“Ini pekerjaan mudah,
Yun. Malah kamu bisa bawa Sari ke mana-mana.”
Kutatap Sari yang tertidur lelap di sampingku. Semalam,
ia beberapa kali terbangun dan menangis histeris. Ia terus meminta susu. Makin tak
tahan aku bertemu Warti hari ini. Sudah kubulatkan tekad untuk menerima ajakannya.
Ah, kenapa tak dari dulu saja kulakukan pekerjaan ini?
“Jadi bawa Sari, Yun?”
“Ga usah. Kasihan. Nanti kulitnya jadi item kaya ibunya. Aku
saja yang tampil, orang sudah pasti kasihan.”
“Terus Sari mau kamu titipin ke siapa? Masak kamu tinggal
di kontrakan?”
“Ke rumah ibuku.”
“Terus, kamu bilang gitu kalo kamu mau kerja?”
Aku menggigit bibir. Mana sanggup kukatakan pada ibu apa
pekerjaan baruku? Bisa kecewa dia, anak perempuan satu-satunya, anak
kesayangannya, harus bekerja rendahan seperti itu. Ah, tapi dia harus mengerti.
Mau makan apa nanti aku dan Sari? Tak mungkin aku membiarkan diri menerima
bantuannya setiap bulan.
“Ya sudah, bilang saja kamu masih usaha cari kerja,”
tepukan Warti di bahu menenangkanku. Aku mengangguk. Setelah menitipkan Sari
pada ibuku dengan diiringi rengekan mau-ikut-ibu, aku mengikuti langkah Warti. Kemudian
kami sampai di sebuah jembatan dekat pasar.
Ada dua orang lainnya yang telah mengambil posisi
masing-masing di sepanjang jembatan. Warti memintaku mengambil posisi dekat
perempatan. Aku sendiri telah berganti rupa dengan kaos dan celana lusuh
beserta mangkuk plastik di tangan kanan. Lalu aku duduk.
Kuingat-ingat lagi bagaimana pertama kalinya aku bertemu
Warti setelah tak mendengar kabarnya hampir tiga tahun. Tiba-tiba ia sudah jadi
kaya. Punya banyak motor di halaman rumahnya. Katanya, itu salah satu
penghasilan tambahan untuk keluarganya. Modal dari mana kalau bukan dari
pekerjaan yang kulakukan sekarang? Warti memang sama sepertiku. Dulu kami
bertemu di panti pelatihan ketrampilan kaum difabel. Seharusnya aku punya
keahlian yang bisa kugunakan untuk mencari uang. Tapi aku butuh modal. Ini
mungkin satu-satunya kesempatan.
Tak terasa sudah enam jam. Lembar demi lembar uang
mengisi mangkuk di depanku. Harapan agar aku dan Sari bisa makan kenyang. Harapan
agar Sari bisa melangkah ke hari-hari di depan. Dengan kaki-kakinya yang jenjang, yang sudah tak kumiliki sekarang.
“Kamu bisa pulang, Yun.”
“Kalo besok aku ga datang, gimana?”
“Bisa. Kan sudah kubilang, ga harus tiap hari.”
“Dulu suamimu juga begini?”
“Sampai hari ini, Yun.”
Seorang tukang ojek berhenti di depan seorang pengemis
yang tak punya tangan dan kaki dan duduk tak jauh dari kami. Setelah didudukkan
di belakang, si tukang ojek membawanya pulang. Aku menatap Warti dengan
pandangan tanya. Ia mengangguk, seakan membaca pikiranku. Kami berjalan pulang.
“Itu suamimu?”
“Iya.”
“Kenapa ga pernah cerita?”
“Aku ga bisa.”
“Memangnya kenapa?”
“Aku cuma istri kedua.”
“Maksudmu, dia masih punya istri pertama?”
“Sedang mengandung anak ketiga.”
***
Catatan: mengemis bisa menjadi pekerjaan
menjanjikan. Fakta ini saya ketahui dari cerita dosen. Di daerah saya, ada
seorang pengemis yang punya banyak istri yang menjadi juragan. Namun sehari-hari
pencarian nafkah utamanya dilakukan di pinggir jalan.
Karya lain bisa dilihat di sini
Bener sekali. Menjadi pengemis sangat menjanjikan. Saya pernah baca di kaskus, penghasilan pengemis bisa ngalahin penghasilan pekerja kantoran dalam sebulan. Oh my!!
BalasHapusNice idea, ceritanya bagus. Twisted!
terima kasih :D
Hapusiya saya juga pernah lihat di TV ada kampung pengemis , karena pekerjaan di orang-orang di kampung tsb adalah mengemis (ngemisnya merantau di jakarta) dan rumahnya bo...gede gede bagus-bagus
BalasHapuspenampilan sehari-hari kucel tp rumah gedongan :D
Hapusdari awal sudah tahu sih, kalau mereka akan pergi mengemis.
BalasHapustapi enak dibacanya :)
hehe alhamdulillah kalo gitu mbak
HapusHe-eh, karier pengemis kabarnya memang menjanjikan ya :D
BalasHapusbanget :D bisa aja penghasilannya lebih besar dari orang2 yg menyantuni dia
Hapusdi suatu daerah ada perkampungan pengemis yang warganya kerja jadi pengemis dan punya rumah serta sawah :D
BalasHapusngemis dulu buat modal gitu kali ya
Hapusbusetttt pengemis aja bisa tiga istrinya ya?ngalah2in artis, ckckk...jadi malas kalau ngasih uang ke pengemis. Hiks...
BalasHapusdua, mbak :)
Hapus