http://en.wikipedia.org/wiki/Mad_City_(film) |
Media dapat mengubah hidup seseorang. Media dapat
berperan dalam membesarkan atau menjatuhkan nama seseorang. Kira-kira itulah
sebagian pesan dari film Mad City
yang dibintangi oleh John Travolta dan Dustin Hoffman. Film ini tidak sekedar
menunjukkan kisah seorang satpam yang dipecat lalu bertindak nekat akibat
frustasi kehilangan pekerjaannya. Mad
City juga menunjukkan betapa media berperan besar dalam membangun bahkan
menggiring opini dan keberpihakan masyarakat.
Dikisahkan, Max Brackett (Dustin Hoffman) dan rekannya
Laurie mendapat tugas meliput sebuah museum. Max Brackett mewawancarai kurator
musem tersebut, Nyonya Banks. Ketika Max berada di toilet museum, ia melihat
Sam Baily (John Travolta) mengeluarkan senapan dan terlibat sedikit adu mulut
dengan Nyonya Banks. Sam yang merasa Nyonya Banks tidak mau memberinya
kesempatan bicara melepaskan sebuah tembakan yang mengenai Cliff, satpam museum
yang juga kawannya. Sementara di dalam toilet, Max mengabarkan keadaan genting
di dalam museum kepada atasannya di kantor berita KXBD. Kemudian mereka membuat
siaran langsung dan pembaca berita di studio berkomunikasi dengan Max melalui
sambungan telpon di dalam toilet museum.
Sam yang terkejut melihat van kantor berita KXBD di muka
museum segera menyalakan televisi. Ia semakin terkejut mengetahui perbuatannya
ketahuan dan tengah disiarkan dalam siaran langsung. Akhirnya Sam menemukan Max
di dalam toilet. Di sinilah dimulai drama baru ketika Max meminta Sam memberi
masyarakat kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi melalui
sudut pandang Sam. Max menyarankan sebuah wawancara eksklusif di dalam musem,
di antara sekelompok pengunjung museum yang kebanyakan anak-anak dan sang
kurator yang disandera Sam. Sam menyetujui rencana itu dan berbicara di depan
kamera bahwa ia tidak bermaksud melukai Cliff. Ia hanya ingin pekerjaannya
kembali. Ia ingin mencukupi kebutuhan anak dan istrinya. Tanpa pekerjaan, ia
takut membayangkan kehidupan anak istrinya kelak.
Langkah Max cukup berhasil dalam mendongkrak citra
positif Sam di mata masyarakat. Hingga Hollander, salah satu pesaing Max,
mencoba membalik opini publik. Sam pun terdesak ketika isu rasial muncul karena
Cliff yang tak sengaja ia tembak, berkulit hitam.
Ide cerita film ini menarik dan jarang ditemukan. Meski
sejak awal kisah yang ditampilkan adalah Sam dan penyanderaan dalam museum yang
ia lakukan, kenyataannya pesan-pesan yang disisipkan dalam film ini tidak
menjadi tenggelam. Keberadaan dan kemampuan media dalam bertindak dan mendorong
tindakan masyarakat terlihat jelas. Wawancara eksklusif Max terhadap Sam Baily
membuatnya menjadi terkenal. Di sisi lain, Hollander pun melakukan hal yang
sama dengan cara berkebalikan. Jika Max memperjuangkan citra positif dan
meminta masyarakat melihat Sam sebagai warga biasa, Hollander mencoba
mematahkan anggapan itu dengan meniupkan berita tentang Sam yang harus dihadapi
secara hati-hati.
Siapa yang menang dan siapa yang kalah? Menurut saya,
semua pihak dalam film ini telah kalah. Seseorang yang begitu terpengaruh
terhadap pemberitaan media atas dirinya dapat mengalami tekanan sangat besar
yang membuatnya tak mampu berpikir jernih. Dalam beberapa adegan terlihat media
seringkali berlebihan dalam mengeksploitasi subyek maupun obyek berita. Media
dapat membuat sebuah berita bergulir sesuai keinginannya. Siapa yang menguasai
informasi tentulah menguasai permainan. Sam tidak hanya menjadi korban atas
kecerobohannya sendiri melakukan penyanderaan. Sam juga menjadi korban dari
pemberitaan media habis-habisan dan tidak sepenuhnya berasal dari sumber yang
kompeten. Misalnya, seorang pria yang diwawancarai dan mengakui sebagai teman
dekat Sam mengatakan hal buruk tentang Sam sekalipun sebenarnya mereka tak
saling kenal.
Seseorang yang terpojok dan merasa tidak punya harapan
serta tertolak bisa saja bertindak nekat. Termasuk Sam yang memilih bunuh diri
dengan dinamit. Ketika ia meledakkan diri, Max ikut terlempar dan terluka di
bagian kepala. Ironisnya, saat Max ingin membersihkan darah yang mengucur di
kepalanya, Laurie melarang. "Itu nampak bagus untukmu," ujar Laurie
yang awalnya mendukung perjuangan Max dalam membantu mencitrakan Sam. Laurie
telah pindah menjadi repoter stasiun TV CTN yang digawangi Hollander.
Ketenangan dan kepintaran yang ditonjolkan tokoh Max
betul-betul mengena bagi saya. Ia tidak mencoba tampil heroik meski ia
satu-satunya lelaki yang berada di dalam museum. Ia justru berusaha
menguntungkan posisi Sam dan bertindak halus agar Sam mau menyerahkan diri.
Sebaliknya, tokoh Cliff pun digambarkan menarik karena ia tidak mempersalahkan
kejadian salah tembak yang dilakukan Sam. Namun tetap, porsi media menyita perhatian.
Persaingan antarmedia dan bagaimana media memanfaatkan sebuah momen yang
dianggap bernilai berita besar. Adegan penutup terasa sedikit menohok ketika
Sam yang bunuh diri dan Max berteriak "Kita membunuhnya!" Ya, media
benar-benar mampu membunuh seseorang dengan kedigdayaannya.