Apa sih yang ada di benak
kalian ketika mendengar prestasi seseorang? Berdecak kagum? Tidak peduli? Termotivasi?
Opsi jawaban ketiga adalah yang saya rasakan ketika pertama kali membaca
biodata Mbak Maya Arvini di cover
belakang bukunya, Career First. Bayangkan
saja, ia berhasil meraih gelar cum
laude double degree dari
Universitas Padjajaran! Ia juga menjadi lulusan terbaik Magister Manajemen
Universitas Indonesia. Terbayang dong betapa pencapaiannya bikin ngiler.
Awalnya saya mendapat
surat elektronik dari Gagas Media untuk mengulas Career First dalam program One
Book One Day. Saya tidak tahu sih cara Gagas Media dalam menyaring
teman-teman blogger yang terpilih untuk membuat ulasan. Mungkin blognya dikepoin dulu kali ya? J Tapi saya seneeeng banget waktu buku ini
sampai di rumah. Ternyata buku ini benar-benar layak baca.
Mbak Maya Arvini
menceritakan bagaimana perjalanan hidupnya dari bangku sekolah hingga meraih
posisi tinggi di sebuah perusahaan multinasional bidang Teknologi Informasi. Biasanya
tuh, teman-teman saya yang berprestasi di bidang akademik bukanlah tipe anak
yang aktif dalam kegiatan organisasi. Sebaliknya, teman-teman saya yang aktif
berorganisasi kebanyakan kesulitan dalam menjalani pendidikannya. Tapi Mbak
Maya Arvini berhasil mematahkan hal itu. Ia tidak hanya rajin mendulang
prestasi di bidang akademik tapi juga nonakademik. Ia aktif mengikuti beragam
organisasi bahkan menjadi ketua Koperasi Mahasiswa di kampusnya dan berhasil
membukukan penghasilan yang sangat besar.
Meski bukan dari keluarga
yang tergolong mampu, Mbak Maya Arvini menjadi teladan bagi kita untuk berani
bermimpi. Tentu karena usaha keras dan tidak pantang menyerah pula, selepas S1
ia meraih beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang S2. Keinginan kuatnya untuk
hidup lebih baik tercapai sudah. Walau berada di jajaran senior manajemen, ia
belum merasa puas. Ia masih merangkai mimpi-mimpinya untuk meraih lebih banyak
hal.
Dokumentasi pribadi |
Kelihatannya kisah hidup
Mbak Maya Arvini ini sempurna ya? Sudah pintar, berprestasi, karirnya mulus
pula. Eh, jangan salah. Ia juga manusia biasa. Dengan jujur ia menceritakan
kegagalannya memasuki bangku kuliah melalui jalur PMDK. Ia juga mengatakan
dengan jujur kekurangannya sebagai pribadi yang individual dan perfeksionis. Karena
menurutnya, kekurangan bisa menjadi kelebihan begitu pula sebaliknya. Mungkin kita
berpikir bahwa bersikap perfeksionis adalah hal baik terutama menyangkut
pengerjaan tugas-tugas. Namun ada kalanya sesuatu yang baik bisa menjadi buruk
lho.
Dengan cara bertutur yang
sederhana dan mudah dicerna, Mbak Maya Arvini mengungkapkan berbagai hal seakan
tengah mengobrol dengan temannya. Tidak hanya bagaimana mencapai sesuatu atau
mengatasi hambatan-hambatan dalam meraih sebuah pencapaian, Mbak Maya Arvini
juga mengajak kita untuk melihat sekeliling. Bukan cuma usaha pribadilah yang
membuat seseorang berhasil. Dukungan dari orang-orang di sekitarnya baik
keluarga, sahabat, maupun mentor yang menjadikannya mampu melakukan banyak hal.
Ada beberapa hal yang saya
suka dalam buku ini. Misalnya di halaman 60, “Loyalitas saya adalah terhadap komitmen untuk
belajar dan mencari pengalaman baru, juga untuk meningkatkan performa kerja
saya sebaik mungkin. Bisa dibilang, loyalitas saya adalah terhadap profesi dan
keinginan untuk berkontribusi.” Kutipan ini merupakan bagian dari pembahasan Mbak Maya Arvini mengenai seseorang yang betah pada posisi stagnan dalam
karirnya sebagai comfort zone atau
dengan alasan loyalitas. Baginya, ia selalu ingin mengembangkan diri karena itu
adalah bagian dari loyalitasnya sebagai seorang profesional.
Lainnya ada di halaman 80,
“Menurut saya,
proses dan hasil harus seimbang. Jika seseorang hanya berorientasi pada tujuan
akhir, kemungkinan besar dia akan tergoda untuk mengambil jalan pintas dan
berbuat curang. Sebaliknya, bahaya juga jika orang hanya berfokus pada proses tanpa
tahu arah tujuan. Pada akhirnya, dia tidak akan sampai ke mana-mana.” Sekali lagi
pendapatnya membuat saya tercerahkan. Dalam hati saya berkata, “Benar juga ya.”
Terakhir di halaman 138
Mbak Maya Arvini menjelaskan bahwa proporsi kehidupan kerja dan di luar
pekerjaan ditentukan masing-masing individu berdasarkan apa yang disebut
seimbang. A belum tentu menilai sesuatu seimbang seperti B menilainya. Seimbang
adalah pandangan subjektif.
Kutipan-kutipan yang
mengisi berbagai ruang dalam buku ini ikut semarak beserta grafis yang
memanjakan mata. Visualisasi seorang perempuan berambut hampir cepak yang mirip
dengan penulisnya beserta warna merah yang mendominasi bagian luar maupun dalam
buku sungguh memesona. Lay out-nya
memang patut diacungi jempol.
Intinya jika Anda membaca
buku ini, Anda akan didorong mewujudkan mimpi!
terima kasih infonya, sepertinya boleh juga bukunya
BalasHapusbaca deh mbak :)
HapusWah menarik bukunyaaaa :)
BalasHapusheheh makasih kunjungannya
Hapus