Beda Itu Luar Biasa


Sampai kapan kamu mau memedulikan apa kata orang?
Kapan kamu mau peduli dengan kata hatimu?

http://www.shutterstock.com/pic-69238441/
            Sekelompok anak-anak keluar dari ruang ganti dengan ribut. Beberapa saling sikut, beberapa tertawa. Seperti kebanyakan anak perempuan di manapun mereka berada, anak perempuan adalah makhluk yang suka bergerombol. mereka menyukai keintiman dan kehangatan. Coba lihat, sudah biasa bukan melihat anak perempuan berangkulan atau bergandengan tangan dengan temannya? Bandingkan dengan anak laki-laki. Saling tempel sedikit saja bisa disoraki atau dilabeli homo.
            Salah satu perempuan yang baru keluar dari ruang ganti adalah Ranti. Perempuan berkulit kuning langsat dengan tubuh kurus dan tinggi 150cm itu nampak mungil dibanding teman-teman sebayanya. Maklum, ia kelas tiga SMA. Tak heran ia sering digoda, dijuluki si mungil. Apalagi wajahnya yang imut dan sikapnya yang lembut. Siapa sangka, ia jago lari.

            Kalian lihat apa yang membuatku memerhatikan Ranti? Mari kutunjukkan.
            Di lapangan, guru olahraga kami memimpin pemanasan. Kami diharuskan lari keliling lapangan sepak bola selama lima belas menit. Sudah bisa ditebak, anak-anak perempuan akan berlari berkelompok. Sementara anak laki-laki akan menggoda anak perempuan atau menyalip barisan.
            "Kyaa! Awas lumpur!"
            Cantika si gadis barbie yang rambutnya dikuncir dua dengan pita merah muda berteriak-teriak. Rangga dan Doni baru saja berlari menyalipnya, mencipratkan lumpur dari lapangan ke sepatunya. "Sepatuku!" Cantika merengut kesal. "Heh, Rangga, jangan gangguin temen gue dong!" teriak Jasmin sembari menghibur Cantika. Rangga dan Doni hanya melambaikan tangan sambil tertawa.
            Kejadian di atas tentu bukan hal aneh yang biasa kalian lihat di sekolah.
            Tapi coba lihat. Ranti berlari sendirian, berada di bagian depan barisan. Anak-anak lelaki melewatinya tanpa menggoda. Anak-anak perempuan tidak berusaha mensejajarinya atau mengajak bicara. Ranti hanya diam, dengan wajah datar, dan pandangan fokus ke depan. Sementara aku berada di tengah barisan, bersama Lulu dan Puput. Aku tidak bisa menghampiri Ranti. Puput keseleo tempo hari. Ia cuma bisa berjalan cepat. Dan aku takut bisa-bisa ia jatuh atau terpeleset.
            "Eh Lana, kok lu ga temenin si cantik itu sih? Kasian lho dia diem aja dari tadi. Ga ada suaranya!" Jasmin terkikik. Ekor matanya mengarah pada Ranti. "Tapi gapapa, ga ada temen juga no problem kok buat dia. Siapa yang mau ganggu coba? Setan aja ga berani deket-deket. Eh, ups!" Cantika pura-pura keceplosan sambil menutup mulutnya. Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Dasar barbie-barbie kejam.
            "Jangan ganggu dia," sahut Lulu. "Dia kan ga pernah ganggu kalian. Kenapa sih kalian usil banget?"
            Jasmin mendekatkan wajahnya ke Lulu. "So? Masalah buat lu? Mau bela si cantik?"
            Jasmin dan Cantika ngeloyor pergi dengan gaya mirip peragawati diikuti sikap Lulu dan Puput yang pura-pura muntah. "Kenapa sih Ranti ga berusaha berbaur kayak kita? Seenggaknya dia bisa lebih ceria. Dia sadar ga sih, kita sering bela dia. Tapi dia cuek-cuek aja," sembur Puput.
            "Dia ga perlu pembelaan kita, Put. Dia baik-baik aja kok. Dia nyaman dengan dirinya. Mungkin dia memang ga seekspresif kita atau anak-anak lain. Toh dia ga ngeluh atau keliatan terintimidasi," ujarku.
            Sekarang kalian tahu kenapa aku memerhatikan Ranti. Ranti si cewek yang terus jadi korban bully. Seringkali kita usil mempertanyakan sikap atau kepribadian seseorang di sekitar kita tanpa tahu alasan kenapa dia berbeda. Lalu kita membesar-besarkan, menjadikannya masalah. Padahal, apa kita tahu sisi lain dalam dirinya yang luar biasa?
            Sekolah kami gempar. Terutama anak-anak kelas tiga. Tapi yang paling gempar tentu kelasku. Kejadiannya esok pagi. Karena biang gosipnya Jasmin dan Cantika, tentu mereka paling up to date soal peristiwa atau skandal.
            "Hah, Randy jadian sama Ranti? Ga salah nih mata gue?"
            "Becanda lu?"
            Jasmin merebut BB milik Cantika. Dan semua pemakai BB di kelas langsung heboh. Aku sendiri tidak pakai BB tapi aku bisa tahu yang mereka ributkan melalui BB milik Puput.
             "OMG! Randy foto sama Puput!"
            Mata semua anak tertuju ke pintu. Di pintu kelas berdiri Ranti yang diantar Randy. Keduanya hanya tersenyum. Tanpa merasa ada masalah atau canggung, Ranti masuk dan langsung duduk di kursi. Ia seprti tak peduli. Setelah Randy pergi, ia menenggelamkan diri  membaca komik.
            Asal kalian tahu, Randy adalah kelompok anak populer di sekolah. Dia atlet karate. Selain ganteng dan aktif, dia juga baik. Hampir semua anak kelas tiga termasuk aku pernah dibantu dalam mengerjakan tugas. Dulu aku juga diajak latihan renang untuk mengambil nilai ulangan praktik. Jangan heran, banyak perempuan yang mengidolakan Randy. Termasuk Cantika.
            Cantika terus melirik Ranti dengan kesal. "Apa sih bagusnya tuh cewek? Jago lari doang. Lari juga gue bisa. Pakai heels juga berani gue jabanin buat lari!" bisik Cantika pada Jasmin. Giliran Puput dan Lulu yang terus menoleh pada Ranti. "Kok bisa ya mereka jadian? Randy mikir apa ya?"
            Pulang sekolah aku menemui Randy. Bisa dibilang kami teman dekat. Maklum, Randy juga tetangga rumahku sejak kecil. Kami sering satu sekolah, bahkan satu kelas. Jadi aku tidak sungkan bertanya-tanya.
            "Lama lu jomblo. Tau-tau udah jadian aja sama temen gue. Tumben nih."
            "Hahaha. Lu pasti ikutan gosipin gue kayak cewek-cewek kurang kerjaan lain ya?"
            "Weees, enak aja. Enggak dong. Gue cuma penasaran. Gua ga pernah liat lu sama Ranti akrab. Gimana ceritanya bisa jadian?"
            "Gitu deh. Gue cuma tau dia jago lari. Ternyata sepupunya itu satu perguruan karate sama gue. Waktu gue tanding, dia nonton sepupunya. Terus dia nyemangatin gue. Gue kira dia anaknya cuek. Aslinya baik lho! Nyambung lagi gue ajak bahas ini itu. Dia suka komik, suka PS, suka ke pantai, suka main rubik, suka dengerin musik blues, macem-macem deh!
            "Satu lagi. Dia pede. Hidupnya kayak ga ada beban. Dia bilang dia sadar kok dianggap freak sama temen-temennya. Tapi dia santai aja. Katanya gini, 'Woles bro! Kalo gue dengerin mereka terus, kapan gue ngerasa tenang dan hepi? Mau gue diem kek, berisik kek, yang ngasih nafas bukan mereka. Tapi yang Di Atas.' Besoknya langsung gue tembak. Abis gue geregetan sama tu cewek."
            Itu dia. Randy melihatnya dengan cara berbeda. Satu pelajaran yang kuambil hari ini. Kalau kamu menemukan seseorang yang berbeda, coba ganti sudut pandangmu agar kamu sadar bahwa dia makhluk Tuhan yang luar biasa. Mungkin cara ini pula yang harus kupakai supaya aku tidak terlalu lama menjomblo.
            "Lu sendiri, betah jomblo?" tanya Randy.
            Aku cuma tersenyum simpul. Besok aku mau ganti kaca mata!
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama