fajarbukan.blogspot.com |
Hai! Kalian suka Drama Korea? Saya akan
meresensi salah satu Drama Korea, salah satu yang terbaik dari yang pernah saya
tonton, tentunya selain drama kolosal. Bagi kalian yang kurang suka drama,
jangan khawatir. Serial ini tidak menitikberatkan pada kisah cintanya saja kok.
Baik latar belakang cerita yaitu dunia jurnalistiknya dikupas mendalam meski
tetap ringan dan mudah dicerna. Oh iya, saya lupa menyebut judulnya. Yap,
Pinocchio!
facebook.com/pinocchiotv |
Drama ini pertama kali tayang November
tahun lalu dan baru saja tamat pertengahan Januari 2015. Kisahnya mengenai Choi
Dal Po dan Choi In Ha yang bekerja sebagai jurnalis di dua stasiun televisi
berbeda. Mereka memperjuangkan idealisme mereka sebagai pekerja media. Tidak
hanya itu, mereka pun memiliki misi membongkar kejahatan yang media lakukan pada tiga
belas tahun lalu yang mengakibatkan penghakiman sosial pada sebuah keluarga. Sedihnya,
tiga belas tahun kemudian tuduhan yang diberikan kepada keluarga itu tidak
terbukti. Padahal kasus itu menelan korban jiwa.
Choi Dal Po (Lee Jong Suk) merupakan
tokoh sentral dalam serial ini. Selama bertahun-tahun ia hidup dengan identitas
milik orang lain sembari membawa dendam pada orang-orang yang menghancurkan
hidupnya. Ia begitu membenci media karena membuat nama almarhum ayahnya rusak
dan ibunya bunuh diri. Namun karena cintanya pada Choi In Ha (Park Shin Hye)
yang tak lain adalah keponakannya sendiri, ia memantapkan niat menjadi
jurnalis. Sebenarnya mereka bukanlah paman-keponakan sedarah. Choi Dal Po yang
kecelakaan diselamatkan oleh kakek Choi In Ha dan diangkat menjadi anak.
Kenapa judulnya Pinocchio? Sebab tokoh
utama wanitanya, Choi In Ha, memiliki Sindrom Pinokio. Orang yang memiliki
sindrom tersebut tidak bisa berbohong. Jika berbohong, ia akan terus cegukan
hingga mengakui kebenarannya. Namun sindrom ini tidak benar-benar ada.
Seringkali dalam sebuah drama atau
tayangan tentang kisah cinta hanya menjadikan karakter tokohnya sebagai
tempelan. Tokoh yang bekerja sebagai pengacara misalnya tidak benar-benar
ditampilkan kehidupannya sebagai pengacara. Sebaliknya, kisah cinta si
pengacara inilah yang diekspos habis-habisan. Jika rumus itu yang selalu
digunakan oleh penulis skenario, bukankah membosankan? Semua kisah cinta akan
sama saja, hanya berbeda tokohnya.
Namun Pinocchio tidak terjebak dalam
kesalahan itu. Pinocchio justru benar-benar menguliti karakter-karakter dalam
serialnya. Sejujurnya menonton serial ini bagi saya yang anak Komunikasi
menjadi ajang flashback. Mulai dari lelahnya
mencari berita, dikejar deadline,
berita yang kurang memuaskan bisa kena semprot, hingga perebutan mencari yang
paling eksklusif. Pinocchio menggambarkan dengan detail suka duka kehidupan
para jurnalis dan tidak menampilkan mereka seperti sosok sempurna.
Namun masalah tidak sampai di situ. Setelah
Choi Dal Po dan Choi In Ha terjun ke dunia jurnalistik, mereka baru menyadari
bahwa mereka bisa membongkar kasus tiga belas tahun lalu. Saksi kunci dari
kesalahan media ketika itu adalah ibu Choi In Ha sendiri, pembaca berita
ternama Sung Cha Ok (Jin Kyeong). Ialah yang menggulirkan isu pertama kali bahwa ayah Choi
Dal Po bertanggung jawab atas kematian sembilan pemadam kebakaran pada sebuah
tragedi di pabrik pengolahan limbah. Pertentangan dalam batin Choi Dal Po pun
terjadi. Jika ia membongkar kekejaman Sung Cha Ok, mau tidak mau ia juga akan
menyakiti Choi In Ha. Meski Choi In Ha tidak pernah bertemu ibunya atau sekedar
menerima kabar selama tiga belas tahun, ia begitu mengidolakan sang ibu.
Tiap episode selalu menampilkan
konflik baru meski tetap berkaitan pula dengan Choi Dal Po dan Choi In Ha yang
saling mencintai tapi terhalang restu karena takdir mereka sebagai keluarga. Konflik-konflik
tersebut terjalin rapi, memiliki penjelasan yang masuk akal, dan tidak
dibuat-buat. Melalui Pinocchio, kita dapat melihat bagaimana kebobrokan media
dan pengingkarannya terhadap kontrol sosial. Media seharusnya bertanggung jawab
memberitakan apa yang benar, sesuai fakta, akurat, dan telah dikonfirmasi untuk
diberikan kepada masyarakat. Pinocchio justru menunjukkan sisi gelap media yang
membungkam kebenaran, mengalihkan perhatian, dan memanfaatkan posisinya di
masyarakat dalam menyuarakan sesuatu berdasarkan kepentingan pihak tertentu.
joonni.com |
Kesalahan media tiga belas tahun lalu
yang mengorbankan keluarga Choi Dal Po bukanlah tanpa disengaja. Meski Sung Cha
Ok membela diri dengan mengatakan bahwa ia menyampaikan apa yang ia lihat di
depan mata. Apa yang ia sampaikan adalah kemungkinan. Sayangnya, sebuah
kemungkinan akan diterima sebagai kebenaran bila ditelan mentah-mentah oleh
masyarakat. Sung Cha Ok pun tidak berusaha mengonfirmasi apa yang ia sebut
sebagai kemungkinan. Ia justru terus mengorek kemungkinan itu hingga orang
lupa, mana kebenaran yang sebenarnya.
Begitu pula yang terjadi pada kita. Setiap
hari kita mengonsumi baik media cetak, media elektronik, maupun media siber. Sebagian
dari kita belum tentu mau mengonfirmasi sebuah berita atau malah isu beredar. Berapa
banyak sih dari kita yang membandingkan sebuah berita dari satu media ke media
lainnya? Berapa banyak dari kita yang menerima sebuah berita dengan hati-hati,
membacanya dan berusaha memahaminya hingga kita mengerti? Sudahkan kita
meminimalisir kemungkinan salah paham?
Pinocchio mengajarkan pada saya bahwa
sebuah isu yang dibiarkan berkembang tidak hanya mematikan nama tapi juga
nyawa. Saat ayah Choi Dal Po mendapatkan penghakiman sosial, keluarganya ikut
diperlakukan tidak adil. Ibu Choi Dal Po tidak bisa memberi makan anak-anaknya
karena tidak ada yang mau menjual barang padanya. Kehidupan Choi Dal Po dan
kakaknya menjadi tidak bahagia karena tiap kali keluar rumah, jurnalis dari
berbagai media mengikuti dan berusaha memancing komentar mereka. Semua menyudutkan
tanpa membiarkan mereka menjelaskan.
Pinocchio juga menunjukkan pada saya
apa itu agenda setting. Opini publik
dipengaruhi oleh media. Satu media cukup bersuara, media-media lain bisa jadi
mengikuti gelombang, berikutnya masyarakat akan ikut termakan. Melalui pengalihan
isu dan penggiringan opini publik, Sung Cha Ok berhasil menyelamatkan Ketua
Park dalam mengamankan bisnisnya sekaligus kroni-kroninya, para politikus
kotor. Kasus kebakaran pabrik pengolahan limbah tersebut dilakukan atas
kesepakatan yang dilakukan oleh Ketua Park sebagai pemilik saham terbesar media
tempat Sung Cha Ok bekerja dengan beberapa senator berpengaruh yang menelurkan
kebijakan berkaitan dengan bisnisnya.
Dari sini kita dapat belajar bahwa
kita perlu berhati-hati terhadap kepentingan media. Kita harus mencermati siapa
pemiliknya, bagaimana kedudukannya dalam kehidupan sosial, bagaimana
afiliasinya di dunia politik, dan lain-lain. Pinocchio pun menunjukkan bahwa
media tidak selamanya benar atau memiliki niat murni memberikan pencerahan
kepada masyarakat. Justru dengan menutupi kebenaran yang ada, media mengingkari
fungsi kontrol sosialnya sehingga masyarakat pun menjadi tidak tahu kebobrokan
pemerintah.
Tidak hanya media yang perlu melakukan
kontrol dan menjadi pengamat atas apa yang terjadi di sekitar kita. Kita juga
perlu curiga jika sebuah berita panas dan penting yang diekspos besar-besaran
oleh media tiba-tiba meredup. Apakah ada sesuatu yang ditutupi? Apakah ada
posisi seseorang atau sekelompok orang yang terancam? Apakah jika media terus
memberitakannya, kebenaran akan terungkap?
Saat Choi Dal Po mengancam Sung Cha Ok
bahwa ia tidak akan tinggal diam dalam menginvestigasi kasus kebakaran di
pabrik limbah tahun ini yang ternyata memiliki kemiripan dengan kasus tiga
belas tahun lalu, sang pembaca berita meragukannya. “Bisakah kau mengobarkan
api yang telah padam?” Perkataan Sung Cha Ok ternyata merupakan keyakinannya
bahwa kasus itu akan dilupakan masyarakat. Kasus itu tidak lagi menjadi
perhatian utama masyarakat akibat munculnya berita baru yang dianggap akan
lebih menyita minat. Choi Dal Po tidak membiarkannya padam. Maka ia terus
menginvestigasi dan melaporkan kasus tersebut hingga masyarakat tetap ingat.
kapanlagi.com |
Walau sebagai sebuah drama Pinocchio
begitu serius dalam menggambarkan dunia jurnalistik, drama ini tidak berubah
menjadi membosankan. Akting yang cukup mumpuni, romantisme yang membumbui, dan
karakter kuat tokoh-tokoh utamanya menjadikan Pinocchio memiliki kemasan yang
menakjubkan. Adukan emosinya pun tepat. Pinocchio juga berhasil memancing
perasaan penonton terlebih pada kehidupan Choi Dal Po yang ironis.
Drama ini tidak menjual mimpi tentang
cinta. Drama ini menggambarkan kehidupan yang sesungguhnya. Bahwa di dunia,
tidak segala yang kita lihat benar atau indah adalah gambaran sesungguhnya.
Setuju Linda, bahwa isu yang dibiarkan berkembang, akan mematikan nama.
BalasHapusYa, aku juga pernah merasakan itu, Linda.
Jadi ya, lebih baik, pintar-pintarlah menyeleksi berita yang kita terima :)
pernah merasakannya miss?
Hapusnah iya. seleksi :)
saya juga nulis tentang pinocchio nih mba. tapi pembahasannya gak dalem seperti mbak. sekedar cerita gimana sukanya saya sama pinochhio aja. silahkan mak kalau mau ditengok -> http://lianurmalasari.blogspot.com/2015/01/why-do-i-love-pinocchio-so-much_16.html
BalasHapusmeluncuuuuur
Hapussemua orang Indonesia mesti nonton ini biar engga mudah kemakan sama berita-berita ngeness di tivi ya mak :(
BalasHapusiya mak. biar kita juga ga gampang ketipu di jaman kayak gini.
Hapus