shutterstock.com |
“Lo punya kaki
yang bagus, melangkahlah.”
Dengan jari
jemari gemetar, kurentangkan kedua tangan ke tembok. Pelan-pelan kulangkahkan
kaki satu demi satu. Tiga langkah berlalu tanpa ragu. Aku semakin mantap
menjejak. Kuangkat wajah. Adri tersenyum.
“Tinggal
beberapa langkah lagi, lo bisa pegang tangan gue. Nanti gue bantu lo jalan
keluar. Bosen kan di kamar terus?”
Rasanya aku
seperti kembali pada tahun-tahun yang telah berlalu. Ketika aku berjuang
membuatmu memberiku peran dalam kisahmu. Ketika aku berharap kau memberi ruang
dan sedikit saja waktumu untukku. Saat itu, tiada jeda dalam setiap langkahku. Aku
terus berusaha keras sampai menyamai kaki-kakimu yang kokoh dan kuat. Kaki-kaki
yang melangkah dengan kepercayaan diri.
Sedikit lagi... aku sampai.. Dri..
Kedua tungkaiku
seperti kehilangan daya. Seakan aku tak berusaha sekuat tenaga. Aku lelah...
Aku ingin menyerah saja. Kedua tanganku tidak mampu membantu keseimbangan
tubuhku. Tembok-tembok yang kujadikan pegangan seperti menjauh dan membiarkanku
sendirian.
“Hei, hei. Lo kenapa?”
“Gue capek.”
“Lo nyerah?”
“Lo ga liat gue
jatoh? Lo pikir ga capek punya kaki yang susah dipake jalan? Gue bosen latian
kayak gini terus! Ga ada perubahan! Emang lo juga ga bosen apa bantuin gue biar
bisa jalan lagi? Gue tuh kayak anak bayi yang baru bisa berdiri. Bedanya, bayi
yang lo ajarin jalan seminggu mungkin udah bisa lari. Lha gue? Tiga bulan kayak
gini, nyusahin semua orang, cuma bikin orang-orang ngeliat gue dengan tatapan
kasian!”
Adri berlutut di
depanku. Sesaat kita hanya berpandangan. Sekarang kau tahu, aku putus asa dan
kelelahan.
“Lo ga perlu
lagi berusaha jalan ke arah gue. Gue yang bakal datengin lo. Terus kita jalan
sama-sama.”
Amarahku meledak.
Memang bukan untuk hal yang tepat atau pada orang yang tepat. Tapi aku tak bisa
lagi menahannya. Aku hanya ingin meluapkan rasa frustasi.
“Apa bedanya?! Mau
jalan ke arah lo kek, mau jalan sama lo kek, kaki gue ini tetap ga kepake.
LUM-PUH!”
“Kalo gitu lo ga
perlu jalan. Biar gue yang jadi kaki lo. Gue cuma pengen ajak lo keluar kamar
hari ini. Biar lo liat matahari. Biar lo tau, dunia ga segelap dan sesuram di
kamar. Matahari aja masih bersinar, masak idup lo ga?”
Aku hampir
memekik saat Adri mengangkat tubuhku ke atas kursi roda. Kau lalu mendorong
kursi rodaku keluar. Mataku menyipit ketika cahaya matahari terik membanjir
seketika.
Adri lantas
berlutut di depan kursi rodaku.
“Lo punya kaki
yang bagus. Suatu saat nanti, kaki itu bakal melangkah lagi. Gue percaya, kok. Dan
kalo saat itu tiba, gue bakal melangkah di samping lo. Kita bakal jalan ribuan
mil. Lo ga perlu berusaha meraih tangan gue. Karena tangan kita nantinya
gandengan.”
Kalau hanya itu
syaratnya untuk mendapat tempat dalam hidupmu, takkan menyerah aku. Kedua kaki
ini bukan pajangan apalagi hambatan. Sebab melalui kedua kaki ini aku berjalan
menuju duniamu.
Kakiku menjejak.
Mimpiku mendekat. Aku meraih tanganmu dan menggenggamnya erat.
***
Karya lainnya
bisa dilihat di sini. Prompt ini ditulis atas bantuan seorang teman yang
menyumbangkan kalimat pertamanya. Terima kasih, ya J A Thousand Miles yang saya dengar merupakan versi
dari Boyce Avenue. Lumayan juga lagunya.
Sweet, kenalin dong Mbak sama Adri ^_^
BalasHapuskok tau kalo adri itu beneran? hahahah
Hapus