"Lihat!" seruku girang. Kutunjukkan gelembung-gelembung sabun yang menari-nari di atas permukaan air. Air bercampur sabun dapat menghasilkan sesuatu yang menakjubkan berupa gelembung-gelembung cantik yang ketika ditiup akan melayang-layang. Kau memperhatikannya dengan wajah merona. Entah mengapa, tiap kutunjukkan sesuatu padamu, ekspresi wajahmu selalu indah. Kau tampak tersenyum dalam kedamaian. Anak rambutmu dipermainkan angin yang membelai-belai, merayuku untuk menyentuhnya.
"Suka? Ayo ikut main!" paksaku. Kutarik tangannya. Ia tersenyum semakin lebar--dan bagiku semakin manis. Kami bergantian meniup gelembung sabun dari sebatang kawat yang ujungnya kubengkokkan agar melingkar. Ia sama bersemangatnya denganku. Tiap kutiup sebuah gelembung, ia akan mengejarnya dan berusaha memecahkannya. aku tertawa-tawa.
Ia terduduk lemas di atas rumput. Mungkin lelah. Matanya yang cekung dan kulitnya yang pucat nampak kontras dengan keadaan di sekeliling kami yang segar merekah rupawan. Ia meletakkan tangannya di kakiku ketika aku ikut duduk. Matanya menatap ke atas, ke arah pohon rindang tempat kami bersandar. Kusentuh kepalanya dengan sayang. Helai-helai rambutnya berjatuhan dari jemariku. Nafasnya agak tertahan. Kudengar desah kesakitannya pelan. "Kamu manis," kataku. Ia melempar pandangnya padaku, "Terima kasih nak. Kamu juga manis, seperti ayahmu."
"Suka? Ayo ikut main!" paksaku. Kutarik tangannya. Ia tersenyum semakin lebar--dan bagiku semakin manis. Kami bergantian meniup gelembung sabun dari sebatang kawat yang ujungnya kubengkokkan agar melingkar. Ia sama bersemangatnya denganku. Tiap kutiup sebuah gelembung, ia akan mengejarnya dan berusaha memecahkannya. aku tertawa-tawa.
Ia terduduk lemas di atas rumput. Mungkin lelah. Matanya yang cekung dan kulitnya yang pucat nampak kontras dengan keadaan di sekeliling kami yang segar merekah rupawan. Ia meletakkan tangannya di kakiku ketika aku ikut duduk. Matanya menatap ke atas, ke arah pohon rindang tempat kami bersandar. Kusentuh kepalanya dengan sayang. Helai-helai rambutnya berjatuhan dari jemariku. Nafasnya agak tertahan. Kudengar desah kesakitannya pelan. "Kamu manis," kataku. Ia melempar pandangnya padaku, "Terima kasih nak. Kamu juga manis, seperti ayahmu."
uhuhhuhuhuuhuuhu...sedihnya...kirain tadinya anaknya, gak tahunya sebaliknya ya?
BalasHapusiya kok mbak ini anaknya hihihihihi
BalasHapus