Aku benci kamu hari ini! Seruku dalam hati. Karena kamu memaksaku tersenyum dan teringat terus tingkah lakumu. Sungguh, ini betul-betul benci yang teramat besar. Kenapa kamu begini? Kamu tak perlu melakukannya. Cukup. Apa motifmu, membuatku senang setengah mati dan memikirkanmu sepanjang hari? Apa niatmu hingga kau buat aku menelaah kembali bahwa bersamamu itu pasti, nyata, dan harus.
Jika ditelisik lebih jauh, kamu jarang bersikap baik. Kamu tak suka bermanis-manis. Kamu menggambarkan ke-akukamu-anmu dengan jelas sehingga aku sadar, denganmu hanya menjadi aku-kamu. Bukan kita. Sehingga aku lupa, kamu juga manusia. Kamu bisa mencinta. Maka, sewaktu-waktu hati kamu luluh tanpa kutahu dan kamu mulai menelusupi benakmu dengan gambarku. Pasti. Seperti sekarang.
Kenapa aku membencimu? Karena setelah sekian lama aku mencinta, tiba-tiba kamu membalasnya membabi buta. Kamu ungkapkan semua, kamu tunjukkan yang ada. Bahwa kamu mau, ada ke-kita-an di antara aku dan kamu. Inilah kita.
Jika ditelisik lebih jauh, kamu jarang bersikap baik. Kamu tak suka bermanis-manis. Kamu menggambarkan ke-akukamu-anmu dengan jelas sehingga aku sadar, denganmu hanya menjadi aku-kamu. Bukan kita. Sehingga aku lupa, kamu juga manusia. Kamu bisa mencinta. Maka, sewaktu-waktu hati kamu luluh tanpa kutahu dan kamu mulai menelusupi benakmu dengan gambarku. Pasti. Seperti sekarang.
Kenapa aku membencimu? Karena setelah sekian lama aku mencinta, tiba-tiba kamu membalasnya membabi buta. Kamu ungkapkan semua, kamu tunjukkan yang ada. Bahwa kamu mau, ada ke-kita-an di antara aku dan kamu. Inilah kita.