techpp.com |
"Saya masuk TV!" kata Pak Budi dengan girang.
Pak Budi adalah salah satu tetangga saya di kampung halaman. Waktu perayaan
lebaran besar-besaran tempo hari, salah satu stasiun televisi meliput langusng
di kampung kami. Dan Pak Budi kebagian jatah masuk tv. Ia diwawancara atas
perannya sebagai ketua panitia pelaksanaan perayaan lebaran.
Lebaran di kampung kami dirayakan dengan festival. Bukan
cuma ketupat atau opor yang disediakan. Pokoknya sudah menjadi kebiasaan turun
temurun yang tak pernah terlewat satu tahun pun. Kebetulan beberapa generasi
keluarga Pak Budi selalu menjadi panitia. Dari buyutnya, kakeknya, bapaknya,
sampai Pak Budi sendiri.
Pak Budi itu senang masuk tv.
"Wajah saya kan ganteng!" katanya berapi-api
sembari berkacak pinggang di saming televisi. Saya cuma mesem. Pak Budi memang
punya kebanggan tersendiri terhadap brewoknya yang mirip Osama Bin Laden.
"Nanti saya harus masuk TV lagi. Jadi artis." Kemudian makin banyak
orang yang mesem. Tapi Pak Budi tak peduli. Kebanggaannya benar-benar
membuncah.
Sejak itu, ada semacam kompetisi yang tumbuh di antara
beberapa orang, antara Pak Budi dan beberapa tetangga. Mereka berlomba disorot
kamera televisi. Awalnya saya kira bercanda. Toh, kampung kami bukan di kota
besar, buat apa sering-sering diliput?
Pak Tohari menunjuk televisi di suatu pagi dengan
berbinar. Tangannya melambai dan wajahnya tersenyum lebar, menunjukkan beberapa
giginya yang rontok karena usia. Itu dia, muncul di televisi, waktu seorang
reporter menyiarkan arus balik yang padat merayap. Katanya, ia tengah suntuk
menunggu mobilnya berjalan karena kemacetan parah. Tiba-tiba dilihatnya seorang
reporter menyiarkan berita kemacetan tersebut. "Saya harus ambil bagian
dong. Biar orang Indonesia lihat saya."
Hidung Pak Budi terlihat kembang kempis. Ia iri. Tak
salah lagi. Lain cerita dengan Murni, anak Bu Mugi. Gadis yang kuliah di
jurusan Komunikasi ini juga masuk televisi. Tapi bukan seperti kisah Pak Budi
atau Pak Tohari, Murni masuk televisi karena tugas kuliah. Katanya sih,
kunjungan media. "Kalau saya tidak kuliah, saya bisa masuk juga non?"
Giliran si Benu yang tukang angon sapi itu kepingin.
Hingga setelah beberapa minggu, keinginan diliput
menurun. Orang-orang sudah tidak lagi membicarakan beberapa warganya yang masuk
televisi. Namun Pak Budi masih tetap menunggu. "Saya bakal masuk TV
lagi." Orang-orang mencemooh. "Tidak penting," kata Bu Mugi.
"Tidak ganteng," kata Bu Sella. "Tidak perlu ditonton,"
kata Bu Dar.
Suatu hari, saya tengah menonton televisi. Ada wajah Pak
Budi tengah menangis meraung-raung. Bukan sedang akting dalam sinetron. Bukan
pula main film. Pak Budi menjadi korban penipuan. Ia tengah ke kota dan uangnya
habis diambil orang ahli gendam.
Akhirnya Pak Budi masuk televisi lagi.
mau lagi pak budi? wkowkowko :p
BalasHapuskatanya mau2 aja hahahaha
Hapus