kayuagungradio.com |
"Sama mama ya?" Mama terlihat penuh harap.
Kedua tangan mama menopang dagu. Bisa kulihat dari senyum di bibir dan binar di
mata, mama tengah merayu. Namun aku tidak dapat menjawab selain dengan tundukan
kepala. Mama mendesah panjang. Ah, mama.
"Hari kedua?" Mama menggenggam kedua tanganku.
"Kalau papamu keberatan mengantarmu kemari, mama yang akan menjemputmu.
Sekalian mama silaturahmi dengan keluarga papa. Mama sudah lama tidak main ke
sana. Setelah itu, kita ke rumah oma. Terus ke rumah Om Farhan, Om Ridwan, Om
Anwar, Tante Monika…" Dengan semangat mama menyebutkan siapa saja yang
mungkin akan kami kunjungi. Untuk menentramkan hati mama, aku
mengangguk-angguk, seakan rencana kami telah pasti.
Sejak papa dan mama bercerai, aku menyatakan perang
terhadap kalender. Aku benci melihat penangggalan. Benci bila harus memutuskan,
dengan siapa aku menghabiskan waktu di hari-hari spesial. Benci bila marayakan
ulang tahun, lebaran, dan perayaan tahun baru dengan membuat pilihan
menyakitkan sebelumnya. Tahu betapa pahitnya itu? Semacam dipaksa membelah
hatimu atau memilih ditusuk garpu. Sama-sama buruk, kan?
Semua ini telah berjalan selama dua puluh empat bulan.
Dan aku tak sanggup membayangkan ada lebih banyak pilihan lagi yang harus
kubuat.
"Tidak." Papa melipat koran dan meletakkan kaca
mata bacanya di meja. "Kamu ikut papa. Lebaran hari pertama dan kedua. Dan
beberapa hari setelahnya. Ini khusus untuk keluarga." Sebelum aku
berkata-kata, Mama Ina muncul lalu mengelus-elus kepalaku. "Kamu tahu kan,
papa sangat ingin kamu bisa merayakan lebaran bersama kami. Kita keluarga baru.
Kita butuh banyak waktu untuk saling menyesuaikan diri dan mengenal lebih
dalam." Lagi-lagi aku dibungkam. Berakhir dengan aku yang memilih diam
sementara papa beranjak dengan wajah kusut.
Mama Ina adalah istri baru papa. Mereka menikah tujuh
belas bulan yang lalu. Mama Ina memang orang yang baik, ibu tiri yang
perhatian. Tidak seperti tokoh-tokoh ibu tiri dalam sinteron yang terlihat
jahat di luar kewajaran. Entah tulus atau cuma ingn merebut hatiku tapi Mama
Ina selalu berusaha mengabulkan keinginanku. Mau tak mau, ia berhasil mendapat
jempolku.
Sembunyi-sembunyi, aku menemui mama. Mengatakan aku gagal
mendapat izin merayakan lebaran bersama mama. Biar pun cuma di hari kedua.
Seperti yang kutebak, mama terdengar sangat kecewa.
Tiba-tiba mama menjadi cerah kembali. "Kamu sudah
punya baju lebaran? Kita bisa beli satu buat kamu. Kebetulan teman mama ada
yang jual kaftan cantik, bisa dikredit. Besok mama jemput ya? Satu lagi. Mama
mau merayakan ulang tahunmu. Mama kangen bikin kue tart kesukaanmu. Mama pesan
duluan, nih, sebelum direbut papamu."
Sebelum meninggalkan rumah mama, mataku tertumbuk pada
kalender di dekat pintu. Kuharap, lebaran lupa datang tahun depan bila
kehadiranku masih diperebutkan.
nice story lin
BalasHapusih kamu punya blog?ga bilang2 hahahah
BalasHapusah masih jelek lin haha baru bikin juga sih belom lama tuh. gak usah dilihat belom di apa2in lin X__x
BalasHapusudah diliat weee hahahahhaa
BalasHapusih jahat haha
BalasHapus