kurniawangunadi.tumblr.com |
Judul : Negeri
Para Bedebah
Penulis : Tere
Liye
Tebal : 440
halaman
Cetakan : Kedua,
September 2012
Penerbit : PT
Gramedia Pustaka Utama
Di negeri para
bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah. Kalimat
tersebut terpampang rapi di sampul bagian belakang novel berkategori dewasa
ini. Lengkap dengan gambar di sampul depan yaitu musang berbulu domba dengan
sosok berkuasa berhidung pinokio. Tipikal seseorang yang melakukan white coller crime―kejahatan kerah
putih.
Sebagian dari anda pasti tahu siapa Tere Liye. Dalam
beberapa bulan terakhir, novel-novelnya bersandar di rak-rak jaringan toko buku
ternama di Indonesia. Jujur, saya tidak tahu seperti apa isi novel-novelnya.
Beberapa judul novel seperti "Kau,
Aku, dan Sepucuk Angpau Merah", "Daun
yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin," atau "Ayahku (Bukan) Pembohong" tidak cukup menggerakkan
tangan saya untuk menyentuhnya. Judul-judul itu terlalu melankolis. Namun "Negeri Para Bedebah" adalah
kasus lain. Saya tidak membelinya. Saya mendapatkannya sebagai hadiah.
Kisah dibuka dengan percakapan dalam pesawat. Saya
tertegun sejenak. Kok memakai bahasa baku? Seakan saya tengah membaca novel
terjemahan. Beberapa halaman berikutnya dahi saya makin berkerut. Banyak
istilah tentang perekonomian. Ini menyulitkan. Saya bukan pecinta kolom bisnis
dan ekonomi. Saya terpaksa melahapnya bulat-bulat, demi tugas mata kuliah Media
Relation. Dan, juga demi menuntaskan rasa penasaran atas novel ini.
Mau tak mau saya berjuang memahami krisis keuangan
global, subprime mortgage, dampak
sistemis, bank sentral, IPO, obligasi, dan berbagai macam tetek bengek soal
perekonomian. Semua ini akibat Thomas, seorang konsultan keuangan profesional
dengan karir cemerlang dan masa lalu kelam yang ingin menebus keluarganya demi
masa depan menjanjikan. Ketika ia baru pulang dari London, ia harus menghadapi
bahwa grup bisnis keluarganya ambruk dan om yang sangat dibencinya terancam
dipenjara. Ketika ia tahu ada permainan licik di balik jatuhnya grup bisnis
keluarga, ia memberontak. Thomas muda yang lurus terjun bebas ke dalam arena
dengan modal nekat.
Menarik. Saya jarang melahap novel dalam negeri, lebih
jarang lagi menemukan bacaan macam ini. Jika anda membaca beberapa bab setelah
bab pertama, anda akan segera sadar. Setting yang ditampilkan Tere Liye dalam
menempatkan tokoh utama, si Thomas, sangat tidak asing bagi kita. Kejadian yang
sama menimpa Indonesia ketika sebuah bank ambruk beberapa tahun lalu, menyeret
mantan menteri keuangan kita si perempuan bertangan besi termasuk pejabat
negeri dan salah satu parti politik paling berkuasa saat ini.
Thomas bukan tipe tokoh utama yang akan dicintai para
pembaca. Ia cenderung kasar, tanpa basa basi, bahkan mengabaikan sopan santun
dan senang bertindak nekat. Dalam beberapa bagian, novel ini cenderung bagai
film action, sedikit memudahkan aksi
Thomas dalam meloloskan diri dari kejaran polisi. Tapi kalau Tere Liye ingin
menampilkan Thomas bagaikan Benedict Cumberbatch dalam Sherlock Holmes, saya
bisa sedikit paham.
Selain topik yang diangkat tidak main-main beratnya, saya
juga mengacungkan jempol kepada Tere Liye. Saya suka dengan keputusannya
menggunakan bahasa Indonesia baku dalam seluruh percakapan di novel ini. Saya
juga suka dengan pemikirannya bahwa manusia di dunia tidak sepenuhnya hitam
putih. Ia menampilkan betapa bobroknya para pejabat, jaksa, polisi, maupun
orang-orang yang bekerja atas nama uang. Seperti salah satu sindirannya dalam
dunia perbankan, satu hal yang dijunjung tinggi adalah know your costumer. Namun lucunya uang korupsi tetap tersimpan aman
dalam deposito bank, para nasabah yang jelas-jelas mendapatkan uang dengan cara
haram malah dilayani sedemikian rupa bagai pembuka gerbang surga.
Jelas, resensi saya kurang menggambarkan sekeren apa
novel ini. Tere Liye boleh jadi menganggap resensi saya kacau. Tapi saya tetap
dapat menanamkan gagasan ini untuk anda: jika mencari sesuatu yang berbeda dan
tidak berurai air mata, baca novel ini. Silakan nilai sendiri dan buktikan.
eh, menurutku resensi kamu keren... :D walaupun belum tentu menang lho yaaa... ;-) hehehe...
BalasHapusbeberapa orang, atau bahkan banyak orang, sempet memuji novel ini, atau novel Tere Liye yang lain juga... yang katanya bagus banget, aku lupa judulnya yang mana...
jadi mungkin nanti kalo jalan2 ke Gramedia, aku cari deh... makasih rekomendasinya yaa...
dan makasih juga udah ikutan giveaway-ku... ditunggu pengumumannya yaaa... :D
memang banyak mbak novel tere liye yg dipuji tapi rata2 yg judulnya melankolis dan linda kurang tertarik baca :) tapi kalo yg ini dipuji bisa jadi karena suguhan ceritanya beda.. jarang kan jaman sekarang novelis indonesia (setau linda) ngangkat tema perekonomian buat sebuah novel. best seller pula. hehe
Hapus