darahkubiru.com |
Aku sudah
bosan mengajukan pertanyaan yang sama. Kata “nikah” sudah berjamur di dalam
kepala. Sepuluh tahun pacaran dengan segala hiruk pikuk pertentangan sudah
kenyang kutelan. Dari awalnya sembunyi-sembunyi sampai tak mau menutupi lagi. Kalau
bukan karena cinta, mana mau aku sebodoh ini?
Setelah lelah
menumpahkan ceramah dan segala bentuk amarah, akhirnya orang tuaku merestui. Namun
hubungan kami belum juga resmi. Aku pasti mengerti jika seandainya yang menjadi
masalah di antara kami adalah soal dana. Tapi bukan! Dia kaya, investasi di
mana-mana, warisan berkelimpahan. Jelas bukan materi yang jadi perkara. Sementara
aku yang sudah turun restu pun telah bersiap dari jauh-jauh hari. Bukan cuma
hasil tabungan dari menyisihkan gaji, aku mendapat bantuan dari patungan
keluarga.
“Apa
lagi yang kamu tunggu? Jangan ragu-ragu, kamu terlalu buang waktu! Aku sudah
bilang dari awal, aku tahu konsekuensi hubungan kita. Apa lagi yang kamu
takuti? Kamu akan punya sebuah keluarga. Kamu akan diterima. Orang tuaku
menganggap kamu seperti anaknya sendiri. Mereka bahkan siap melindungi kamu,
seperti aku. Aku akan jadi suami yang baik, suami yang penuh cinta, suami yang
setia. Kamu tidak bisa menemukan orang lain yang lebih kamu percaya. Cuma aku,
sayang, cuma aku. Bukannya kamu sendiri yang membuat aku yakin dengan masa
depan hubungan kita? Lupakan dengan apa kata orang, mereka tidak tahu apa-apa. Karena
yang tahu cuma kita, sayang.”
Setelah aku
mengoceh panjang lebar, dia masih diam sambil memutar-mutar gelasnya.
Aku tahu
apa yang merusak pikirannya. Ya, orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang
bicara suka-suka tanpa tahu bagaimana faktanya. Tahu apa mereka soal cinta? Bah!
Mereka cuma tahu apa yang sudah seharusnya atau pada umumnya. Mereka terlalu mainstream!
Sedikit-sedikit takut jadi bahan pergunjingan, sedikit-sedikit bilang nanti apa
kata orang. Kalau terus mendengar apa kata orang, kapan kita mendengar kata
hati sendiri? Cinta itu tidak bisa dikotak-kotakkan. Cinta itu datang dengan
sendirinya, tanpa bisa kita setir kemana tujuannya!
“Sayang?”
Aku mulai
merajuk karena dia masih akrab dengan diam.
Dia mengelus
kepalaku dengan lembut. Dia sering bilang aku harum sekali.Padahal dia sendiri
yang minta agar aku mengganti tancho yang biasa melekat di kepala dengan pomade
favoritnya. Sejak pacaran dengannya, aku rajin diajak ke barbershop premium di
selatan kota. Itu tempat andalannya untuk bergaya.
“Sayang,
aku mau beli minum lagi, kamu juga?”
“Ga
usah, gelasku masih setengah.”
Kugenggam
tangannya. Aku tahu dia juga lelah memikirkan hubungan kami. Ketika minumanku
tiba, kami larut dengan cangkir masing-masing. Setelah jeda yang begitu
panjang, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan. Lelaki
itu, kesayanganku, seperti cintanya rambutku pada pomade.
karya lain bisa dilihat di sini
karya lain bisa dilihat di sini
Mereka homo?
BalasHapus:D begitulah
HapusOk, berarti setting-nya bukan di Indonesia ya? Kan di Indonesia nggak bisa nikah sesama jenis.
Hapusdi sini emmang ga dijelaskan secara gamblang settingnya dimana tapi dalam pikiran saya ini indonesia hehe kenapa mereka butuh dana besar itu karena ga bisa di indonesia peresmiannya :)
HapusThat makes sense.
HapusHmmmm sebentar saya baca ulang ya :D
BalasHapusapa ada yg aneh atau ga konsisten ya? ga ketangkep ya mbak?
Hapuswah, ini keren :)
BalasHapusmakasih mas/mbaknya :D
HapusAku gak ngeh kalo mereka adalah homo, sebelum baca komen. trus aku mikir lagi, cluenya di tancho dan pomade ya Mbak? etapi pas baca lagi, kayaknya di barbershop itu ya :D maaf kalo aku lemot ^_^
BalasHapushehe iya dua duanya :D gapapa mbak
HapusBener kan Lin. Hampir semua cerita yang kamu buat selalu out of the box. Aku selalu gak bisa ngira- ngira gimana endingnya. Selalu bikin surprise.. Terus berkarya ! :D
BalasHapusmakasih teman jauh :D
Hapusah...cinta serumit ini biasanya hanya membawa luka...
BalasHapusdan pro kontra..
Hapusnah, ini tema LGBT yang lain lagi. dibumbui dengan pomade yang kenampakannya kayak es krim. *teteup* :)))
BalasHapuses krim buat buka puasa enak ya sluurp #eh
Hapusbaru ngeh klo ini homo, setelah baca komentar :D
BalasHapushehe cluenya masih samar ya
Hapusaih, sumpah. ga ngeh kalo mereka gay. tapi kayaknya dari tahun2 lampau ya? soalnya masih pakai pomade dan tancho. hehe
BalasHapussaya malah gatau soal pomade sama tancho, tp katanya pomade lg in di barbershop premium, tp di ibukota hehe soalnya di kota saya ga ada sik denger2 anak cowok bahas ini :D
HapusGay, hihihi... syerem!
BalasHapus*tutup muka*
Hapuswiiiiiw cinta sejenis toh :P
BalasHapussejenis cinta :D
Hapusaku tahu sih kalau dari awal ini gay... hihhi...
BalasHapustapi tancho dan pomade itu bikin nostalgia jaman embah :D
hhahaha gitu ya? saya gatau fisiknya dua benda itu kayak gimana haha
Hapuskok saya ga tau tancho & pomade yah :D
BalasHapuskarena mbaknya bukan cowok :D
HapusPamode itu apa? Heu *ketinggalan*
BalasHapusOya, ada satu paragraf kalimat langsung yang kepanjangan. Bisa dipadatkan jadi kalimat yang lebih efektif. IMHO :)
hehehehehe oke
HapusJadi penasaran sama tancho dan pomade :D
BalasHapussaya juga :D
HapusTernyata homo ... baru paham setelah baca lagi
BalasHapushihihi cluenya terasa samar ya :)
Hapus