shutterstock.com |
Aku tersenyum
kecil sambil menggosok kedua telapak tangan. Ini akan menjadi sebuah kejutan! Kau
pasti senang. Sepagi ini aku datang sambil membawakanmu sarapan. Yah, mungkin
ini bukan kejutan yang mewah atau membuatmu membelalakkan mata. Tapi, bukankah
kau suka mendapat limpahan perhatian? Apalagi aku sudah lama tidak
mengunjungimu di rumah.
Sebelah tanganku
baru akan mengetuk pintu ketika tukang pos muncul di belakangku. Terdengar teriakanmu
dari jendela lantai dua rumahmu. Dari kamarmu. Langkah kakimu terdengar ribut
menuruni anak tangga. Aku tahu, kau pasti suka kehadiranku. Aku belum
memberitahumu bahwa aku sudah pulang dari hari Minggu. Aku akan menjadi
alasanmu berkata I Like Monday.
“Aaaaa! Suratnya
sudah datang! Makasih ya, mas.”
Tampaknya keinginanku
menjadi pemeran utama digantikan mas-mas pengantar surat dari kantor pos. Bahkan
kau mengacuhkanku dan justru menyambut surat itu. Aku menjadi cemburu. Siapa yang
mengirimnya? Kenapa surat itu begitu kau nantikan? Tidakkah kau senang aku
pulang?
“Hei, kamu sudah
pulang? Tepat sekali. Aku benar-benar rindu. Aku juga ingin menunjukkanmu
sesuatu,” katamu sembari meraih tanganku. Bagai robot aku kau tarik masuk ke
ruang tamu. Aku duduk sementara wajahmu yang sumringah tak sabar membuka amplop
dan melihat isi surat itu. Kau berdiri sambil membaca surat dengan mata
membelalak dan suara “oh” juga “ah”. Aku penasaran. Kuambil robekan amplop dari
lantai.
“Kamu tahu? Aku senaaaaaaaang
sekali! Mereka menerima permohonan beasiswaku! Aku akan melanjutkan kuliah di
luar negeri! Ya ampun, ini impianku, kamu tahu kan? Aku sering mengatakannya
padamu sejak kita masih di semester satu. Aku tidak sabar lagi untuk segera
pergi. Bagaimana dengan kamu? Setelah lulus, kamu ingin tetap di sini atau
pergi?”
Seluruh kata-kata
yang tadinya kulatih dan kupersiapkan hilang. Tadinya kupikir kau akan
memelukku dan kuusap punggungmu sembari kukatakan segala hal demi membunuh
rindu. Ingin kuceritakan banyak hal tentang tugas lapangan yang telah
kukerjakan dan betapa hari-hariku di sana menjadi tak semenarik saat bersamamu.
Perusahaan tersebut bahkan menawariku kontrak kerja selulus dari sini dan akan
memberiku beasiswa setelah dua tahun mengabdi. Awalnya aku berencana mengajakmu
ke sana agar kita bisa bersama.
“Kamu akan
memgambil beasiswa itu?” tanyaku bodoh.
“Tentu saja!
Bagaimana denganmu? Kamu tadi belum menjawab pertanyaanku.”
“Aku... akan
pergi. Aku mendapat tawaran pekerjaan. Jauh dari sini.”
“Jadi... kita
akan LDR?”
“Yah. Kupikir. Untuk
sementara waktu.”
“Yang terpenting
sekarang kamu sudah pulang.”
Kau memelukku
erat. Aku masih menggenggam robekan amplopmu. Bukan aku yang mengejutkanmu, pada
akhirnya. Tapi surat itu.
karya lain bisa dilihat di sini
sweet little thing.. :)
BalasHapusbtw, yg cowok tokoh kamu atau aku ya?hehee
hehe itu boleh si aku boleh si kamu :))
HapusLDR adalah pacaran rasa jomblo....
BalasHapus:P
cieee curhat cieee :p
Hapusjadi ingat masa muda ahahahaha...
BalasHapusehem ehem :D
Hapus