sana. Asyik menjelajahi toko dengan matanya. Jemarinya menghitung, ada berapa macam permen yang disediakan toko. Wuaah! Banyak, sangat banyak!
“Adik kecil ingin beli permen ini?” tunjuk si kurcaci. Ia menampilkan daftar menu–buku tipis yang juga berwarna-warni dan sampulnya bermotif pohon pinus–kertasnya lembut.
Bibir Katya melengkung turun. Aku tidak punya uang lagi, keluhnya dalam hati.
Pintu toko terbuka lebar. Seseorang datang.
“Ibu!” pekik Katya senang. “Kenapa ibu kemari? Ibu tahu Katya di sini?”
 Ibu memeluk Katya lalu menggendongnya. “Tidak sayang, ibu baru pulang kerja. Ibu mampir, ingin membawakanmu oleh-oleh permen. Kamu pilih sendiri ya.” Katya tersenyum lebar, memeluk leher ibu. Lalu Katya turun dari gendongan ibu dan berlari ke rak, menunjuk-nunjuk sebuah toples.
***
Cerpen ini pernah diposting di K. Sudah diunpublished dan pindah ke blog ini.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama