Judul : The Hobbit
Penulis : J.R.R Tolkien
Alih Bahasa : A. Adiwiyoto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke : Delapan, Januari 2013
Tebal : 352 halaman
Ketika pertama
kali menonton trilogi The Lord of The Ring (LOTR), saya terpesona dengan dunia
ciptaan J.R.R Tolkien. Ia menciptakan kisah petualangan yang seru melibatkan
bangsa hobbit, bangsa kurcaci, bangsa elf, bangsa manusia, penyihir, orc, warg,
bahkan Gollum. Digambarkan kehidupan yang suram yang dilakoni Gollum seorang
diri hingga ia tidak mengenal bilangan waktu. Saking kesepiannya, sampai-sampai
Gollum selalu bicara pada dirinya sendiri seakan ia dua orang yang berbeda.
8tracks.com |
Alkisah,
seorang hobbit yang hidup makmur dan tenang bernama Bilbo Baggins yang tinggal
dalam liang mewah di Bag End mendapat kunjungan tak terduga dari seorang
penyihir ternama. Ketidaktahuan Bilbo membuatnya bersikap sedikit acuh dan
cederung tidak suka. Ia keberatan dengan permintaan si penyihir untuk ikut
dalam sebuah petualangan. Bagi bangsa hobbit, petualangan hanya membuat mereka
terlambat makan malam. Petualangan bukanlah hal yang menyenangkan.
Ternyata
tolakannya tidak mengendurkan niat sang penyihir Gandalf untuk membawanya ikut
serta. Tanpa sepengetahuan Bilbo, Gandalf menorehkan sebuah tanda di pintu
rumah si hobbit. Tanda itulah yang menjadi cikal bakal kesulitan yang dialami
Bilbo. Keesokannya ia mengalami keterkejutan mendapati rumahnya didatangi tiga
belas kurcaci dan seorang penyihir yang menganggapnya si ahli mencuri yang
meminta jasanya pergi ke Gunung Sunyi!
Kesan pertama
saya tentang buku The Hobbit jauh
berbeda dengan trilogi LOTR. Saya pikir begitulah isi buku Tolkien, tak beda
jauh dengan penggambaran yang ada dalam film LOTR−meski saya belum pernah
menonton film The Hobbit. Bayangan saya
tentang Gandalf yang bijaksana nan sempurna pun lenyap. Gandalf diceritakan
seorang yang ekspresif seperti kebanyakan tokoh lainnya dalam buku ini. Ia juga
suka berseru, suka makanan yang enak lagi banyak, dan suka mengisap pipa untuk
bersantai. Tak beda jauh dengan para kurcaci meski bangsa kurcaci lebih
emosional dan mudah berubah pikirannya.
Petualangan
yang dialami Bilbo berkali-kali membuatnya menyesali keputusan ikut dalam
rombongan kurcaci. Namun ketika petualangan itu berakhir, tak henti-hentinya
pula ia berpikir betapa bagusnya pengalaman yang ia dapatkan selama perjalanan
tersebut. Meski berulang kali para kurcaci yang mendapatkan bantuannya
mengucapkan terima kasih dan menjanjikan pelayan untuknya hingga keturunannya
yang kedua puluh tujuh, tak bosan pula para kurcaci mencemooh tindakannya sepanjang
perjalanan. Namun Bilbo tetap dapat berpikir jernih walau di antara para
kurcaci ia termasuk paling muda. Hanya saja ia mudah goyah bila teringat gudang
makanannya di Bag End.
Bila bangsa
elf (peri) dalam LOTR terlihat sangat anggun dan lembut, buku The Hobbit menunjukkan sisi lain bangsa
peri yang penuh curiga. Rombongan para kurcaci dan Bilbo sendiri sempat
terlibat kesalapahaman dengan bangsa peri. Mereka dituduh menganggu pesta
rakyat Kerajaan Peri Hutan hingga harus disel dalam gue yang gelap.
Bangsa orc
tidak muncul dan hanya disebut satu kali sepanjang kisah. Sebaliknya, bangsa
goblin dan warg banyak ambil bagian. Gollum pun tampil dan hampir membunuh
Bilbo. Di sini, Gollum terlihat lebih menyeramkan dan cerdik.
Satu hal
lainnya yang membuat saya kagum dengan gaya menulis Tolkien. ia banyak
menggunakan tanda seru baik dalam percakapan antartokoh, ketika tokoh bicara
dalam kepalanya sendiri, maupun ketika menjelaskan sesuatu. Terasa sekali Tolkien
menceritakan dengan ekspresif dan penuh semangat. Ia benar-benar memposisikan
diri sebagai seorang pendongeng. Dengan sudut pandang serba tahu, ia seakan
mengajak pembaca bukunya berinteraksi seperti berkata, “ah, ya, sampai dimana
kita tadi,” atau “seperti yang sudah diceritakan sebelumnya”. Ia salah satu
penulis sekaligus pendongeng yang saya kagumi, tentunya selain Ahmad Tohari. Atas
kemahirannya mendongeng, Tolkien membuat saya ingin segera membaca buku ini
lagi.
saya sudah nonton film-nya, memang ceritanya berkesan dan karena ceritanya fiksi jadi banyak efek visual yang memanjakan mata. akan tetapi menurut saya itu endingnya ngegantung mbak :D
BalasHapusoh ya? kalo di bukunya malah jelas hehe, mungkin di film sengaja karena nanti ada sekuel berikutnya :)) mungkin lho ya
Hapuspas aku nonton filmnya malah gak ngerti sekalipun efek yang disajikan bikin mata segar. hm mungkin karena gak baca novel dan gak lihat banget sekuel yang sebelumnya kali ya hehe :3
BalasHapushehe memang agak rumit sih jalan ceritanya, tulisan tolkien itu kan bacaan wajib mahasiswa sastra di harvard :) (baca di blog orang)
Hapus