bintang jatuh |
Meteor itu semakin dekat, dekat, dan dekat. Membuatku rasanya ingin menutup mata rapat-rapat. Atau seperti yang kulihat di sekelilingku ketika orang-orang saling berdekapan erat. Para ibu memeluk buah hatinya. Para suami merangkul istrinya. Para guru melingkarkan tangan seakan hal itu mampu membuat murid-muridnya terlindungi. Tapi tak ada yang bisa lari dari kehadiran bencana ini. Akhir hidup manusia telah pasti. Seperti alkisah yang dikatakan sejarah ketika para dinosaurus musnah.
Saking
terangnya, seluruh dunia berubah menjadi serba putih. Mataku memicing. Hampir terpejam.
Mungkin aku akan pergi dengan tenang. Aku tak perlu khawatir sendirian bila
seluruh dunia mati bersamaan.
“Oh,
jadi kamu pikir aku konyol? Aku kekanakan? Bukan! Aku punya harapan! Harapan dan
sifat kekanakan itu beda. Kamu kira cuma anak-anak yang boleh berharap? Kalau kamu
tidak mau terikat selamanya sampai maut memisahkan sama aku, terserah. Kamu bisa
pergi sekarang. Aku memang berdoa pada Tuhan, tapi aku juga memanjatkan harapan
pada bintang. Kamu tahu kenapa? Karena bintang itu di langit. Langit itu
tinggi. Kelihatannya saja langit itu tidak tergapai, padahal apapun bisa kita
capai. Simple kan alasannya? Ngerti kan sekarang apa filosofinya?”
Mataku
terbuka tepat ketika Naya sedang mengoceh panjang lebar soal harapan dan
bintang. Lho, mana meteornya? Dunia masih berputar? Kiamat telah lewat? Sepertinya
ada yag aneh. Naya marah begini padaku di Bukit Pelangi, seminggu yang lalu,
tepat sebelum aku ingin melamarnya dan seluruh stasiun televisi menayangkan
berita hujan meteor yang menghujani bumi.
Apa
waktu berhenti? Apa tadi cuma mimpi?
“Raka!”
“Apa
Nay?”
“Dengar
tidak, sih?”
“Jangan
marah-marah terus. Aku pusing, Nay. Aku merasa de javu.”
“Apanya?
Sama siapa? Oh jadi kamu pernah ke sini sebelumnya? Perempuan lain, kan?”
Volume suara Naya naik beberapa oktaf. Matanya yang bulat semakin membuatnya
terlihat galak.
“Nay,
apa sih? Seumur hidup aku baru pacarana satu kali, itu juga sama kamu. Tahu kenapa
aku paksa kamu ke sini? Aku bawa ini.”
Kukeluarkan
sebuah kotak beludru hitam mungil berisi cincin platina dengan batu rubi yang
cantik. Belum sempat kata-kata pamungkas keluar dari mulutku, Naya malah
mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ia berteriak girang.
“Raka!
Celine sms, katanya tujuh hari dari
sekarang ada hujan meteor! Kamu sekarang paham kan apa filosofinya harapan
dengan berdoa pada bintang? Tadi dengar penjelasan aku kan? Semakin banyak
bintang jatuh, maka semakin baik. Kamu mau kan memanjatkan harapan untuk kita
minggu depan?”
***
Karya lain bisa di lihat di sini
wah....jadi kejadiannya baru seminggu lagi.... punya kemampuan membaca masa depan ceritanya yah?
BalasHapusbisa sih disimpulkan begitu hehehehe
Hapusmaunya ngegambarin kejadian yang berulang-ulang. minggu depan, hujan bintang, balik lagi ke satu minggu sebelumnya
semoga bintang minggu depan membawa berita baik tentang hubungan Raka dan Naya.....
BalasHapushehe aamiin
Hapuseh..maaf, aq kok agak bingung yaa.. hehe...
BalasHapusga apa apa hehe mungkin terlalu mbulet ya mbak?
HapusFinal destination! Ya udah, kita tunggu aja minggu depan. :-)
BalasHapusmaunya kayak edge of tomorrow mas hahahaha
Hapushihihi.. aku blm mudeng mak *dikeplaksamamakLinda* :)
BalasHapusmosok berani ngeplak saya haha paling kitik kitik :p
Hapus