shutterstock.com |
Bahkan bau badan bisa membuatmu mendapat pasangan. Kalau fakta
ini diketahui semua orang, bangkrutlah seluruh pabrik deodran. Sayangnya tidak
semua jenis bau badan membuatmu dapat menarik perhatian. Bau-bau tertentu
justru mengharuskanmu rajin mandi dan menggunakan wewangian.
Baiklah, kisah yang akan kamu baca bukan sebuah karya
ilmiah hasil penelitian mahasiswa Kimia. Tenanglah wahai kamu yang alergi
Matematika. Kisah ini tidak akan mengajakmu bermain hitung-hitungan. Tapi bermain
perasaan.
“Lama ya kita ga ketemu....”
“Iya. Lima tahun lalu ya?”
“Iya! Ga kerasa ya sekarang kita udah gede. Bukan anak
kecil kayak dulu lagi. Lo masih suka nangis?”
“Ga lah. Sekarang kan gue udah bermetamorfosis jadi cewek
kalem dan smart. Udah ga seemosional dulu lagi. Pasti lo ilfill kan kalo gue
masih kayak dulu?”
“Sok tau lo. Gue selalu suka lagi. Gue pikir lo cewek
cantik dengan apa adanya keadaan lo.”
God! Kata-kata Ryan tadi membuatku menahan senyum. Kalau aku
menunjukkan muka senang, aku takut dia bakal terlalu pecaya diri. Tentu dia
pikir dia berhasil memancingku. Memancing ingatan bahwa dulu aku menyimpan
perasaan yang dalam pada lelaki di depanku ini, cinta pertamaku. Mungkin Ryan
sudah lupa bagaimana dulu memalukannya aku waktu mengiriminya salam lewat
mading kelas. Mading yang tak pernah dia baca karena keburu dirusak anak kelas
sebelah.
“Ada angin apa lo main ke sini? Bukannya enak tinggal di
kota? Udah jadi anak gaul ya ceritanya lo sekarang.”
“Yeee ini kan kampung halaman gue. Udah lama juga ga
nengok teman-teman. Gue dengar nanti mau ada reuni. Gue mau kasih saran biar
kita bikin kepanitian yang terstruktur dan terjadwal rapi kerjanya. Jadi rencana
reuni nanti ga cuma omong doang. Biar terlaksana secepatnya. Sebelum gue pergi.”
“Jakarta Bogor deket kali mas bro! Kalau lu ga bisa
lama-lama di sini, ya lu dateng aja pas hari H. Ga usah ikut jadi panitia.”
“Bukan gitu. Gue kan kuliah di kelas internasional. Semester
depan gue harus berangkat ke Aussie. Baru balik dua tahun lagi.”
Dalam hati aku berteriak kamu-kan-baru-datang. Rasanya tidak adil kalau aku harus
cepat-cepat mendengar ucapan selama tinggal lagi dari Ryan. Aku belum puas
melihatnya. Aku belum tahu apapun tentang dia. Aku banyak melewatkan
detail tentang dirinya. Ini satu-satunya kesempatanku, kan? Coba dia tahu apa
yang kurasakan bertahun-tahun tidak bisa melihatnya atau mendengar kabarnya. Dia
mungkin sedikit lebih bersimpati. Ah, tapi siapa aku di matanya.
“Eh, Bogor sekarang macet di mana-mana ya? Bentar lagi
nyusul Jakarta. Gini nih kota penyangga ibukota. Lo ga tertarik ngajak gue
jalan-jalan dan nunjukin transformasi Bogor nih?”
Bagus. Setidaknya di waktu yang sempit ini aku bisa
sedikit menyimpan kenangan tentang Ryan. Sebelum dia pamitan untuk yang
kesekian. Tuhan, kenapa aku begitu menggilai makhluk ini? Dia masih sangat
asing bagiku. Namun nampaknya hatiku terlanjur terpaut dengannya.
“Gue mau. Dengan syarat, kita naik motor. Seharian. Oiya,
kapan lu pulang lagi ke Jakarta?”
“Lusa. Lo bisa naik motor? Bukannya lo trauma ya sejak
nyemplung sungai waktu dibonceng Aya?”
“Trauma gue ilang kok. Yuk, cabut.”
Traumaku hilang beberapa bulan setelah jatuh ke sungai. Sejak
Ryan mendapatkan hadiah motor pertamanya. Ryan anak yang ramah, ia sering
menawarkan tumpangan pada teman-temannya. Dulu kupikir akan sangat menyenangkan
kalau diantar pulang oleh Ryan. Nyatanya, aku selalu didahului
perempuan-perempuan lain yang lebih centil dan lebih percaya diri untuk minta
dibonceng.
“Gue heran. Jakarta Bogor segitu dekatnya lo ga pernah ke
sini?”
“Gue juga ga tau kenapa, hahaha! Paling ke Bogor cuma
nyampe Sentul aja. Itu Lotte-Mart?”
“Iya. Masih tahap pembangunan. Ga kalah sama ibukota!”
Sepanjang jalan aku menjelaskan banyak hal, mengoceh
panjang lebar. Baru kusadari aku terlalu banyak bicara. Entah Ryan akan bosan
atau suka. Tapi ketika petualangan kami di atas motor hari itu berakhir, ia
tersenyum lebar. Padahal biasanya aku kelelahan kalau terlalu lama naik motor. Sekarang,
aku malah terlalu senang. Sulit menggambarkan anomali perasaan macam ini. Aku ingin
mengulangi perjalanan tadi dan berlama-lama mencuri kesempatan meletakkan
kepalaku di bahu kanannya sambil berboncengan, membiarkan hidungku menghirup
feromonnya banyak-banyak.
Bunda kaget waktu melihatku diantar pulang Ryan. Bunda cuma
tahu, setahun lalu terakhir kalinya aku pacaran. Aku selalu bilang ingin fokus
kuliah, tidak mau dekat-dekat dengan cowok apalagi menjalin hubungan. Makanya bunda
terbiasa melihatku pulang sendirian.
“Itu siapa, sayang? Kok tidak dikenalkan ke bunda? Suruh masuk
dulu, bunda ambilkan minum.”
“Jangan repot-repot tante. Saya buru-buru. Saya teman
lamanya Mayla. Dulu satu SMP. Besok saya jemput Mayla lagi buat main, boleh
tante?”
“Boleh dong, pasti boleh. Makasih ya udah anter Mayla
pulang.”
Waktu Ryan pulang, bunda terus menggodaku dengan berbagai
pertanyaan soal Ryan. Padahal aku takut membahasnya. Takut tidak bisa menguasai
perasaanku sendiri. Aku kan tidak tahu banyak tentang dia, siapa pacarnya
sekarang, apa yang dia sukai dari seorang perempuan. Aku takut kecewa
belakangan. Bukankah harapan yang tidak diimbangi dengan kenyataan seringkali
menyakitkan?
Esoknya, Ryan tidak muncul. Kucoba hubungi ponselnya. Tidak
aktif. Seharian aku menunggunya di teras depan rumah. Aku yakin Ryan tidak suka
mempermainkan perasaan orang. Tapi aku kan belum mengenalnya dengan baik. Kalau
kamu menyukai seseorang, kamu pasti selalu berpikir bahwa dia orang yang baik.
Ponselku berbunyi di malam hari. Nama Ryan tertera di
layar.
“Lo lagi kangen sama gue ya? Maaf tadi ga bisa jemput. Gue
pulang ke Jakarta pas subuh. Soalnya gue lupa ada janji buat temenin adek gue
nonton konser. Lo ga marah kan? Mungkin kemarin kesempatan terakhir gue pulang
ke Bogor. Selama liburan semester ini gue ikut pelatihan jurnalistik di UGM. Lebaran
nanti gue ikut mudik ke kampung papa di Solo. Kita ketemu lagi sebelum gue ke
Aussie?”
Percakapan ini bisa direkam. Sayangnya, tidak dengan aroma tubuhmu. Namun rasa sukaku
ini bisa ditahan. Dan masih bisa disimpan. Di luar hujan. Bunyinya meredam suaramu di kejauhan. Petrichor menyusup indera penciuman.
kalo bau nya karena jarang mandi gmn tuh?? hehe
BalasHapusada tuh di paragraf 1 :D
Hapus