Sakit yang Terlalu - Carolina Ratri (@redcarra) |
Kudengar, kau sudah mati, benar?
Aku melihatnya di televisi. Seluruh
saluran memberitakan kebakaran di lokasi tambang. Padahal pagi tadi kau bilang,
hari ini kau dapat giliran. Apa namanya, oh iya, shift. Kau kirim fotomu mengenakan APD. Katamu, sekali-kali kau
yang berkirim gambar diri.
Kudengar, kau sudah mati. Haruskah
hal itu kupercayai?
Minggu depan kau akan cuti. Pulang.
Padahal aku sudah menyiapkan sebuah dekapan. Jahat sekali, sungguh jahat, kalau
kau telah pergi. Teganya kau biarkan dekapanku membusuk sendiri. Di depan foto
pernikahan kita, kutuding-tuding kau dengan marah. Kuteriaki kau dengan
bermacam sumpah serapah. Kau kejam, tak punya hati. Membiarkanku begini. Menjadi
gila.
Ibu memelukku, menyuruhku
mengingat Tuhan. Tapi Tuhanlah yang telah menjemputmu, bukan aku yang
senantiasa menunggu. Harusnya minggu depan aku di bandara, menyiapkan senyum
terbaikku, untuk menyambut kedatanganmu.
Makhluk yang bergerak-gerak dalam
perutku menunggumu, kau tahu?
Kau cuma menangis di sampingku
meski telah kuteriaku namamu hingga tak terhitung lagi jumlahnya. Kau meratap
di sisiku dengan rongga mata-gelap-kosong itu dan asap hitam yang keluar dari
lubang di punggung. Baumu seperti daging panggang. Tak ada yang kau lakukan
kecuali seperti yang tadi kudeskripsikan. Mungkin kau merasa bersalah. Mungkin kau
tak suka aku marah.
Kau akan mengajakku, kan?
Kau bicara melalui rongga di
tempat yang seharusnya bola matamu berada. “Ikutlah.”
Aku pasti sudah gila.
Aku mencium bau terbakar. Asap pekat
memenuhi kamar. Teriakan ibu dari luar mulai terdengar samar.
“Lia! Buka pintunya! Kamu sedang
apa nak? Bicara sama ibu!”
“Lia mau ketemu Mas Banu.”
“Lia! BUKA!”
Ibu menggedor-gedor pintu.
Ibu pernah bilang, aku perlu
bersandar pada Tuhan. Jangan meratapi nasib berlebihan. Di balik kepedihan akan
selalu ada kebahagiaan. Karena itu aku berhenti menangis, kan? Aku justru
mengambil korek api dan obat nyamuk. Katamu, rasanya tidak sakit. Kau sudah
mengalami dan sekarang kau ada bersamaku.
Kini aku sedang di ranjang,
bergandengan tangan denganmu, beristirahat dengan tenang.
***
APD = alat pelindung diri
Ilustrasi di atas seharusnya merupakan tantangan bagi The Big 6 MFF Idol 2 dengan tema surealis. Karena saya bukan The Big 6, tidak ada ketentuan untuk mengikuti tema. Ini flash fiction latihan saja karena sering bolos di tantangan Monday Flash Fiction :)
ceritanya terkesan ngajak bunuh diri?
BalasHapusiya, dia berhalusinasi diajak suaminya :)
HapusBaru liat :D
BalasHapusBagus.
hehe alhamdulillah kalo suka
Hapuswah agak gimana ya pas baca ceritanya. serem kalau dipikirkan.
BalasHapushehe sengaja
HapusWew kasihan yang didalam rahim gak tau apa2 tiba2 ikut terbunuh T,T
BalasHapusiya :(
Hapus