Remisi

Selama 32 tahun aku hidup, aku belum pernah berada di posisi ini. Ini pertama kalinya aku merasa normal.

Aku mau cerita dulu. Memang benar, aku dapat diagnosis BPD tahun 2023. Begitu pula dengan diagnosis-diagnosis selanjutnya mulai dari depresi, anxiety, bipolar, sampai regressive behavior. Namun, perlu digarisbawahi kalau aku sudah lama merasakan gejalanya.

Bayangkan, ketika anak kecil menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bermain, yang aku rasakan adalah pergulatan emosi. Baik itu rasa marah, sedih, frustasi, benci, takut, terpuruk, dan lain-lain. Rasa senang menjadi hal yang sangat langka aku rasakan.

Masa Remaja Seorang BPD

Sebagai catatan, seseorang dapat didiagnosis mengalami BPD ketika ia berusia minimal 11 tahun dan mengalami setidaknya lima gangguan berikut ini dalam satu tahun

  1. Rasa takut yang sangat besar untuk ditinggalkan, baik ini kenyataan maupun hanya imajinasi.
  2. Hubungan interpersonal yang sangat tidak stabil. Di satu sisi, orang lain terlihat sangat ideal dan hebat. Namun di sisi lain, bisa sangat benci dan kecewa.
  3. Pandangan terhadap diri sendiri yang berubah dengan cepat.
  4. Pemikiran, usaha, atau perilaku menyakiti diri sendiri. Bahkan, percobaan bunuh diri.
  5. Emosi yang berubah sangat cepat dan sangat intens.
  6. Merasa mati rasa terus menerus.
  7. Kesulitan mengontrol kemarahan dan bisa meledak tiba-tiba.
  8. Bersikap impulsif yang dapat merugikan diri sendiri misalnya sex bebas, menghambur-hamburkan uang, menyetir serampangan, dan lain-lain.
  9. Merasa paranoid.

Kalau dilihat dari sembilan gejala di atas, hampir semua aku punya. Kecuali nomor delapan.

Namun dulu aku belum memiliki akses ke psikiater. Selain itu, aku juga belum tahu apa itu BPD. Yang familiar saat itu untukku adalah bipolar.

Karena ada kemiripan gejala–emosi yang naik turun seperti roller coaster–kukira aku “hanya” bipolar. 

Stabil

Kemudian aku ada di titik ini. Kondisiku STABIL! Wow! Kok bisa? Aku pikir, mustahil aku mencapai titik remisi. 

Hampir seumur hidupku, aku bergumul dengan perasaan tersiksa ini. Hari-hariku rasanya gelap. Bahkan, walau hidupku sedang baik-baik saja. Selalu saja ada celah merasa “sakit”.

Dua bulan lalu, aku tersiksa sekali dengan rasa kosong. Kehampaan sangat menyiksaku. Aku bosan dengan kehidupanku, bosan dengan pekerjaanku. Aku juga kehilangan minat terhadap segala hal.

Namun, selama dua minggu terakhir, aku cukup yakin bahwa aku memasuki fase early remission. Fase awal dari remisi.

Oh ya, remisi adalah berkurang atau hilangnya gejala suatu penyakit. Aku menemukan penelitian menarik dari Zanarini et al. (2010) mengenai remisi. Penelitian ini berlangsung selama 10 tahun.

Menurut penelitian ini, separuh dari 290 partisipan penelitian mengalami remisi. Definisi remisi dalam penelitian ini adalah gejala psikologisnya mereda dan hidupnya berjalan stabil serta matang. 

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai seluruh partisipan tiap dua tahun selama selama 10 tahun.

Pada tahun kedua, sebanyak 93% partisipan mengalami remisi. Dalam dua tahun itu

  1. Tidak ada dorongan merusak diri yang signifikan
  2. Tidak ada rasa takut akan ditinggalkan yang ekstrem
  3. Tidak ada mood swings tajam
  4. Tidak ada identitas yang berubah-ubah
  5. Tidak ada kemarahan yang meledak
  6. Tidak ada rasa kosong yang intens dan terus menerus
  7. Tidak ada pola hubungan yang ekstrem

Sebagai tambahan, banyak pasien kesulitan untuk mencapai atau memertahankan remisi. Pada wawancara tahun keempat, ada 86% partisipan yang mencapai remisi. Pada partisipan yang mencapai remisi tahun kedua, 30%-nya mengalami kekambuhan.

Ketika studi ini berakhir yaitu tahun ke-10, ada 41 partisipan yang tidak lagi bergabung. Sebanyak 12 orang di antaranya meninggal dunia karena bunuh diri. Studi lanjutan ada di sini.

Aku bisa ceklis semua poin di atas. Ya ampun. Pertama kalinya seumur hidupku, aku bisa mencapai posisi ini. YA ALLAH.

Aku yang biasanya sangat terpengaruh dengan kehidupan asmaraku kini merasa biasa saja. Jika ada masalah, aku bisa menghadapinya dengan tenang.

Ada beberapa hal yang terjadi selama dua minggu belakangan yang mengecewakan hatiku. Namun aku bisa menerimanya dengan baik, tanpa meltdown. 

Pokoknya, ini adalah kondisi paling stabil yang pernah aku rasakan selama 32 tahun hidup. Aku nyaman dengan jiwaku, nyaman dengan tubuhku, dan menerima masalah-masalahku.

Tentu, remisi bukan berarti sembuh. Ini artinya aku dalam kondisi yang lebih terkontrol. Bisa saja kambuh. Sekarang aku perlu berjuang untuk tetap mempertahankan status remisi ini.

Bagaimana caranya?

Aku perlu disiplin dan hidup dengan jadwal yang kupatuhi sendiri. Tidur, makan, dan olahraga yang cukup. Aku juga perlu mencatat kondisiku sehingga self awareness-ku meningkat.

Selain itu aku juga perlu lebih peka terhadap respon tubuhku. Misalnya, saat ini tensiku rendah karena tubuhku beradaptasi dengan amitriptyline. Karena itu aku tidak memaksakan diri untuk pergi ke gym. Aku lebih banyak tidur.

Aku harus lebih sadar diri dan menjaga agar diriku tidak overstimulasi. Jika sesuatu harus dikerjakan pelan-pelan atau lebih lama, ya tidak apa-apa. 

Peran psikiater dan psikologku besar sekali sehingga aku mampu mencapai fase ini. Bahkan psikologku sampai bilang, aku boleh tidak konsultasi dulu jika merasa baik-baik saja.

Namun aku akan tetap konsultasi dengan psikiater dan minum obat tanpa putus. Karena aku harus menyadari, BPD adalah bagian dari diriku. Ini bukan pilek yang bisa sembuh total, jiwaku tidak imun dari kekambuhan.

Minum obat bukan tanda bahwa aku lemah atau kalah, tapi ikhtiarku menjaga diri. Minum obat secara rutin adalah tindakan preventif yang aku lakukan, juga caraku memelihara diri.

Aku menganggap obat-obatan yang kuminum selayaknya suplemen tambahan seperti multivitamin atau whey protein.

Sebagai informasi saat ini obat yang kuminum hanya tiga macam yaitu amitriptyline (antidepresan), frimania (mood stabilizer), dan risperidone (antipsikotik).


Komentar