Perpustakaan Nasional |
Saya
berkesempatan mengunjungi Perpustakaan Nasional sebanyak dua kali di penghujung
Bulan November ini. Saya yang termotivasi setengah mati untuk “memacari”
perpustakaan karena sedang mengerjakan tesis ini awalnya tidak terpikir
berkunjung ke Perpustakaan Nasional. Awalnya saya berencana ke perpustakaan
lain—yang kemudian tidak dapat saya temukan gedungnya—sehingga daripada sia-sia
ke Jakarta, kenapa tidak mengubah tujuan saja? Ekspektasi saya biasa saja.
Terpikir akan menemukan sebuah gedung tinggi yang isinya buku-buku dan mungkin
sedikit membosankan. Teringat akan perpustakaan kampus sendiri yang panas dan
kadang kecepatan internetnya tidak dapat diandalkan membuat saya tak mau
berangan-angan kalau tempat ini bagus.
TERNYATA,
BAGUS BENERAN!
Saya
lupa seperti apa bentuk fisik bangunan Perpustakaan Nasional yang lama di
daerah Salemba. Tapi saya ingat jelas betapa sepi dan membosankannya tempat
itu. Bahkan ketika pergi ke sana beberapa tahun lampau, pengunjungnya hanya
saya dan teman-teman kampus. Bagaimana dengan bangunan baru Perpustakaan
Nasional di Jalan Merdeka? Beda! Tempatnya bersih, terang, dan ramai. Suasana
terangnya saja sudah mampu memancing mood
saya. Ketika memasuki lobi, rak buku raksasa yang entah berapa puluh meter
tingginya itu menjulang. Begitu pula dengan foto presiden serta para mantan
presiden kita beserta buku-buku baik yang mereka tulis atau yang ditulis
tentang mereka. Ada pula layar sentuh yang bisa kita gunakan untuk mencari
informasi tertentu misalnya, di manakah lokasi perpustakaan Kementrian
Kesehatan?
Mau ke lantai mana? |
Loker |
Katalog |
Kalau
tidak tahu harus ke mana, Anda bisa bertanya ke satpam. Satpamnya ramah-ramah
dan mampu menjelaskan dengan baik beragam informasi bila ditanya. Nanti di
dekat situ ada tulisan dinding berwarna merah yang menjelaskan layanan apa saja
yang tersedia di setiap lantai. Pertama, kita harus pergi ke lantai dua. Di
sana kita bisa mendaftarkan diri untuk menjadi anggota perpustakaan. Tujuannya
agar kita bisa meminjam atau mengkopi buku. Sayangnya, antrian yang panjang
karena pengunjung yang banyak membuat saya malas mendaftar. Jadi saya tidak
mendaftar hahaha. Jangan dicontoh ya kawan-kawan. Selanjutnya saya menyimpan
tas di dalam loker yang cukup untuk menyimpan dua ransel atau lebih. Kita akan
dipinjami tas transparan untuk membawa laptop atau kebutuhan lain yang ingin
kita bawa. Makan minum juga boleh kok asal tidak membuat kotor atau berantakan
perpustakaan saja. Setiap ke perpustakaan sih saya selalu membawa minimal
sebotol air.
Untuk
sementara, kita baru bisa mengakses buku di lantai 21 – 23. Lantai 21 dan 22
untuk buku berbahasa Indonesia sementara lantai 23 menyediakan buku-buku
berbahasa Inggris. Kenapa di lantai lain belum bisa? Karena, meski sudah
beroperasi setiap hari, Perpustakaan Nasional masih belum menyelesaikan
penataan buku-buku di dalamnya. Buku-buku masih belum selesai dimasukkan ke
dalam katalog, masih belum selesai diletakkan di rak, masih belum selesai
dikelompokkan, dan lain-lain. Kalau area untuk anak-anak sih sudah bisa. Tapi
untuk Anda yang ingin mencari buku dengan topik tertentu entah itu buku langka,
untuk keperluan penelitian, atau karena urusan pekerjaan mohon bersabar.
Mungkin kebutuhan Anda belum dapat terpenuhi dalam waktu dekat. Lantai-lantai
buku lainnya masih berantakan dan butuh proses untuk menyelesaikannya. Bahkan
di lantai 22 pun buku-buku masih teracak letaknya. Jangan lupa untuk mengecek
ketersediaan buku yang Anda cari melalui katalog. Letaknya ada di
komputer-komputer yang menghadap kaca ke luar bangunan gedung, tepat di samping
ruang loker. Hasil pencarian buku dapat Anda cetak di sana juga.
Anda
pecinta kebersihan? Maka jangan khawatir, toiletnya bagus-bagus! Bersih dan
wangi. Mungkin juga karena terhitung bangunan baru, ya. Tapi toiletnya nyaman
sehingga untuk Anda yang sedikit repot masalah kebersihan tidak perlu khawatir.
Sayangnya, jumlah tempat sampah masih sedikit. Tapi itu bukan alasan untuk
membuang sampah sembarangan, ya! Anda tetap harus menjaga kebersihan seperti
pengunjung lainnya. Kita punya kewajiban yang sama agar Perpustakaan Nasional
tetap nyaman dikunjungi.
Rak buku unik |
Ada
banyak pilihan untuk duduk atu mengetik. Ada sofa single, sofa yang melingkar, sofa yang agak panjang, meja dengan
kursi putar, sampai kursi-kursi empuk di anak tangga. Kebayang dong bisa
foto-foto cantik di banyak sudut? Pokoknya instagram-able banget deh! Anda juga
bisa melihat pemandangan dari ketinggian lewat kaca-kaca berukuran besar. Anda
bahkan bisa melihat Monas dan gedung-gedung pencakar langit lainnya di sekitar
Perpustakaan Nasional. Kalau bosan bisa pindah tempat duduk, cari yang paling
nyaman untuk bercinta dengan buku-buku. Asal jangan duduk di antara rak-rak ya
karena akan menghalangi langkah kaki pengunjung lain. Oh ya, rak-rak bukunya
juga bagus. Anda bisa foto pencitraan sambil membaca buku tanpa terlihat
membosankan. Senangnya lagi, ada banyak buku menarik yang sesuai dengan tesis. Buku-buku
yang ada di sini pun tidak terbatas dari buku penerbit besar aja atau buku yang
umumnya ada di toko buku. Buku-buku dari lembaga penelitian tertentu atau
lembaga swadaya masyarakat juga tersedia.
B |
Meja
dengan kursi putar di Perpustakaan Nasional sangat pas untuk Anda yang membawa
laptop dan atau ingin memanfaatkan wifi yang koneksinya bagus nan cepat.
Sayangnya, tidak banyak colokan yang tersedia. Sebenarnya ini cukup menggangu
karena bagi saya yang tidak berniat membawa pulang buku dari Perpustakaan
Nasional—takut bukunya hilang, rusak, atau lupa dikembalikan—saya perlu
mengutip isi buku dengan cara mengetiknya. Saya memang suka membaca tapi tujuan
utama saya ke mari adalah mencari buku untuk bahan tesis. Ga mungkin banget lah
buku-buku itu cuma dibaca aja. Apalagi kalau memang ingin memanfaatkan
teknologi—koneksi internet yang bagus, katalog buku yang diakses lewat
komputer, katalog buku online, akses
jurnal internasional secara gratis—sebaiknya menyediakan colokan sebagai salah
satu kebutuhan utama bagi kebanyakan orang saat ini. Meski mungkin bisa saja
argumen yang diutarakan adalah “Ke perpustakaan itu baca buku dong, bukan
internetan!” tapi kita tidak dapat mengesampingkan kebutuhan kita menggunakan
internet dan perangkat elektronik yang baterainya bisa habis.
Tidak
perlu khawatir bila Anda berpikir
kalau-perpustakaan-ramai-maka-akan-terasa-sesak. Pendingin ruangannya bekerja
dengan baik sehingga Anda akan tetap merasa dingin dan nyaman selama berada di
Perpustakaan Nasional. Sudah waktunya solat? Anda dapat pergi ke mushola. Ingin
berdiskusi tanpa terganggu? Anda bisa memanfaatkan ruang diskusi dengan syarat
melapor kepada satpam atau petugas. Minimal ada empat orang yang akan
berdiskusi. Saya belum pernah mencoba makan di kafetaria atau kantinnya tapi
kalau Anda ingin banyak pilihan, bisa pergi ke Stasiun Gondangdia.
Akses
termudah menuju ke Perpustakaan Nasional adalah memanfaatkan KRL melalui
Stasiun Gondangdia sebagai stasiun terdekat. Anda juga bisa menggunakan
kendaraan pribadi—saya tidak tahu di mana tempat parkirnya, tapi ada basement di gedung ini—atau menggunakan
ojek online dan bajaj dari rumah.
Kalau Anda tidak berdomisili di Jakarta tidak perlu khawatir karena sopir
bajaj, ojek pangkalan, atau ojek online rata-rata
tahu lokasi Perpustakaan Nasional. Turun dari KRL juga Anda bisa memesan ojek online di depan warung martabak atau
mencari bajaj dan ojek pangkalan di kanan kiri stasiun. Jangan tanyakan tarif
karena sudah pasti kalau mereka tahu bahwa Anda tidak tahu, mereka akan memberi
harga yang mahal. Anda bisa naik bajaj dengan tarif lima belas ribu ke bawah.
Ojek online biasanya hanya
menghabiskan tujuh ribu rupiah.
Tampak depan Perpustakaan Nasional |
Bagaimana?
Sudah tertarik berkunjung ke Perpustakaan Nasional? Yuk, kita membaca! Membaca
buku menambah ilmu. Membaca buku membuat dunia hadir di tangan kita.
*******************************************************************************
Sebagian foto adalah milik saya. Sebagian lagi saya ambil dari ponsel Faisal.
Perpusnas memang keren apalagi di lantai 19 bisa internetan gratis
BalasHapus