shutterstock.com |
Ibu bilang hanya
ada dua macam perempuan yang hidup zaman sekarang. Perempuan yang mencintaimu
dengan perasaan atau mencintaimu dengan uang. Celakalah kau yang dicintai
karena alasan nomor dua. Namun tahukah kau alasan nomor dua lebih bisa
diterima? Sebab lelaki yang menyodorkanmu cinta belum tentu bisa memberi makan. Tapi cinta akan
datang pada lelaki yang setia membayar tagihanmu tiap bulan.
Sederhanya, cinta belum tentu datang bersama uang tapi uang akan diikuti dengan cinta.
“Sayang, minggu
depan aku harus datang ke acara pernikahan teman lama. Aku ingin beli sepatu
baru.”
“Tapi honey, bulan lalu kamu punya tiga pasang
sepatu baru.”
“Sayang, kamu
tega melihat aku malu? Ketiga sepatu itu sudah aku pakai untuk bekerja lima
hari dalam seminggu dan satu kali waktu datang ke acara lamarannya. Semua orang
sudah melihat sepatu-sepatuku. Seakan aku tidak punya sepatu lain walau memang
demikian faktanya. Aku ingin terlihat beda. Penampilanku nanti tidak boleh
seperti sehari-hari.”
Ibu mengajariku
agar para lelaki memahami kebutuhanku. Mereka boleh memamerkan kecantikanmu
pada teman-temannya. Namun mereka tak boleh melarangmu membanggakan isi
dompetnya. Kalau lelaki boleh bersenang-senang dengan tampilan fisikmu yang
masuk kategori luar biasa, begitu pula kau boleh berbangga memiliki pasangan
yang dapat mengerti hasratmu dalam berbelanja. Cukup adil, bukan?
Lelaki yang saat
ini berkencan denganku, Toby, hanyalah lelaki sederhana yang berjuang
memacariku sambil menyicil motor baru. Ia tampan dan sikapnya manis tapi
astaga, ia terlalu nekat untuk berani mendampingiku! Ia pernah membelikanku
barang dari garasi tetangga. Kubilang aku tidak suka Hermes KW 2 tapi ia memaksaku dengan
kata-kata manis seperti, “Kau terlihat cantik memakainya.” Aku luluh dalam satu
detik lalu menyesal di kemudian hari. Barang tanpa sertifikat itu tidak bisa dijual lagi.
Kini aku
memintanya kembali. Sepatu yang bagus untuk pesta. Tidak, bukan sepatu yang kau
lihat di department store dengan
tulisan diskon 70%. Mereka menjualnya lebih murah karena itu barang sisa, tidak
laku lagi, dan sudah tidak zaman. Bahkan mungkin barangnya rusak. Aku juga
tidak mau bila barang itu pernah terlihat dipakai orang lain yang kukenal. Minimal
pemakainya tidak berada di kota yang sama.
“Sepatu itu
bagus. Bagaimana?” tanyaku. Jangan kau tanya harganya. Kau bisa lihat ekspresi
Toby kala memeriksa labelnya.
“Honey, bagaimana kalau kita lihat-lihat
lagi? Mungkin toko yang letaknya enam blok dari sini?”
Pasti tempat itu
menyajikan barang-barang murahan. Kalau sudah begini, biasanya aku tidak suka
memaksa tapi langsung mengakhiri hubungan. Hanya saja ia terlalu manis dan aku
tidak tega jadi antagonis. Namun sudahlah kali ini aku ingin ia lebih berusaha.
“Tidak. Aku hanya
mau yang itu.”
Ia nampak
terluka. Ia tentu tahu bahwa aku hafal berapa pendapatannya. “Cintamu terlalu
tinggi. Aku tidak sanggup lagi.”
Ketika ia
berbalik badan menahan kecewa, kulepas label murni dari dalam hati. Kuganti dengan
label oplosan. Lalu kukatakan padanya bahwa aku minta maaf sudah keterlaluan. “Aku
tidak butuh sepatu, tapi dirimu.”
Ia membalas
tatapanku penuh cinta. Sayang ia tak bisa membedakan tatapanku asli atau
imitasi.
***
Berdasarkan
fiksimi Ari Ta
CINTA PALSU. KW 2 lebih diminati.
Karya lain dapat di
lihat di sini.
astaga, aku selalu suka kalau tokoh cerita adalah perempuan 'culas' yang mendominasi lelaki. cerita ini keren!
BalasHapustengkyu bang :)
Hapusbergidik membayangkan jadi cowoknya.
BalasHapusasli atau imitasi, yg penting kan dicintai? :p
Hapusbanyak kalimat rancu.
BalasHapus"mencintaimu dengan perasaan atau mencintaimu dengan uang"
mungkin maksudnya bikin perbandingan yang setara, karenanya keduanya memakai kata 'dengan'. tapi 'dengan' tentu bukan 'karena'. dan dalam hal uang, lebih tepat menggunakan 'karena'.
mencintai dengan uang artinya memberikan uang, bukan menuntut uang.
yah misalnya itu. makin ke bawah masih ada lagi. hehe...
tapi ceritanya bagus :D
tengkyu masukannya ehehehhe saya juga ngerasa ada yg rancu cuma kemarin ga nemu tepatnya. okeee jadi pembelajaran :)
Hapussatir..lucu tp miris..apalagi kalimat "ibu mengajariku agar lelaki memahami kebutuhanku" bnr2 bikin aq nyengir :D
BalasHapuseheheheheh yg nulis aja nyengir
Hapus