Gue mencoba
mencari definisi karbitan di kamus kateglo tapi nemunya malah karbit buat
ngelas. Gue mengambil kesimpulan, karbitan diartikan sebagai jalan pintas, bisa
lihat di sini dan di sini. Kenapa gue bahas soal karbit mengkarbit? Maaf ini ga
ada hubungannya sama buah-buahan. Seperti biasa postingan yang ditulis dengan
bahasa kayak gini adalah postingan curhat jadi kalo mau diskip, silakan J
Beberapa
hari yang lalu gue bikin status nyeleneh. Intinya gue kurang mensyukuri
nikmatnya liburan bagi seorang mahasiswa yang kuliah di diploma seperti gue.
Udah gue bilang berkali-kali kalo kuliah di diploma itu tantangannya gede. Gue masih
rada heran sama orang yang menganggap jurusan kuliah gue ini kerjanya cuma
dandan -_- Dia ga tau terakhir kali gue ikut kepantiaan demi nilai salah satu
mata kuliah membuat gue cuma tidur 1 jam di H-1. Orang yang membandingkan
antara laporan dan tugas lapangan seperti membandingkan kekuatan batu dengan
air. Batu kalo dilempar ke kepala orang ya bikin sakit. Tapi air kalo
berkubik-kubik juga bahaya, buktinya bisa lihat ke Jakarta (baca : banjir).
Nah balik
lagi ke status. Di situ gue ngeluh-ngeluh ga jelas dan akhirnya gue kena
tampar. Salah satu dosen favorit gue, yang gue kagumi baik dari cara ngajarnya
maupun pandangan hidupnya, mengomentari status itu. Gue ga nyangka deh. Mungkin
dia terganggu kali ya, di beranda dia ada mahasiswinya yang nyampah. Mak jleb! Dan
dia mengingatkan gue pentingnya bersyukur. Pada detik itu dunia gue runtuh gue merasa menjadi mahasiswinya
yang paling bodoh. Padahal gue pribadi kurang suka sama orang yang
ngoceh-ngoceh ga jelas di media sosial. Lihat? Gue belum konsisten soal ini.
Seandainya
bisa, gue mau kasih liat printscreen-nya.
Tapi sejak ini lepi diinstal ulang, gue gagal printscreen. Kenapa ya? Ada yang bisa bantu?
Kemudian
sahabat dan teman-teman dekat gue dengan kompak komen juga di status itu. Gue kayak
dipukul bolak-balik. Malunya itu, lho! Tapi gue memutuskan ga menghapus status
itu. Karena itu kesalahan gue, biar gue inget terus betapa buruknya kicauan gue
di dunia maya. Mana dosen gue itu ngasih jempol di komentar salah satu sahabat
gue. Oke, jadi tiap ada notifikasi masuk, gue bisa memastikan dia baca.
Di satu
titik gue langsung paham. Gue kurang dewasa. Ini ironi dimana orang yang seusia
gue mengakui gue cukup dewasa. Sebagai tempat sampah curhat orang-orang di sekitar gue, jelas
gue harus bisa memberikan pertolongan setidaknya perlindungan soal jaga
rahasia. Menurut sebagian orang, dewasa itu bisa dipercaya. Dewasa itu bisa memberi
masukan atau nasehat. Selama gue bertindak sebagai si pemecah-masalah, biasanya
mereka senang. Biasanya. Karena ada juga kan yang curhat ke gue terus gue kasih
masukan terus dia jadi “gue-yang-punya-masalah-bukan-lo-jadi-jangan-sok-tau”. Orang
kayak gini maunya kita cuma diem aja, yang penting dengerin dia cerita. Dan gue
mulai terbiasa berperan seperti ini.
Sekarang
gue tau gue ini apa. Dibilang kekanakan, toh gue ga lemah-lemah banget. Maksudnya,
gue sanggup memecahkan beberapa masalah, baik yang datang dari luar atau yang
gue bikin sendiri karena kecerobohan. Gue juga bisa dibilang mampu bekerja
dalam tim dan memecahkan masalah dalam tim. Gue juga dengan senang hati
membantu memecahkan masalah orang lain yang membutuhkan masukan dari gue. Gue
mulai terbiasa melihat sisi paling positif dari sebuah masalah.
Tapi di
sisi lain kadar kedewasaan gue belum mumpuni. Jelas gue masih suka keceplosan
di lini masa/beranda (curhat di blog ga masuk, gue anggap nulis sebagai
terapi). Betul sih, nulis di lini masa atau beranda juga namanya nulis. Tapi
bukan terapi. Karena apa yang gue tulis di blog atau di status atau di tweet
itu beda. Kalo di blog gue mulai terbiasa menulis hal-hal positif. Coba di
dunia maya juga biasa -_- makanya gue menerapkan tingkat keamanan
berlapis-lapis di facebook.
Gue kayak
pisang yang dimatengin. Mungkin karena sebetulnya pengalaman hidup gue belum
banyak (isitilahnya belum makan asam garam kehidupan). Cuma kalo dibandingkan
sama yang seusia dan selingkaran pertemanan dengan gue, yeah gue cukup baik. Sayangnya
gue lupa, gue ga bisa menilai kedewasaan dari sekedar mengatasi problem orang
lewat curhat. Gue harusnya bisa mendewasakan diri sendiri dalam setiap
kesempatan dan kemampuan. Harusnya usaha gue ga boleh kendor. Dan harusnya gue
konsisten.
Dalam beberapa
keadaan dimana gue ga beruntung, gue sadar kesulitan-kesulitan dalam hidup itu
menempa gue menjadi dewasa. Tapi di beberapa keadaan gue lebih beruntung, maka
ketika berbalik menjadi ga beruntung gue mengeluh kaena ga terbiasa. Ini enaknya
mengalami ketidakberuntungan di masa lalu. Gue jadi tau apa yang harus gue
lakukan (walaupun membiasakan diri dalam menghadapi hal menyedihkan memang ga
pernah mudah). Seperti misal gue bertanya-tanya sama orang kayak gue. Orang
yang menjadi tempat curhat bagi lingkungannya. Terus kalo dia ada masalah,
kemana dia curhat? Sekuat-kuatnya orang ga cerita, dia pasti butuh orang lain. Minimal
satu aja yang dia percaya. Dan gue tau jawabannya. Tanpa sadar, gue suka curhat
balik. Aslinya gue ini tukang ngeluh. Cuma ga terlalu keliatan aja.
Padahal gue
udah punya best moment jar yang bisa ngingetin gue caranya bersyukur. Tapi lagi-lagi
gue lupa bersyukur. Betapa memalukannya waktu gue liat kertas-kertas
warna-warni itu. Mendadak gue berpikir, harusnya bahagia dan syukur itu
berbanding lurus. Gue akan menjadi orang yang sangat menyedihkan kalo ga
membiasakn diri bersyukur.
Oke di
akhir curhat panjang ini gue setuju bahwa kedewasaan itu ga perlu
diperlihatkan. Ga perlu diumbar dengan kata-kata. Ga usah ditunjukkan di depan
muka. Yang penting kontrol diri. Dan ini perjuangan gue selanjutnya. Buat yang
lagi berusaha juga, ayo ada gue sama kalian J
Itulah kenapa, kedewasaan orang gak bisa diukur. Cuma diri sendiri aja yang bisa ngira- ngira. Yah, namanya juga proses, out of control itu biasa, tapi nantinya pasti kena batunya juga dan sadar. ya kan? Setuju banget sama paragraf terakhir. :D - semoga dengan proses yang panjang ini, bisa jadi tameng buat hidup kita kedepannya.
BalasHapusiya. dan disadarkan itu ga enak hahahahhaha
Hapussemoga bisa tambah dewasa dech yang pentingkan prosesnya, lagiankan ga ada manusia yang sempurna kok, klo sempurna semua surga penuh dunk, hehehhehehe
BalasHapussalam kenal
hehe iya salam kenal juga
Hapuskan proses belajar menuju dewasa adalah jalan panjang yang gak akan selesai ^_^ *hugs* Mengeluh sesekali manusiawi asal jangan kebablasan di media sosial
BalasHapusiya mbak kemarin kayaknya kebablasan hehe makasih ya mbak
Hapus