anugrahjuni.wordpress.com |
Jumat, 5 Oktober 2012, saya dan seorang teman mencari
makan siang di daerah sekitar kampus. Kami mendapat rekomendasi untuk makan di
sebuah warung bakso yang katanya enak. Kami tidak ragu. Banyak pembeli yang
datang dan pergi, baik makan di tempat maupun membeli untuk dibawa pulang.
Harga seporsi sembilan ribu rupiah. Namun ketika pesanan
diantar, teman saya menelan ludah. Matanya tidak berkedip. Apa pasal? Kami
memesan satu porsi mie yamin dengan bakso. Yang terhidang di depan kami bukan
mie yamin yang manis enak itu. Tapi kwetiaw bercampur mie instan yang rasanya
tidak manis pula. "Benar, kan, mbak pesan mie yamin?" kata si
pelayan. Teman saya cuma mengangguk lemas.
Kami sepakat akan satu hal: selera orang di sekitar sini
patut dipertanyakan. Kalau mereka bilang warung bakso ini patut
direkomendasikan, kami ragu mie yamin yang enak dibuat dari campuran kwetiaw
dengan mie instan.
Menurut saya, rasanya tidak menjanjikan, serupa dengan
tampilan. Teman saya menghibur, kami terlalu lapar, makanan yang sudah dipesan
harus kami habiskan. Apa boleh buat, saya makan saja. Waktu pulang kami
menggerutu. Sembilan ribu itu ditipu.
Teman saya mengeluhkan rasa mual. Saya pikir ini cuma
karena ketidakikhlasan kami membayar sesuatu yang tidak enak rasanya. Menjelang
sore, dalam waktu beberapa jam, pandangan mata saya kabur. Kepala saya sakit. Semacam
ditimpuk batu. Namun saya berpikir, ini cuma sinus yang kambuh.
Gejala semakin menjadi. Sabtu, minggu, benar-benar buruk.
Saya kesakitan dan obat yang saya minum tidak mempan. Saya minum obat sakit
kepala. Tapi anehnya, sejak bangun tidur hingga berangkat tidur lagi, kepala
saya seperti dipukuli. Antara diare, lemas, mual, dan wajah yang terasa berat.
Seakan bola mata saya mau meloncat keluar.
Tragedi ini tidak saya alami sendiri. Teman sayang yang
ikut makan bakso itu juga sakit. Bahkan kondisinya jauh lebih buruk. Dan besok
tepat seminggu kami tersiksa.
Seorang teman dari kelas lain sempat mengatakan,
"jangan-jangan keracunan boraks dan formalin." Namun saya dan teman
yang sama-sama makan bakso tidak punya bukti untuk menuduh si warung bakso.
Pertama, kami tidak punya hasil tes lab. Kami sama-sama tidak berobat. Tapi ada
peringatan dini dari kejadian ini: berhati-hatilah membeli makan di luar rumah.
Sampai detik ini, ketika tengah mengisi blog dengan
kicauan, saya masih merasa mual. Teman saya pun masih berjuang dengan diarenya.
Dia sudah pergi ke klinik di kampus tanpa mengatakan bahwa ia sakit sejak makan
bakso. Sekali lagi kami sepakat. Kadang selera enak kebanyakan orang patut
dipertanyakan. Lain kali jangan makan di warung bakso yang sama.
Oh ya, kalau anda punya gejala yang aneh setelah makan di
luar rumah, anda perlu melakukan beberapa hal:
1. Jangan asal minum obat. Saya minum obat karena saya pikir
tengah mengalami gejala sinus. Ternyata keadaan saya tidak membaik. Saya sempat
mendapat pertolongan petugas kesehatan yang mengatakan tensi saya normal. Namun
dia memberi antibiotik. Saya pikir antibiotik itu penyelamatnya. Namun gejala
saya kambuh lagi karena kemarin saya lupa minum antibiotik.
2. Minum banyak air lemon.
3. Ke dokter kalau anda sakit kepala hampir dua puluh empat
lamanya kecuali ketika anda tengah tidur.
4. Perhatikan baik-baik gejala yang anda rasakan. Saya sempat
ragu sebagai korban keracunan makanan karena saya terbiasa dengan kepala sakit
akibat sinus. Tapi kali ini lain soal, teman saya juga mengalami gejala yang
relatif sama di waktu yang sama.
wah. lain kali harus hati- hati dengan kata recommended nih ..
BalasHapushahahahahahahha lain kali juga kalo ngerasa ga enak badan abis makan, ke dokter aja
Hapusmie yamin :D
BalasHapusHarus Lebih Berhati-Hati Ya Semua
BalasHapusJangan asal minum obat