Burning giraffes and telephone (Salvador Dali) |
Seperti biasa, tidak ada kabar dalam
waktu yang lama. Aku sudah hafal dengan alasannya. Kalimat pamungkas seperti “Aku
sibuk sayang,” atau “Jadwalku terlalu padat,” sudah menjadi makanan pokok
buatku. Aku seperti perempuan gila yang terus memeriksa layar ponseln,
sekedar berharap sebuah pesan masuk hanya untuk menanyakan apa aku baik-baik
saja. Pertanyaan basa-basi semacam apa aku sudah makan atau apa yang sedang
kulakukan pun tak kunjung mampir. Layar ponselku tetap mati. Mungkin lama-lama
hatiku yang mati.
Ah, apanya yang jauh di mata tapi dekat
di hati. Ia jauh tak hanya dalam jangkauan, tapi juga perasaan. Ia tak pernah tahu,
di sini aku menangis dalam bisu. Membosankan. Menyedihkan. Seakan tak punya
pasangan. Seakan hidup tak berjalan. Tak ada yang mampu kulakukan kecuali
menunggu, menunggu, dan menunggu sampai karatan.
“Masih ada aku,” begitu kata sahabatku
suatu ketika. Sayangnya yang kurindukan bukan dia, tapi yang di seberang sana.
“Jangan pikirkan dia,” begitu kata
adikku seringkali. Bagaimana mungkin tidak memikirkannya, sementara dalam mimpi
pun ia acapkali berkunjung.
“Kenapa tidak cari lelaki lain saja?”
tanya beberapa orang yang terlalu sering mendengar keluh kesahku. Mereka pikir
semudah itu? Seperti kabel telepon, hatiku hanya tersambung padanya. Cuma dia
yang mampu menimbulkan getar-getar cinta. Setiap kucoba mengenal lelaki lain,
setiap kali itu pula aku merasa buntu. Seakan sudah jelas, lelaki-lelaki itu
tidak tercipta untukku.
Mengapa cinta sebegitu menyusahkan? Ia memabukkan
seperti minuman beralkohol yang pahit tapi tetap ditenggak. Seperti ganja, ia
membuatku melayang, meski akhirnya aku jatuh.
Sekarang genap satu bulan sejak terakhir
kali kami berkencan.
Kupeluk boneka jerapah yang ia beri
untuk hadiah ulang tahunku. Kalau saja benda ini dia, tuntas sudah rinduku.
Kuhubungi dia. Setelah panggilan kelima, ia mengirimiku sebuah pesan. “Sayang, aku sibuk. Aku di
flat. Malam minggu nanti kita kencan. Aku janji. Sudah dulu, ya.”
Mungkin akan baik bagi kami berdua kalau sesekali aku memberinya kejutan. Bagaimana kalau aku tiba-tiba datang? Lalu kuberi ia sebuah pelukan dan senyuman. Tanpa berpikir panjang aku datang ke flat. Kuketuk pintu flat itu beberapa kali. Agak lama. Pintunya dibuka. Seorang perempuan muncul. Brengsek! Jadi ini yang membuatnya sibuk?
“Mana Zidan? Oh, jadi kau alasan dia
jarang menemuiku ya? Dasar jalang! Kau kesepian? Tidak bisa menemukan lelaki
lain selain mencuri pasangan orang?”
“Dan, apa yang kau lakukan di sini?”
“Kau tahu namaku? Zidan yang
memberitahumu? Aku sungguh tidak tahan!”
Aku berteriak-teriak kesetanan mencari
kekasihku. Perempuan bodoh itu menarik-narik tanganku.
Kubuka lemari pakaian Zidan. Di mana sih
lelaki pengecut itu sembunyi?
Kini, seluruh isi lemarinya adalah
pakaian perempuan. Kutatap wajah penuh riasan perempuan itu. Sekarang
aku tahu kemana perginya kekasihku.
***
Karya lain bisa dilihat di sini. Semoga tulisan ini menang biar dapat Bumi-nya Tere Liye :D Lukisan Salvador Dali memang sangat surel, tapi kali ini gagal bikin prompt yang sureal.
suka sama endingnya... ternyata oh ternyata ya...
BalasHapustengkyuuu ;)
Hapusahahaha.. serius. entah kenapa aku tak pernah bisa menebak akhir dari ceritamu, Lin! :D terus berkarya ya, semoga kamu segera punya buku.
BalasHapusaamiin hehehhe
HapusAw.....Zidaaaaannnn *tutup muka*
BalasHapuskenapa ditutupin mbak? mau dirias juga? sini sini :D
Hapusjadi namanya zidan sekarang siapa? :D
BalasHapusada usul? :D
Hapuskurang soft di ending Mbak. agk terburu2. mungkin kalau dibuang beberapa bagian monologny, dan ditajamkan bagian ending, efeknya lebih dapet :)
BalasHapusmaaciw masukannya :D
Hapusklise! gak nyangka deh kamu ,.. :)
BalasHapusklise berarti udah biasa dan kesangka dong mase?
HapusAuww..ide ceritaku mirip cerita Mbak Linda. Aku gak tahu kalau Mbak Linda udah duluan..
BalasHapushehehe nothing new under the sun mbak, rapopo
HapusPerempuan adalah mahluk yang sangat teliti. Dengan sekilas pandang, benaknya mampu menilai dan mengalkulasi seseorang/keadaan. Jadi, seberapa miripkah Zidan dengan sosok perempuan? ;) | dan aku penasaran, apa kira-kira penyebab Zidan berdandan seperti perempuan?
BalasHapussaya beberapa kali ga bisa bedain perempuan yg ternyata lelaki karena terlalu cantik. misal model transgender dena rachman itu. udah mana cantik, anggun lg gerak gerik tubuhnya.
Hapusnah kalo sebabnya memang tidak dijelaskan. karena tidak dijelaskan pun tidak merusak jalan cerita. karena fokus saya dari awal pengen ngangetin si "aku" ini