shutterstock.com |
Gawat! Sudah jam sembilan lewat! Sulit sekali
memprediksi kemacetan di ibu kota dewasa ini. Apalagi jika kau benar-benar
terlambat. Harusnya aku sudah di kafe tempat Ryuki menunggu. Katanya dia ingin
memberiku sebuah kejutan ulang tahun─yang seharusnya tidak dia katakan padaku
karena itu bukan lagi bernama kejutan.
“Kau harus tahu, ini luar biasa! Aku telah
mencari-cari hadiah ini ke sepenjuru negeri. Aku tahu kau akan menyukainya. Kupikir
kau gila, memiliki standar terlalu tinggi, dan berusaha menyulitkan dirimu
sendiri. Tapi sebentar lagi kau akan melepas masa lajangmu. Aku yakin, hadiah
yang kuberikan padamu adalah hadiah terbaik yang akan pernah kau terima dariku.”
Dari caranya menjelaskan, aku sudah tahu
yang dia maksud hadiah adalah perempuan. Aku pernah menjelaskan padanya, jangan
berusaha mencarikanku pasangan. Usia tiga puluh tahun bukanlah waktu yang
terlampau tua bagi seorang lajang. Aku hanya terlalu menikmati hidupku. Atau,
pekerjaanku.
“Dia tinggi? Kulit kuning langsat? Mata besar?
Tulang pipi tajam? Alis tebal? Hidung runcing? Bibir merah sempurna?”
“Ya! Sebutkan lagi seperti yang pernah
kau katakan padaku mengenai kesempurnaan. Cerdas? Memiliki selera humor? Kompetitif?
Mampu menangani urusan domestik? Bukan pengekang? Berkelas?”
“Rambut legam, bicaranya sopan,
masakannya enak, bisa menari?”
“Hadiahku untukmu punya semua itu! Bagaimana
menurutmu?”
“Aku harus melihatnya sendiri.”
“Baiklah, kita bertemu di kafe. Jam sembilan.
Jangan terlambat. Hadiahku akan datang tepat waktu.”
“Begitu pula denganku.”
Dan disinilah aku, di tengah kemacetan,
merasa frustari melihat antrian. Kepalaku mulai membayangkan perempuan itu. Sudahlah,
jangan menyebutnya hadiah. Dia perempuan. Jodohku. Sebentar lagi, aku menjadi
seorang suami. Gambaran mengenai kesempurnaan itu sudah terpatri dalam benakku.
Membuatku makin tidak sabar.
Antrian mulai bergerak. Aku membanting
setir ke bahu jalan. Melawan peraturan, mungkin. Oh, mereka akan mengerti bahwa
aku terburu-buru. Dunia beserta isinya akan memahami mengapa aku tak dapat
bersabar lebih lama lagi.
Ketika jalanan mulai lengang, aku
mengendarai mobil di luar batas kecepatan. Cepat sekali. Mobilku seperti
melayang. Mataku tidak melihat jalan. Mataku menatap masa depan. Tentang hidupku
beserta seorang perempuan.
Brak!
Sesuatu seperti lewat. Kurem mobil
mendadak. Bannya berdecit. Bunyi brak
tadi sepertinya menandakan mobilku menabrak sesuatu. Apa? Kucing? Anjing?
Aku turun. Di depan mobilku tidak ada
apapun. Di bawah? Kolongnya kosong. Di belakang?
Nafasku tercekat. Sesosok tubuh dengan
rambut panjang, tergeletak di jalan. Ya Tuhan! Tidak, ini hari ulang tahunku! Tangan
kanannya menekuk aneh. Tangan kirinya terlihat. Ada tato berbentuk salib. Beberapa
detik aku hanya mematung. Lalu aku kembali ke dalam mobil, meninggalkannya. Sendirian.
Terbaring. Mungkin hidup. Lebih mungkin mati.
Ryuki menatapku heran. Keringatku bercucuran.
“Kau baik-baik saja?”
“Iya. Mana hadiahnya?”
“Apa yang terjadi?” Ryuki balik
bertanya.
“Sudah, jangan tanya.”
“Dia terlambat. Aku minta maaf. Tidak biasanya
dia begini. Mungkin kemacetan yang makin gila ini membuatnya sulit menempati
janji. Aku baru saja menelponnya tapi tidak diangkat. Mungkin ia tidak memegang
ponselnya.”
“Dari mana kau mengenalnya?”
“Dia staf baru di departemenku. Oh ya,
aku lupa. Satu lagi standar sempurna bagimu. Wanita pecinta seni, kan? Dia suka
tato. Sepertimu. Salib, di tangan kiri.”
Kunjungan DIni hari. MEmbaca di sana sini, akhirna terdampar dalam headline blog ini. Saya tertarik dengan slogan blog ini ada disebut "selera" hati. Saya sepakat. Yang namanya SELERA tidak dapat di perdebatkan. Salam dari Bumi Khatulistiwa, Pontianak. Kalimantan Barat
BalasHapussalam kenal, kalimantan! :D
Hapusgak jodoh! ;(
BalasHapuscariin :( #lho
HapusDuh.. :(
BalasHapusCeritanya menarik Linda. Tapi sepertinya ada lubang yang harus ditambal. Jadi, di mana posisi tertabraknya calon 'jodoh' tokoh aku? Menurut cerita Ryuki, perempuan ini sangat tepat waktu. Apakah dia sedang berjalan kaki ke tempat pertemuan? Di awal cerita malah disebutkan kalau 'aku' sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan. Mestinya 'hadiah' untuk aku sudah sampai duluan, kan?
BalasHapusSi perempuan juga terjebak macet? Hmm, rasanya tidak. Bukankah tokoh aku menabrak si perempuan itu justru setelah jalanan mulai lengang. Dan itu pun setelah tokoh aku menjalankan mobilnya di trotoar lalu mengebut. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Si perempuan juga melawan peraturan lalu mengebut? Kok dia lalu tertabrak saat berjalan kaki? :)
Salam.
oh iya hahahhahaha jadi malu makasih mas :D
HapusWih keren banget :D hehhee
BalasHapus